Dinamika Representasi Politik Perempuan dalam Menghadapi Tantangan Intoleransi Gender

Tahun 2024 yang merupakan tahun demokrasi bagi Masyarakat Indonesia menjadi fokus utama untuk melihat perempuan di dalam arena politik terkhusus pada pembuatan kebijakan. Dalam konteks ini, menjadi pertanyaan penting dan perlu dievaluasi apakah perempuan dalam politik hanya dihadirkan sebagai simbol atau benar-benar memiliki pengaruh nyata dalam pembuatan kebijakan dan implementasinya. Representasi politik perempuan di Indonesia masih tergolong minim, banyak sekali persoalan diskriminasi gender di Indonesia yang masih perlu dibenahi terkhusus dalam kancah perpolitikan di Indonesia. Ketimpangan antara perempuan dan laki-laki sangat tidak proporsional, dilihat dari peran pengambilan keputusan dan kebijakan publik yang ada di Parlemen.

Jika laki-laki lebih dominan dalam proses perumusan kebijakan, ini dapat menggambarkan ketidakproporsionalan yang lebih dalam dalam hal pengaruh politik. Menjadi perhatian khusus bagaimana kebijakan-kebijakan tersebut kemudian diimplementasikan, karena implementasi yang adil dan inklusif juga menjadi faktor penting dalam mencapai kesetaraan gender. Setelah muncul banyak sekali tuntutan agar perempuan memiliki kuota tersendiri dalam keterlibatannya di dunia politik, Indonesia kemudian menjamin keterwakilan perempuan dalam sejumlah undang-undang.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 dijelaskan mengenai keterwakilan perempuan di dalam pemilihan umum yang menyertakan paling sedikit 30% keterwakilan perempuan pada urusan politik tingkat pusat dan pendaftaran calon legislatif. Terdapat beberapa negara yang saat ini keterwakilan perempuan dalam parlemen diatas 30%. Posisi pertama ditempati oleh Rwanda dengan total 61,3% keterwakilan perempuan, lalu diikuti oleh Kuba (53,2%) pada posisi kedua dan Bolivia (53,1%) di posisi ketiga. Untuk saat ini Indonesia berada pada posisi ke-104 dengan keterwakilan perempuan hanya 20,3% (IPU, 2020).

Ada perbedaan yang signifikan antara jumlah perempuan dan laki-laki dalam pengambilan keputusan di parlemen. Ini menunjukkan bahwa perempuan masih belum sepenuhnya diwakili dalam arena politik, meskipun ada peningkatan dalam partisipasi perempuan dalam politik. Penting untuk menilai sejauh mana peran mereka dalam merumuskan kebijakan yang berdampak pada masyarakat. Penjaminan hak politik perempuan di Indonesia belum berjalan seutuhnya. Kebijakan yang dibuat tidak semudah itu bisa masuk di lingkungan masyarakat dan banyak sekali hambatan dalam implementasi kebijakan tersebut. Perempuan di Indonesia masih tergolong minim dalam keterwakilan politik dikarenakan banyak faktor yang memberikan dampak tidak seimbang antara hak perempuan dan hak laki-laki.

Perbedaan perempuan dan laki-laki dalam segala bidang sudah mengakar erat di masyarakat, sehingga perempuan merupakan golongan yang sulit terkhusus untuk memasuki dunia politik karena stereotip yang telah mengakar bahwa dunia politik sudah kental isi dan kaitannya dengan laki-laki memberikan stigmatisasi tersendiri, padahal pada dasarnya perempuan dalam politik merupakan suatu keseimbangan peran dalam pengambilan suatu regulasi di negara yang masyarakatnya bukan hanya laki-laki saja tapi terdapat perempuan juga. Budaya patriarki memberikan stereotip terhadap perempuan dan politik sehingga membangun stigma yang menjadikan suatu pola pikir yang mengakar, kebanyakan beranggapan bahwasanya perempuan dan politik itu memiliki dinding besar penghalang seolah dua dunia yang berbeda.

