Energi Bersih untuk Kualitas Hidup Anak Indonesia yang Lebih Baik

Government policy and personal action are needed to protect children from pollutants effectively. And when we protect our families, we usually save the planet too.

(Coelen F Moere dalam Children and Pollution, Why Scientists Disagree?)

Laporan IQAir pada Juni 2023 menunjukkan bahwa Jakarta menempati peringkat pertama selama dua minggu berturut-turut sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Pada waktu yang sama, terjadi peningkatan drastis dari infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang dilaporkan di Jakarta. Sebanyak 156.000 orang terdiagnosis penyakit ISPA,  dengan 41.000 di antaranya merupakan bayi di bawah lima tahun. Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 31% dari jumlah penderita ISPA yang terlaporkan dari bulan sebelumnya(Zhuhri, 2023). Peningkatan penyakit ISPA tersebut berkorelasi dengan kondisi polusi udara pada titik terburuk yang pernah tercatat di Jakarta.

Permasalahan polusi udara di Jakarta merupakan masalah yang tidak kunjung usai. Menurut laporan Kompas (2023), rerata jumlah partikel polusi (PM 2.5) secara konsisten bernilai 7 sampai 10 kali lipat lebih tinggi dari standar polusi udara WHO (Yuniarto, 2023). PM 2.5 merupakan polutan  berukuran kecil yang memiliki ukuran kurang dari 2.5 mikrogram. Partikel polusi tersebut dapat dengan mudah masuk ke dalam sistem pernapasan dan mengakibatkan berbagai masalah kesehatan. Polusi udara di Jakarta menyebabkan lebih dari 10.000 kematian, 5.000 pasien dirujuk ke rawat inap, dan 7.000 anak mengalami berbagai masalah kesehatan setiap tahunnya(Arif, 2023a).

Terdapat perdebatan mengenai sumber utama polusi udara di Jakarta. Pemerintah, melalui menteri Kementerian Lingkungan Hidup  dan Kehutanan,  menjelaskan bahwa sumber polutan berasal dari emisi transportasi dan manufaktur industri (CNN Indonesia, 2023). Sementara itu, lembaga riset independen Indonesia menyebutkan bahwa Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menjadi sumber utama  polusi di Jakarta (BBC Indonesia, 2023). Terdapat 14 PLTU dalam radius 100 Km dari Jakarta. Pembakaran batubara menghasilkan asap dan residu yang mencemari udara Jakarta(Arif, 2023a). Tidak adanya keterbukaan data dan sumber data yang valid mengenai emisi PLTU menyebabkan perbedaan tafsir dan narasi berkaitan dengan sumber emisi di  Jakarta. Keterbukaan data terkait sumber emisi dapat berperan dalam merumuskan kebijakan yang tepat untuk menyelesaikan masalah polusi udara dan masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh polusi udara(Safitri, 2023). Namun demikian, di balik beragam perspektif mengenai sumber polusi utama di Jakarta, polusi udara di Jakarta berasal dari energi kotor yang berasal dari batu bara dan fosil.

Permasalahan polusi udara berdampak secara multidimensi pada kehidupan anak. Polusi udara tidak hanya berdampak pada kesehatan anak(WHO, 2023), tetapi juga akan berdampak pada kecerdasan, daya ingat, dan gangguan neurologis. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dengan paparan polusi tinggi cenderung mendapatkan skor lebih rendah dalam tes kemampuan kognitif. Polusi udara akan berdampak pada sepanjang hidup anak. (Arif, 2023b) Secara jangka panjang, polusi udara berkaitan dengan penurunan kualitas Sumber Daya Manusia dan kerugian ekonomi bagi negara (Greenpeace Indonesia, 2020). Pencegahan dan penanggulangan terhadap polusi udara tidak cukup dengan aksi personal. Beberapa aksi personal misalnya; aksi mengurangi penggunaan kantong plastik, aksi menggunakan sepeda ke kantor, dan aksi membawa botol minum pribadi. Aksi personal perlu diiringi dengan perubahan dalam tataran sistem karena keduanya saling berkaitan. Lebih lanjut, esai ini akan menjelaskan pentingnya transisi  menuju energi bersih untuk kesejahteraan anak yang lebih baik di masa mendatang.

