Membaca Arah MSIB: Reorientasi Pendidikan Tinggi dalam Kerangka Neoliberalisme dan Revolusi Industri 4.0

,

Magang di Antara Ilusi dan Kelindan Neoliberalisasi

Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) dikenal sebagai salah satu program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang menjadi wujud transformasi pembelajaran dan pengajaran di Indonesia. Dalam pelaksanaannya, MSIB ini diklaim memiliki berbagai manfaat bagi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya meliputi mahasiswa, universitas, dan mitra industri. Pertama, bagi mahasiswa, MSIB memberikan pengalaman bekerja di lingkungan profesional serta mendapatkan kompetensi di luar perkuliahan. Kedua, bagi universitas, MSIB menjadi laboratorium riil untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan dunia usaha yang dinamis. Ketiga, bagi mitra industri, MSIB menjadi sarana untuk mendapatkan tenaga kerja di masa depan sekaligus ajang pemupukan ide-ide pengerjaan proyek maupun pemecahan masalah praktis di dunia industri itu sendiri.

Sejak diluncurkan pada tahun 2021, program MSIB telah menerjunkan lebih dari 37 ribu mahasiswa di lebih dari 250 mitra yang tersebar di angkatan 1 dan 2. Terus meningkat, MSIB angkatan 3 tahun 2022 bahkan mencapai 27 ribu mahasiswa dari 648 universitas yang tersebar di 216 mitra perusahaan dan organisasi kelas dunia (Kemdikbudristek, 2022). Antusiasme ini lantas seakan mengamini tujuan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) untuk menggencarkan konsep link and match yang menghubungkan universitas dan industri. Hal ini pun didorong oleh tuntutan kompetensi kedepan dimana dihadapkan dengan era society 5.0 yang mengedepankan kemampuan penguasaan teknologi dan interpersonal skills.

Dengan dikedepankannya konsep link and match, maka program MSIB sejatinya menggambarkan bagaimana pendidikan diarahkan kepada pembangunan ekonomi. Laksana (2020) mengungkapkan bahwa kurikulum MSIB secara tidak langsung berperan sebagai ruang dan alat untuk mendefinisikan mahasiswa sebagai warga negara yang ideal dan merdeka. Hal ini dilakukan dengan mekanisme teken kontrak bagi mahasiswa untuk menjadi pekerja upahan dalam pemagangan. Tidak berhenti disitu, Boli (2022) bahkan menjelaskan bahwa MSIB mendorong pendidikan ke arah pragmatis-materialistik yang diliputi nilai-nilai neoliberalisme. Dalam hal ini, konsep link and match dalam pemagangan sendiri menyiratkan hubungan timbal balik antara penjual dengan pembeli dimana universitas mencetak tenaga kerja, negara menjualnya, dan perusahaan membeli serta memanfaatkannya. Melihat hal itu, lantas mengapa program pemagangan dikatakan bersinggungan dengan neoliberalisme? Serta bagaimana sebenarnya asal muasal dari program pemagangan?

Kapitalisme Akademik: Praktik Neoliberalisasi Pendidikan Tinggi

Kapitalisme akademik merupakan hibrida khas yang menyatukan penelitian ilmiah dan maksimalisasi keuntungan ekonomi dimana mengubah universitas menjadi perusahaan (Munch, 2014). Artinya, universitas memiliki dua fungsi sekaligus yakni dengan menjalankan bisnis produksi pengetahuan. Slaughter dan Rhoades (2009) menyatakan bahwa ciri dari kapitalisme akademik dalam universitas ditandai dengan adanya restrukturisasi dan reorganisasi kerja akademik untuk kepentingan kapital yang menghasilkan keuntungan. Hal ini lantas tercermin melalui metode pengajaran yang lekat dengan agenda dan logika dari kepentingan pasar dengan kehadiran korporasi-korporasi untuk menyelenggarakan “pembelajaran praktikal” dalam universitas. Akhirnya, terciptalah kerangka “sekolah-kerja” dimana universitas menjadi subordinasi dari perusahaan sehingga secara tidak langsung mendekatkan diri dengan kepentingan perusahaan yang terwujud dalam akumulasi kapital berupa tenaga kerja potensial melalui manufakturisasi kurikulum yakni magang (Callinicos, 2006).