Menurut Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (2023) memberikan pandangan bahwa seringkali ditemukan penilaian bahwa calon legislatif perempuan kurang dianggap memiliki kapasitas yang memadai untuk menjadi wakil rakyat, sementara calon legislatif laki-laki jarang mendapat pertanyaan mengenai kemampuan kepemimpinan mereka.  Pandangan seperti ini harus diluruskan karena perempuan juga memiliki kapabilitas dalam memasuki dunia politik untuk itu dalam perumusan suatu kebijakan perempuan harus diikutsertakan, sehingga regulasi yang dihasilkan tidak mengalami ketimpangan karena perempuan juga memiliki suara atas kebutuhan mereka dalam kehidupan bermasyarakat di negara Indonesia. Keterwakilan perempuan dalam politik bukan untuk menyudutkan dominasi laki-laki akan tetapi lebih kepada keseimbangan peran dalam pengambilan keputusan, politik bukan soal menang-kalah dalam pemilu atau berebut jabatan tinggi, melainkan politik ditujukan untuk memperjuangkan kepentingan hak asasi manusia dan kebijakan seluruh warga negara di wilayah tersebut yang lebih inklusif.

Keterwakilan perempuan di parlemen juga sangat penting dalam pengambilan keputusan publik karena akan berimplikasi pada kualitas legislasi yang dihasilkan lembaga negara dan publik (Wahyudi, 2019). Perlu adanya sosialisasi mengenai kuota perempuan dalam politik di Indonesia kepada masyarakat sehingga kebijakan ini akan mampu memberikan pandangan baru terhadap perempuan dalam politik di masyarakat. Partisipasi perempuan dalam posisi kepemimpinan memiliki signifikansi yang besar dalam upaya menghindari peningkatan jumlah peraturan dan kebijakan yang bersifat diskriminatif terhadap perempuan (Fitriyani dkk, 2022).

 Marginalisasi kelompok perempuan di Indonesia menjadi faktor yang mempengaruhi rendahnya keterwakilan politik perempuan (Budiatri, 2011). Perempuan dipandang menjadi pilihan kedua dalam kontestasi politik di Indonesia dikarenakan dominasi politik oleh laki-laki. Kelompok perempuan dalam struktur kepengurusan legislatif di Indonesia masih dikesampingkan dan selalu menjadi objek dalam pengambilan suatu keputusan bukan sebagai subjek, hal ini akan menjadi lumrah ketika dibiarkan berulang, dalam mengatasi hal ini pemerintah harus mampu mengakomodir jabatan penting terkhusus bagi perempuan, agar dapat memberikan suara terkait isu perempuan di negara dan mendapat hak dalam menentukan serta merumuskan suatu kebijakan pemerintah.

Partai politik menjadi suatu perantara yang memiliki fokus utama dalam pengembangan partisipasi politik di Indonesia, akan tetapi kebanyakan partai politik hanya berorientasi pada elektabilitas partai. Kebijakan ini harus dapat diarahkan dan dioptimalkan dalam pelaksanaannya agar mampu memberikan ruang pada perempuan untuk bukan hanya menyuarakan tapi dapat menetapkan kebijakan-kebijakan yang ada. Kebijakan kuota perempuan menjadi salah satu pertanyaan dikarenakan apabila hanya dikeluarkan menjadi suatu kebijakan hanya akan menjadi sia-sia, dalam implementasinya dibutuhkan mekanisme yang memastikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) memiliki pengawasan terhadap kuota yang harus ditekankan ke setiap partai politik.

Dukungan partai politik merupakan tonggak acuan bagi perempuan untuk memasuki dunia politik, partisipasi politik perempuan akan bertambah jika partai politik peka terhadap kebijakan kuota perempuan sehingga mampu menaikkan proporsi calon perempuan dalam politik dan juga sarana pemberdayaan perempuan (Balington, 2011). Kuota perempuan dalam keterwakilan politik harus dikaji ulang, jika dalam pelaksanaannya perempuan masih ditempatkan pada posisi akar rumput pada suatu lembaga, sama saja perempuan tidak punya ruang untuk menyuarakan aspirasi dalam penentuan suatu keputusan, disebabkan tidak adanya kekuatan dalam pengambilan keputusan sehingga masih ada ketidaksetaraan dalam posisi jabatan strategis di lembaga negara terkhusus pada penentuan keputusan publik.