Polusi Udara dan Kesehatan Anak

Polusi udara memberikan dampak yang tidak proporsional pada masyarakat dari kelompok sosio-demografi tertentu. Kelompok anak-anak memiliki kerentanan yang unik terhadap dampak dari polusi udara. Kerentanan dampak polusi  bahkan terjadi semenjak masa kandungan. Beberapa jenis polutan udara, seperti timbal (Pb) yang dihasilkan dari PLTU dan bahan bakar fosil dari kendaraan, dapat masuk ke dalam janin melalui plasenta (Yulinawati et al., 2019). Paparan polusi pada ibu hamil berkaitan dengan dampak buruk terhadap perkembangan janin, peningkatan risiko kelainan bawaan, peningkatan risiko kematian, dan bahkan keguguran janin (Huang et al., 2018). Polusi udara yang terhirup juga dapat masuk ke peredaran darah dan akhirnya terkumpul dalam air susu ibu (ASI). Partikel polusi udara  berukuran kecil dan tidak kasat mata  dapat dengan mudah masuk ke tubuh bayi melalui berbagai macam jalur (Goldizen et al., 2016).

Selain itu, dalam pola pertumbuhan yang sehat, anak-anak memiliki fase eksplorasi dimana mereka akan cenderung berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya. Anak-anak juga  gemar melakukan aktivitas di luar ruangan seperti bermain dan berolahraga. Aktivitas demikian merupakan cara anak untuk bertumbuh, berkembang, serta memahami dunianya (Bento & Dias, 2017). Namun, aktivitas anak-anak di luar ruangan menyebabkan peningkatan laju pernapasan dan menyebabkan mereka menghirup polusi lebih banyak dibandingkan dengan orang dewasa (Vanos, 2015). Menurut data Unicef (2016), terdapat 300 juta anak di seluruh dunia tinggal di lingkungan polusi udara luar ruangan yang paling beracun. Anak-anak di seluruh dunia terpapar oleh polusi di luar dan di dalam ruangan. Hampir 80% anak di rumah tangga di pedesaan  India terpapar polusi udara di dalam ruangan karena pembakaran biomassa. Rumah tangga di pedesaan  terutama di keluarga  ekonomi rendah cenderung menggunakan energi kotor seperti kayu dan arang untuk memasak (World Economic Forum, 2016).

Lebih jauh,  fisiologis anak yang masih berkembang dibandingkan dengan kelompok dewasa menjadikan anak-anak lebih rentan terhadap masalah kesehatan. Paru-paru anak masih belum berkembang sempurna setidaknya hingga usia 8 tahun. Paru-paru anak juga belum memiliki kemampuan regenerasi sebaik kelompok dewasa(Bateson & Schwartz, 2008). Paparan paru-paru yang sedang berkembang terhadap polusi udara dapat mempengaruhi sistem pernapasan anak secara jangka panjang. Di masa yang akan datang, anak-anak yang terpapar polusi udara akan lebih rentan mengidap komplikasi terkait sistem pernapasan dan bahkan mengalami kematian (Bateson & Schwartz, 2008; Korten et al., 2017). Laporan UNICEF (2016) mengenai Udara Bersih untuk Anak menjelaskan bahwa hampir 600.000 anak setiap tahunnya meninggal karena polusi udara di dalam dan luar ruangan.