Logika Link and Match: Pendidikan sebagai Basis Pembangunan Industri

Pendidikan di Indonesia sejatinya mulai diarahkan sebagai bagian dari pembangunan ekonomi berbasis industri pengetahuan sejak tahun 1990-an akhir. Setidaknya ada dua program utama terkait peningkatan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas pendidikan meliputi (1) peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan; dan (2) peningkatan relevansi dunia pendidikan dengan kebutuhan dunia industri. Berangkat dari kedua poin tersebut, maka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan program link and match. Program link and match ini dapat diartikan sebagai upaya untuk menjalin hubungan lembaga pendidikan dengan semua pihak terkait penyerapan tenaga kerja, meliputi dunia industri dan instansi pemerintahan. Akibatnya, proses pendidikan didesain sesuai dengan kebutuhan pasar kerja baik dari segi jumlah, mutu, jenis, kualifikasi, maupun waktunya (Idris, 2002). Kegiatan praktik lapangan, kuliah kerja, dan magang sesuai bidang studi lantas ditingkatkan.

Seiring berjalannya tahun, link and match ini tetap dipertahankan oleh Kemdikbudristek dengan beberapa modifikasi. Logika link and match pun semakin nampak didorong dengan adanya misi Nawacita yang terdapat dalam Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dengan narasi “membangun sumber daya manusia pekerja keras yang dinamis, produktif, terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi didukung dengan kerjasama industri dan talenta global”. Berangkat dari misi itu, Kemdikbudristek meluncurkan grand design program MBKM pada tahun 2020. MBKM sendiri singkatnya menggambarkan proses pembelajaran yang mengedepankan kemampuan higher order thinking. Lebih lanjut, basis pengaturan MBKM ini terdapat dalam Rencana Strategis (Renstra) Kemdikbudristek 2020-2024 dengan tajuk “meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing” yang setidaknya mengusung dua strategi utama yakni (1) menambah jumlah perguruan tinggi tingkat dunia; dan (2) mewujudkan pendidikan serta pelatihan untuk revolusi industri 4.0 yang berkualitas dan diakui industri.

Kapital yang Intelektual: Cerminan MSIB

Magang dalam MBKM menawarkan model pembelajaran berbasis proyek dengan berbagai mitra meliputi perusahaan, organisasi multilateral, institusi pemerintah, dan perusahaan rintisan (startup). Dengan model tersebut, maka pola pendidikan di Indonesia pun mulai mengalami reorientasi. Djojonegoro (2002) mencatat setidaknya ada tiga implikasi yang mengikuti dari penerapan konsep link and match. Pertama, berubah dari pola supply oriented menjadi demand oriented dimana penentuan bidang lulusan ditentukan oleh dunia luar. Kedua, berubah dari sistem pengelolaan terpusat menjadi pengelolaan yang terdesentralisasi dimana mengedepankan partisipasi masyarakat. Ketiga, berubah dari sistem yang memisahkan secara jelas antara pendidikan dan pelatihan menjadi pengintegrasian pendidikan dan pelatihan kejuruan.

Ditarik lebih jauh, sejatinya konsep magang dalam MBKM merupakan manifestasi dari ideologi neoliberal dimana negara menjadi aktor sentralnya. Sehubungan dengan ini, terjadi manufakturisasi kurikulum yang berorientasi pada nilai-nilai industrial. Mahasiswa sebagai peserta didik didorong untuk memiliki kompetensi dalam kerangka “kerja-sekolah”. Model semacam ini lantas dapat dipahami sebagai bagian dari kepentingan korporasi untuk mengatur sebuah lembaga pengetahuan yang mampu memberikan input tenaga kerja (Susilo, 2021). Adapun bentuk-bentuk manufakturisasi kurikulum tersebut dapat ditelusuri melalui berbagai kebijakan strategis Pemerintah meliputi (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi; khususnya pasal 91 ayat 2, (2) Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia; khususnya pasal 1, dan (3) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Pendidikan Tinggi; khususnya pasal 14 ayat 5.