            Partisipasi politik harus mampu menyelaraskan ketimpangan antara perempuan dan laki-laki, yang di mana partisipasi politik perempuan dan laki-laki harus ditentukan oleh kualitas dan kapabilitas seseorang untuk menghadirkan suatu rakyat dalam parlemen, apabila pandangan dan kontribusi perempuan sudah dapat diterima hal tersebut merupakan salah satu hal untuk menguatkan demokrasi sehingga mampu menghidupkan good governance di Indonesia. Mencapai kesetaraan dengan keadilan bukanlah tujuan yang bisa dicapai hanya dengan peningkatan jumlah perempuan yang terwakili di lembaga legislatif dan instansi pemerintahan lainnya. Tujuan ini perlu didukung oleh berbagai tindakan pendukung lainnya (Minch, 2012) tindakan pendukung tersebut terkhusus dalam iklim masyarakat yang inklusif dan adil yang lebih harus didukung untuk pengembangan kesetaraan gender yang mengedepankan pendewasaan intelektual dari masyarakat.

            Perempuan harus mampu untuk bergerak bersama dalam menyuarakan hak mereka dalam politik dan turut berperan aktif menyosialisasikan politik sehingga mampu mengubah pandangan masyarakat Indonesia yang telah mengakar mengenai politik dan perempuan, agar kedepannya masyarakat juga berperan untuk meningkatkan partisipasi politik perempuan di Indonesia. Penting untuk disadari bahwa kemajuan suatu bangsa bergantung pada penggunaan sumber daya manusia dengan optimal. Masyarakat yang lebih maju adalah masyarakat yang memiliki tingkat partisipasi yang tinggi. Oleh karena itu, keterlibatan perempuan dalam proses politik bukan hanya untuk menangani isu-isu gender khusus, melainkan juga merupakan langkah signifikan menuju politik yang lebih inklusif (Pandit, 2010). Perubahan inklusif diharapkan mampu melibatkan perubahan fundamental menjelang tahun 2024 yang penuh huru-hara politik dan mampu menjadi prioritas dalam pendekatan pembangunan, dengan fokus lebih besar pada pelayanan kepada dan perhatian terhadap kelompok-kelompok yang cenderung berada dalam posisi rentan dan terpinggirkan.

Referensi

Ballington, Julie. “Praktek Panduan Terbaik Untuk Meningkatkan Partisipasi Dan Politik Perempuan.” UNDP, 2011.

Budiatri, Aisah Putri. “Bayang-Bayang Afirmasi Keterwakilan Perempuan Di Parlemen Lndonesia.” Jurnal Studi Politik Universitas Indonesia l, no. 2 (2011). http://jurnalpolitik.ui.ac.id/index.php/jp/issue/download/19/6.

Fitriyani, V. N., Marsingga, P., & Hidayat, R. (2022). Pemerintahan dan Gender Studi Tentang Peran Perempuan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, 8.

Minch, M. I. (2012). WOMEN AND POLITICS. The Indian Journal of Political Science, 73(3), 489–492. http://www.jstor.org/stable/41852121

Pandit, L. A. (2010). POLITICAL LEADERSHIP OF WOMEN: CONSTRAINTS AND CHALLENGES. The Indian Journal of Political Science, 71(4), 1139–1148. http://www.jstor.org/stable/42748942

Wahyudi, Very. “Peran Politik Perempuan Dalam Persfektif Gender.” Politea : Jurnal Politik Islam 1, no. 1 (2019): 63–83. https://doi.org/10.20414/politea.v1i1.813.

Inter-Parliamentary Union. (2020). Women in Politics: 2020. www.ipu.org diakses pada tanggal 23 Oktober 2020

Perludem. (2023, Mei). Masa Pencalonan Bacaleg Berakhir, Perludem: Ada Kemunduran Terkait Keterwakilan Perempuan – Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi. Perkumpulan Untuk Pemilu Dan Demokrasi. https://perludem.org/2023/05/18/masa-pencalonan-bacaleg-berakhir-perludem-ada-kemunduran-terkait-keterwakilan-perempuan/

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017

.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published.