Akan tetapi tentunya, kondisi paparan anak-anak terhadap polusi udara berbeda-beda pada setiap kelompok sosial dan ekonomi. Anak-anak yang tinggal di pemukiman kumuh mengalami kondisi paparan polusi yang berbeda dengan anak-anak yang tinggal di pemukiman layak. Misalnya, pemukiman kumuh seringkali memiliki tingkat polusi udara yang lebih tinggi. Kondisi ventilasi yang kurang terstandar juga membuat pemukiman kumuh rentan terhadap paparan polusi sepanjang waktu. Kondisi demikian menyebabkan anak-anak di lingkungan kumuh memiliki risiko dan dampak yang lebih besar terhadap penyakit ISPA (Douglass, 2004; Rentschler & Leonova, 2023).  Menurut data BPS, terdapat 42,14% dari anak-anak Indonesia yang berada di usia 0-17 tahun masih belum memiliki hunian yang layak pada tahun 2022 (BPS, 2023). Sementara itu, di DKI Jakarta, tercatat sebanyak 1,77 juta rumah tangga belum mempunyai hunian layak (Ato & Dany, 2023).

Kelompok masyarakat  miskin dan kelompok minoritas   merupakan kelompok yang paling dirugikan dalam kasus polusi udara. Masyarakat miskin dan kelompok minoritas  cenderung menetap di lingkungan berpolusi karena keterbatasan dana yang mereka hadapi (Thiaragajan, 2023). Pabrik dan aktivitas industri umumnya berada di daerah dengan ekonomi masyarakat yang rendah (World Economic Forum, 2016). Kasus PLTU Indramayu menjadi salah satu contoh bagaimana masyarakat bergulat dengan polusi udara. PLTU Indramayu menggunakan sistem cofiring yang mana PLTU menggunakan campuran batu bara dan biomassa sebagai sumber energi. Alih-alih mengurangi emisi karbon, sistem cofiring justru melepaskan emisi karbon yang lebih besar. Asap pekat menyelimuti perkampungan mereka dan berdampak pada peningkatan ISPA pada bayi setiap tahunnya di dua kecamatan yang berdekatan dengan PLTU Indramayu(Sawal, 2024).

Kematian akibat polusi udara umum terjadi di negara berkembang. Peraturan perundang-undangan yang lemah, banyaknya pemukiman kumuh, standar emisi kendaraan yang kurang ketat,  PLTU masih jamak ditemui merupakan beberapa alasan dari masalah polusi udara di negara berkembang (UNICEF, 2019).  Sistem kesehatan yang buruk di negara berkembang juga semakin memperburuk kondisi yang ada. Polusi, keterpaparan, dan kemiskinan merupakan tiga hal yang saling saling berkaitan (Rentschler & Leonova, 2023). 

Transisi Energi untuk Kesejahteraan Hidup Anak

 Transisi energi merupakan salah satu jalan menuju peningkatan kualitas hidup anak-anak Indonesia. Energi bersih berkaitan erat dengan kualitas udara yang lebih baik. Pemerintah mendorong pengurangan penggunaan batu bara dan mendorong pembangunan pembangkit listrik dari sumber terbarukan sebagai upaya transisi energi. Akan tetapi, penurunan penggunaan batu bara masih  menjadi pekerjaan rumah bagi Indonesia. Emisi yang ditimbulkan oleh tenaga batu bara di Indonesia melonjak 56 persen dari 2015 sampai 2022(Kompas, 2023). Sementara itu, energi terbarukan masih belum meningkat secara signifikan di Indonesia. Pada 2022, sebagian besar energi di Indonesia masih bersumber dari energi kotor dengan bauran paling besar adalah batu bara (42,4%)(Sekretariat Jenderal Dewan Energi Nasional, 2024). Rendahnya kesiapan teknologi Indonesia dalam menyambut EBT menimbulkan persepsi bahwa bahan bakar fosil dinilai masih lebih menggiurkan dibandingkan dengan EBT(Alexander, 2023).