Pendidikan Tinggi di Persimpangan Jalan

Melihat berbagai kebijakan teknis yang ada, maka manufakturisasi kurikulum adalah suatu keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Giroux (1992) menyatakan bahwa pendidikan lambat laun terdistorsi dengan praktik-praktik buruk yang berorientasi pada efisiensi ekonomis. Dalam hal ini, banyak institusi pendidikan yang berubah orientasinya menjadi penyedia birokrat elit masyarakat dan pendukung kapitalisme modern melalui pasar kerja. Alih-alih menciptakan humanisasi kehidupan publik, institusi pendidikan justru mengalami degradasi identitas dengan menyelenggarakan pendidikan publik menjadi “pabrik kuli”. Hal ini dapat terjadi lantaran posisi kurikulum distandardisasi oleh negara untuk semua jenjang pendidikan, sertifikasi kelulusan, kenaikan angka akademik, dan kriteria evaluasi pendidikan yang diletakkan dalam kerangka kompetensi ekonomis. Dengan demikian, MSIB secara tidak langsung menjadi sarana yang sahih untuk mengarahkan pendidikan ke dalam kerangka neoliberalisme dan industrialisasi.

Referensi

Boli, M. (2022). Menelisik Budaya Pragmatis dalam Dunia Perguruan Tinggi. 14 Mei 2022 [daring]. Diakses melalui Geotimes: https://geotimes.id/opini/menelisik-budaya-pragmatis-dalam-dunia-perguruan-tinggi/

Callinicos, A. (2006). Universites in a Neoliberal World. London: Bookmarks Publications.

Djojonegoro, W. (2000). Pendidikan dan Dunia Industri: Pendidikan sebagai Industri Mulia, Unggulan di dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Konvensi Nasional Pendidikan IV. Jakarta.

Giroux, H. (1992). Border Crossing: Cultural Workers and The Politics of Education. New York: Routledge.

Idris, U. (2002). Program Link and Match: Tujuan dan Pendidikan di Indonesia, 1993-1998 [Skripsi S1 Ilmu Sejarah, Universitas Indonesia]. Repositori Universitas Indonesia https://lib.ui.ac.id/detail?id=20156812&lokasi=lokal

Kemdikbudristek. (2022). Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) Angkatan 3 Resmi Dibuka. 1 Juni 2022 [daring]. Diakses melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi: https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2022/06/magang-dan-studi-independen-bersertifikat-msib-angkatan-3-resmi-dibuka

Laksana, B. (2020). “Merdeka Belajar” Gaya Menteri Nadiem: Apanya yang Merdeka. 15 September 2020 [daring]. Diakses melalui Indo Progress: https://indoprogress.com/2020/09/merdeka-belajar-gaya-menteri-nadiem-apanya-yang-merdeka/

Munch, R. (2014). Academic Capitalism : Universities in the Global Struggle for Excellence. New York: Routledge.

Slaughter, S., & Rhoades, G. (2009). Academic Capitalism and the New Economy. Maryland: Johns Hopkins University Press.

Susilo, J. (2021). Neoliberalisasi Pendidikan Tinggi, Restrukturalisasi Institusi, dan Perlawanan Gerakan Mahasiswa Kini (Studi Pasca PTN-BH UGM 2012-2020) [Skripsi S1 Manajemen dan Kebijakan Publik, Universitas Gadjah Mada]. Repositori Universitas Gadjah Mada http://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/198322

 

.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published.