Digital Human in Law Symbollicum: Memahami Hukum dan Simbol dalam Era Digital

Era digital membawa perubahan besar dalam cara kita memahami dan menerapkan hukum, terutama dalam hal simbolisme yang kini semakin abstrak dan terdesentralisasi. Simbol-simbol hukum yang sebelumnya berbentuk fisik dan sangat terikat pada representasi visual, seperti patung Dewi Keadilan atau bangunan pengadilan, mulai bergeser ke arah konsep-konsep digital yang lebih dinamis. Perubahan ini memunculkan sebuah fenomena baru yang dapat disebut sebagai Digital Human in Law Symbolicum, yaitu transformasi simbolisme hukum di era digital.

Dalam paradigma baru ini, simbol-simbol hukum tidak lagi hanya terbatas pada wujud fisik seperti yang selama ini kita kenal. Hukum meluas dan mencakup aspek-aspek yang sangat terkait dengan dunia digital, termasuk data privasi, hak digital, keamanan siber, serta isu-isu lainnya yang berhubungan dengan teknologi informasi. Simbol-simbol ini menuntut reinterpretasi yang mendalam, mengingat kompleksitas teknologi yang semakin berkembang dan tantangan-tantangan baru yang muncul dalam sistem hukum. Di sisi lain, pentingnya mempertahankan relevansi simbolisme hukum menjadi suatu hal yang sangat vital menegakkan keadilan sebagai tujuan akhir dari hukum dan regulasi yang responsif dengan perkembangan teknologi.

Transformasi ini mendorong hukum untuk tidak hanya dipahami sebagai sekumpulan aturan yang kaku, tetapi juga sebagai sebuah sistem simbol yang dinamis. Sistem ini harus terus berkembang dan beradaptasi seiring dengan perubahan dalam struktur sosial dan teknologi, sehingga hukum dapat terus memainkan peran utamanya dalam menjaga ketertiban sosial dan menegakkan keadilan. Oleh karena itu, pemahaman tentang simbolisme hukum dalam konteks digital ini sangat penting untuk melihat bagaimana simbol-simbol hukum baru diciptakan, diadopsi, dan diadaptasi untuk menghadapi realitas hukum yang baru, serta bagaimana hal ini memengaruhi persepsi masyarakat terhadap keadilan, legitimasi hukum, dan hak asasi manusia di dunia maya.

 

Simbolisme Hukum Tradisional dan Tantangan di Era Digital

Simbol-simbol fisik yang selama ini kita kenal, seperti patung Dewi Keadilan dengan timbangan, pedang, dan penutup mata, atau bangunan pengadilan yang megah, telah lama menjadi representasi visual dari konsep-konsep abstrak seperti keadilan, kepastian, kemanfaatan, dan ketertiban hukum. Dewi Keadilan, sebagai simbol yang paling dikenal, menggambarkan keadilan yang tidak memihak, pertimbangan yang seimbang, serta kekuasaan yang ditegakkan dengan aturan yang adil. Dalam dunia hukum, simbol-simbol ini berperan penting sebagai jembatan antara konsep abstrak keadilan dengan pemahaman masyarakat tentang hukum dan peranannya.

Namun, era digital membawa dimensi baru dalam simbolisme hukum. Simbol-simbol tradisional yang selama ini dianggap mampu menyampaikan nilai-nilai hukum secara universal mulai dianggap tidak memadai dalam menghadapi tantangan hukum di dunia digital. Dunia maya dan teknologi digital telah mengubah interaksi sosial dan ekonomi, yang kemudian menuntut hukum untuk lebih responsif dalam menangani isu-isu baru, seperti privasi data, keamanan siber, hak digital, serta kejahatan dunia maya. Simbolisme hukum kini harus lebih dari sekadar representasi fisik; ia harus bisa mencerminkan realitas baru yang jauh lebih kompleks dan dinamis.

Seiring dengan transformasi dari hukum yang bersifat fisik ke hukum digital, simbolisme hukum juga mengalami perubahan. Simbol-simbol fisik yang sebelumnya dianggap sebagai bagian penting dari proses hukum mulai terkikis atau bahkan dilupakan. Simbolisme hukum yang bersifat fisik kini bergeser ke arah simbol-simbol yang lebih abstrak, seperti hak atas privasi data, enkripsi, kecerdasan buatan, dan perlindungan hak digital. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi sistem hukum, di mana simbol-simbol ini harus mencerminkan realitas yang dihadapi dalam praktik hukum modern, tanpa kehilangan esensi dari keadilan itu sendiri.

Tinjauan Filosofis Tentang Simbol dan Simbolisme Hukum

Dalam rangka memahami simbolisme hukum dalam era digital, pemikiran filsuf seperti Ernst Cassirer dapat menjadi acuan penting. Cassirer, yang dikenal dengan teorinya tentang manusia sebagai animal symbolicum atau makhluk simbolik, menekankan bahwa simbol bukan hanya merefleksikan realitas, tetapi juga membentuk cara manusia berinteraksi dan memahami dunia. Menurut Cassirer, hukum bisa dipahami sebagai simbol yang merefleksikan dan membentuk tatanan sosial. Dalam karyanya yang berjudul An Essay on Man: An Introduction to a Philosophy of Human Culture (1944), Cassirer menjelaskan bahwa manusia membentuk realitas melalui sistem simbol seperti bahasa, seni, mitos, dan hukum. Dalam konteks hukum digital, simbol-simbol baru seperti hak privasi data, keamanan informasi, dan perlindungan hak digital menjadi representasi baru dari nilai-nilai keadilan dan hak asasi manusia. Simbolisme ini, sesuai dengan pandangan Cassirer, bukanlah representasi statis, melainkan sistem yang terus berkembang seiring dengan perubahan sosial dan teknologi.