 

Beberapa pihak menyebutkan bahwa pemerintah kurang konsisten dalam upaya transisi energi. Indonesia berupaya untuk menjaring dana untuk program transisi energi dari Just Energy Transition Partnership (JETP). Namun di sisi lain,  Indonesia masih merencanakan pembangunan PLTU berkapasitas 18,8 gigawatt. Indonesia juga telah merilis izin untuk pembangunan PLTU bagi sektor pengelolaan mineral dan industri manufaktur. Langkah pemerintah berbanding terbalik dengan tujuan pengurangan emisi karbon hingga 290 juta ton di sektor kelistrikan(Tempo, 2023)[23]. JETP menargetkan Indonesia mencapai 34 persen listrik dari energi terbarukan pada 2030 (Edianto, 2022b). Indonesia harus mulai menghentikan penggunaan PLTU pada 2020 untuk mencapai bebas emisi pada 2050 (Edianto, 2022a). Laporan Institute for Essential Service Reform (IESR) menjelaskan bahwa salah satu kemajuan Indonesia dalam transisi energi adalah Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN-2019-2028)(IESR, 2023). RUKN menjadi dasar rencana untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) dalam pengurangan emisi dalam bidang kelistrikan. Indonesia telah memiliki basis hukum yang kuat terkait dengan pengembangan EBT dalam sektor kelistrikan. Akan tetapi, instrumen hukum tersebut masih belum diikuti dengan implementasi yang baik.

Sejauh ini, pembahasan mengenai urgensi transisi energi dalam upaya pemenuhan hak anak belum banyak dibahas dalam RPJMN 2025-2029. Pembahasan mengenai Energi Terbarukan masih terbatas pada pembahasan teknologi energi terbarukan (IESR, 2022).  Padahal, pembahasan mengenai anak dan transisi energi berkaitan dengan transisi yang berkeadilan. Salah satu poin dari transisi berkeadilan dari ILO dalam Perjanjian Paris adalah untuk membangun komunitas yang tangguh dan adaptasi terhadap dampak dari perubahan iklim. Pembahasan mengenai transisi yang berkeadilan baru sebatas pembahasan mengenai program-program proteksi sosial dalam kerangka transisi yang berkeadilan. Laporan International Labour Organisation (ILO) mengenai transisi berkeadilan menjelaskan bahwa terdapat beberapa program pemerintah yang disiapkan dalam kerangka transisi energi. Pemerintah memastikan bahwa program-program proteksi sosial yang ada mencakup anak dan kelompok rentan (Tsuruga & Brimblecombe, 2024). Jarangnya diskusi mengenai kondisi rentan yang dialami oleh anak dalam situasi rentan disebabkan karena pemerintah dan pihak terkait kerap kali melupakan diskusi  mengenai hak  dan perspektif anak (UNICEF, 2022).

Belajar dari kasus Jakarta, penggunaan energi kotor dari transportasi dan PLTU berdampak buruk pada kesehatan anak. Keseriusan pemerintah untuk mencapai energi bersih adalah upaya pencegahan masalah serupa di daerah-daerah lainnya. Transisi menuju energi bersih menjadi upaya untuk mencapai keadilan antar generasi dengan memenuhi hak-hak anak untuk hidup, tumbuh dan berkembang secara layak. Kebijakan yang tegas dalam upaya transisi energi untuk dapat melindungi anak, keluarga, dan juga bumi kita. Aksi pribadi untuk mengurangi polusi udara tidaklah cukup untuk menghentikan kerusakan lingkungan yang terjadi secara sistemik (Moore, 2009). Aksi pribadi perlu dibarengi dengan keseriusan pemerintah dalam menciptakan serta mengupayakan energi bersih.

Referensi

Alexander, H. B. (2023). Kesiapan Transisi Energi di Indonesia Jalan di Tempat. Kompas.com. https://lestari.kompas.com/read/2023/12/18/110000586/kesiapan-transisi-energi-indonesia-jalan-di-tempat

Arif, A. (2023a). Umur dan Masa Depan Anak yang Hilang dalam Polusi Udara Jakarta. Kompas.id. https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/03/29/umur-dan-kesehatan-yang-hilang-dalam-polusi-udara-jakarta?open_from=Search_Result_Page

Arif, A. (2023b, September 20). Paparan Polusi Udara Saat Kanak-kanak Dikaitkan dengan Kematian Dini. Kompas.id. https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/09/20/paparan-polusi-udara-saat-kanak-kanak-dikaitkan-dengan-kematian-dini

Ato, S., & Dany, F. W. (2023). Jakarta Krisis Hunian Layak. Kompas.id. https://www.kompas.id/baca/metro/2023/08/05/jakarta-krisis-hunian-layak

Bateson, T. F., & Schwartz, J. (2008). Children’s response to air pollutants. Journal of Toxicology and Environmental Health – Part A: Current Issues, 71(3), 238–243. https://doi.org/10.1080/15287390701598234

BBC Indonesia. (2023). Polusi udara Jakarta: PLTU berbasis batu bara di sekitar ibu kota “berkontribusi besar” mengotori udara – Mengapa pemerintah dinilai “tidak berani perketat aturan”? BBC Indonesia.

Bento, G., & Dias, G. (2017). The importance of outdoor play for young children’s healthy development. Porto Biomedical Journal, 2(5), 157–160. https://doi.org/10.1016/j.pbj.2017.03.003

BPS. (2023). Kesejahteraan Anak Indonesia: Analisis Kemiskinan Anak Moneter 2022.

CNN Indonesia. (2023). Bukan Kendaraan, Studi Ungkap Sumber Polusi Udara Sesungguhnya. CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20230830150226-199-992444/bukan-kendaraan-studi-ungkap-sumber-polusi-udara-sesungguhnya

Douglass, M. (2004). The livability of mega-urban regions in Southeast Asia-Bangkok, Ho Chi Minh City, Jakarta and Manila compared. International Conference on The Growth Dynamics of Mega-Urban Region in East and Southeast Asia, 284–319.

Edianto, A. S. (2022a). Can Indonesia really achieve a net zero power sector by 2040? Ember Climate. https://ember-climate.org/insights/commentary/can-indonesia-really-achieve-a-net-zero-electricity-sector-by-2040/

Edianto, A. S. (2022b). How does Indonesia’s JETP compare to net zero pathways? Ember Climate. https://ember-climate.org/insights/commentary/how-does-indonesias-jetp-compare-to-net-zero-pathways/

Goldizen, F. C., Sly, P. D., & Knibbs, L. D. (2016). Respiratory effects of air pollution on children. Pediatric pulmonology, 51(1), 94–108. https://doi.org/10.1002/ppul.23262

Greenpeace Indonesia. (2020). Kerugian Ekonomi akibat Polusi Udara Capai 11 Miliar USD. Greenpeace Indonesia. https://www.greenpeace.org/indonesia/siaran-pers/4613/kerugian-ekonomi-akibat-polusi-udara-capai-11-miliar-usd/

Huang, S., Xia, W., Sheng, X., Qiu, L., Zhang, B., Chen, T., Xu, S., & Li, Y. (2018). Maternal lead exposure and premature rupture of membranes: A birth cohort study in China. BMJ Open, 8(7), 1–7. https://doi.org/10.1136/bmjopen-2018-021565

IESR. (2022). Pensiun Dini PLTU Faktor Penentu Capai NZE yang Ambisius. IESR. https://iesr.or.id/tag/rpjmn

IESR. (2023). Policy Assessment: Renewable Energy Development in Indonesia’S Power Sector.

Kompas. (2023). Komitmen Indonesia Menurunkan Emisi. Kompas.id. https://www.kompas.id/baca/opini/2023/12/04/komitmen-menurunkan-emisi

Korten, I., Ramsey, K., & Latzin, P. (2017). Air pollution during pregnancy and lung development in the child. Paediatric Respiratory Reviews, 21, 38–46. https://doi.org/10.1016/j.prrv.2016.08.008

Moore, C. F. (2009). Protect Your Familiy, Protect Our Planet. In Children and Pollution (hal. 239). Oxford University Press.