Selain itu, dalam karyanya yang lain, The Philosophy of Symbolic Forms, Volume 2: Mythical Thought (1955), Cassirer menjelaskan bahwa hukum adalah bagian dari sistem simbolik yang mirip dengan mitos dan agama, di mana hukum berfungsi untuk membentuk realitas sosial dan memberikan panduan moral melalui simbol dan aturan yang dapat dipahami oleh masyarakat. Simbolisme ini penting untuk menjaga kohesi sosial dan ketertiban dalam masyarakat, terutama dalam konteks hukum digital, di mana tantangan baru muncul dan memerlukan simbolisme hukum yang relevan dengan realitas digital. Dalam dunia digital, hukum harus dapat dikomunikasikan melalui simbol-simbol yang relevan, seperti standar keamanan informasi atau hak untuk mengontrol data pribadi. Simbol-simbol ini harus mampu mencerminkan prinsip-prinsip transparansi, keadilan sosial, dan perlindungan hak asasi manusia. Prinsip-prinsip ini berlaku untuk berbagai isu kontemporer, seperti bias algoritmik dan keadilan digital, di mana hukum perlu memperkuat posisinya dengan simbolisme yang mencerminkan keadilan modern.

Digital Human in Law Symbolicum: Evolusi Simbolisme Hukum di Era Digital

Konsep Digital Human in Law Symbolicum merujuk pada transformasi hukum di era digital, di mana simbol-simbol hukum bergeser dari yang bersifat fisik menjadi lebih abstrak dan terdesentralisasi. Hukum di era digital tidak lagi terbatas pada representasi fisik, tetapi meluas ke dunia maya, di mana simbol-simbol hukum mencakup konsep seperti data privasi, keamanan siber, dan hak digital. Simbolisme hukum ini memerlukan reinterpretasi dari konsep-konsep tradisional yang selama ini dikenal. Misalnya, konsep “data privasi” sebagai simbol hukum tidak hanya menjadi istilah teknis, tetapi mencerminkan prinsip-prinsip keadilan dan hak asasi manusia. Keamanan siber juga menjadi bagian penting dari simbolisme keadilan modern, di mana perlindungan infrastruktur digital dan informasi pribadi dianggap sebagai bagian integral dari keadilan. Meskipun simbol-simbol tradisional seperti Dewi Keadilan tetap ada, tantangan baru muncul dalam penerapan hukum di era digital.

Isu-isu keadilan sosial, hak asasi manusia, dan reformasi hukum menuntut simbolisme hukum yang mampu mencerminkan realitas yang terus berkembang. Pengadilan yang sebelumnya menjadi simbol fisik keadilan kini mulai diakses secara virtual melalui platform digital. Simbolisme ini bergeser dari ruang fisik menuju layar digital yang terhubung secara global. Dalam transformasi ini, keadilan dan legitimasi hukum tidak lagi didukung oleh kehadiran fisik, tetapi oleh transparansi, aksesibilitas, dan teknologi yang memastikan proses hukum yang adil. Penggunaan teknologi seperti kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) dalam sistem peradilan menjadi simbol baru dari kecepatan, akurasi, dan keadilan yang diharapkan oleh masyarakat modern. Namun, teknologi ini juga membawa tantangan baru, seperti bias algoritmik, yang dapat merusak prinsip keadilan dan ketidakberpihakan dalam hukum.

Transformasi Simbol Hukum: Dari Fisik ke Digital

Di era digital, simbolisme hukum bergeser ke arah isu-isu privasi data dan hak digital. Simbolisme ini menjadi bagian dari keadilan modern yang harus ditegakkan. Namun, simbolisme ini juga memerlukan regulasi yang dapat diterima secara global, mengingat sifat terdesentralisasi dari internet dan dunia maya. Penggunaan teknologi, seperti kecerdasan buatan dalam penegakan hukum, juga membawa risiko bias algoritmik yang dapat merusak keadilan. Oleh karena itu, simbolisme hukum harus terus berkembang agar tetap relevan dengan realitas teknologi yang berubah. Era digital tidak hanya mengubah cara kita berinteraksi, tetapi juga membawa perubahan mendasar terhadap simbolisme hukum. Digital Human in Law Symbolicum menunjukkan bahwa hukum di era digital tidak lagi terikat pada simbol-simbol fisik tradisional, tetapi berkembang menjadi bentuk-bentuk yang lebih abstrak dan virtual. Simbolisme hukum harus terus berkembang dan beradaptasi dengan perubahan teknologi dan sosial, sehingga keadilan tetap dapat ditegakkan, baik di dunia fisik maupun digital.

Referensi

Cassirer, E. (1944). An Essay on Man: An Introduction to a Philosophy of Human Culture. Yale University Press.

Cassirer, E. (1955). The Philosophy of Symbolic Forms. Yale University Press.

Katsh, E. & Rabinovich-Einy, O. (2017). Digital Justice: Technology and the Internet of Disputes. Oxford University Press.

Langer, S. K. (1942). Philosophy in a New Key: A Study in the Symbolism of Reason, Rite, and Art. Harvard University Press.

Solove, D. J. (2004). The Digital Person: Technology and Privacy in the Information Age. NYU Press.

Murray, A. (2016). Information Technology Law: The Law and Society. Oxford University Press.

.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published.