Rentschler, J., & Leonova, N. (2023). Global air pollution exposure and poverty. Nature Communications, 14(1), 1–11. https://doi.org/10.1038/s41467-023-39797-4

Safitri, I. (2023). Polemik Sumber Polusi Udara Pemerintas Vs Non Pemerintah: Pentingnya Keterbukaan Data Emisi PLTU. Megashift Fisipol UGM. https://megashift.fisipol.ugm.ac.id/2023/11/08/polemik-sumber-polusi-udara-pemerintah-vs-nonpemerintah-pentingnya-keterbukaan-data-emisi-pltu/

Sawal, R. (2024). Polusi Udara dari PLTU Co-Firing Indramayu, Balita Rawan Terserang ISPA. Mongabay. https://www.mongabay.co.id/2024/01/30/polusi-udara-dari-pltu-co-firing-indramayu-balita-rawan-terserang-ispa-1

Sekretariat Jenderal Dewan Energi Nasional. (2024). Laporan Analisis Neraca Energi. https://den.go.id/publikasi/neraca-energi

Tempo. (2023). Inkonsistensi Program Transisi Energi. Tempo.co. https://majalah.tempo.co/read/opini/169463/inkonsistensi-transisi-energi

Thiaragajan, K. (2023). Why clean air is a luxury that many can’t afford. BBC. https://www.bbc.com/future/article/20231017-why-clean-air-is-a-luxury-that-many-cant-afford

Tsuruga, I., & Brimblecombe, S. (2024). Just Energy Transition in Indonesia: The Role of Social Protection in Facilitating the Process. https://webapps.ilo.org/wcmsp5/groups/public/—asia/—ro-bangkok/—ilo-jakarta/documents/publication/wcms_908915.pdf

UNICEF. (2016). Pollution: 300 million children breathing toxic air. Unicef. https://www.unicef.org/press-releases/pollution-300-million-children-breathing-toxic-air-unicef-report

UNICEF. (2019). Air pollution hurts the poorest most. Unicef. https://www.unep.org/news-and-stories/story/air-pollution-hurts-poorest-most

UNICEF. (2022). Discussion brief – achield rights lens to just transition.

UNICEF. (2016). Clear the air for children. Unicef.

Vanos, J. K. (2015). Children’s health and vulnerability in outdoor microclimates: A comprehensive review. Environment International, 76, 1–15. https://doi.org/10.1016/j.envint.2014.11.016

WHO. (2023). More than 90% of the world’s children breathe toxic air every day. WHO. https://www.who.int/news/item/29-10-2018-more-than-90-of-the-worlds-children-breathe-toxic-air-every-day

World Economic Forum. (2016). This map shows how many millions of children are exposed to dangerously high levels of pollution. World Economic Forum. https://www.weforum.org/agenda/2016/12/300-million-children-are-breathing-extremely-polluted-air-here-s-where-the-problem-is-worst

Yulinawati, H., Zulaiha, S., Pristianty, R., & Siami, L. (2019). Kontribusi Metropolitan terhadap Polutan Udara Berbahaya Timbal dan Merkuri dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (Batu Bara). Seminar Nasional Pembangunan Wilayah dan Kota Berkelanjutan, 1(1), 21–30. https://doi.org/10.25105/pwkb.v1i1.5256

Yuniarto, T. (2023). Polusi Udara di Jakarta Semakin Parah. Kompas.id. https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/polusi-udara-di-jakarta-semakin-parah

Zhuhri, M. F. (2023). Polusi Udara Jakarta, 41 Ribu Balita Terkena ISPA. Media Indonesia. https://mediaindonesia.com/megapolitan/608848/polusi-udara-jakarta-41-ribu-balita-terkena-ispa

 

.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published.