Melihat Sejauh Mana Kontribusi & Adaptasi Ecotourism Terhadap Perubahan Iklim

Industri pariwisata berkontribusi terhadap perubahan iklim melalui emisi karbon yang dihasilkan transportasi, konsumsi barang dan jasa seperti makanan dan akomodasi sebesar delapan persen (Lenzen et al, 2018: 523). Selain itu, aktivitas mass tourism memberikan dampak buruk terhadap masyarakat sekitar dan ekosistem karena meninggalkan polusi, sampah dan penggunaan sumber daya alam yang berlebihan (Is over-tourism the downside of mass tourism, 2018). Pembangunan akomodasi di kawasan alam juga memberikan dampak negatif karena mengambil banyak tanah, sumber daya air, pengelolaan sampah buruk dan menurunnya produktivitas agrikultur (Chong, 2019: 157). Di sisi lain, sektor pariwisata juga rentan terhadap dampak perubahan iklim. Banyak destinasi wisata erat kaitannya dengan lingkungan alam, sementara iklim mempengaruhi sumber daya alam yang menjadi daya tarik pariwisata seperti produktivitas dan keanekaragaman hayati, kondisi cuaca, kualitas dan ketinggian air. Iklim juga dapat mengurangi kunjungan wisata karena membawa penyakit menular, kebakaran hutan, munculnya bakteri atau hama dan bencana alam (UNWTO: 2008: 28). Untuk mengatasi permasalahan tersebut, praktik ecotourism dapat menjadi strategi (Wondirad, 2019: 1048). Tulisan ini mengelaborasi sejauh mana kontribusi dan adaptasi ecotourism terhadap perubahan iklim?

Praktik ecotourism

Pada prinsipnya, praktik ecotourism meliputi penerapan eco-product, pendidikan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat di seluruh sektor pariwisata alam (Blamey, 2010:110). Semua sektor pariwisata (transportasi, akomodasi, kawasan wisata) perlu mempromosikan, menginvestasikan dan memanfaatkan ketiga dimensi ecotourism. Singkatnya, sektor transportasi dapat mengurangi emisi karbon sebesar 50 persen dengan membangun infrastruktur hijau dan mengadopsi energi ramah lingkungan (Filho et al, 2020: 992). Sektor akomodasi juga dapat menghemat konsumsi energi antara 25 hingga 28 persen dengan menerapkan berbagai macam eco-product (Nam et al, 2020: 676). Sementara itu, kawasan wisata alam dapat berkontribusi terhadap perubahan iklim dengan memberikan pendidikan lingkungan kepada wisatawan (Sagovnovic & Stamenkovic, 2022). Terakhir, ecotourism berbasis pemberdayaan memberikan peluang masyarakat lokal untuk terlibat dalam perencanaan dan pengelolaan pariwisata berkelanjutan (Lasso & Dahles, 2021: 4).

Penerapan eco-product

Alat transportasi udara dan laut di sektor pariwisata menyumbang 10 persen emisi karbon global tahunan (Bella 2018). Namun, penelitian terbaru dari United Nation World Tourism Organization (UNWTO) dan International Transport Forum (ITF) mengestimasi akan ada peningkatan jejak karbon pada sektor transportasi sebesar 25 persen di tahun 2030 (UNWTO, 2019: 9). Oleh sebab itu, praktik ecotourism dapat dimulai dari hulu dengan menggunakan produk berkelanjutan dan berdampak minim terhadap lingkungan alam (eco-product) di dalam sistem transportasi, seperti membuat simpul transportasi yang ramah lingkungan dan mengadopsi moda transportasi hijau. Menurut Filho (2022: 990) maskapai penerbangan bisa menggunakan bahan bakar sustainability aviation fuel (SAF) agar ramah lingkungan, sementara bandara tujuan wisata dapat mendukung perilaku berkelanjutan dengan membuat taman hijau, menyediakan SAF, pengelolaan limbah dan memasarkan makanan organik. Sementara itu, industri transportasi darat dan air telah membuat kendaraan listrik secara masif, sementara Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) sudah dapat ditemui di banyak negara termasuk Indonesia.

Sektor akomodasi juga perlu mengkomunikasikan inisiatif keberlanjutan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan. Mereka membahayakan ekosistem lewat konsumsi banyak energi dan produk sekali pakai (Ham & Han, 2013: 732). Sektor akomodasi bisa menerapkan prinsip keberlanjutan dan praktik ramah lingkungan dengan mengadopsi eco-product. Akomodasi hijau tidak sebatas pada lokasinya yang berada di kawasan wisata alam, melainkan perlu mengandung pengelolaan limbah, konservasi air, pengelolaan energi, pendidikan lingkungan dan arsitektur hijau (Trang, Lee & Han, 2018: 3). Dilihat dari perspektif komunikasi internal, akomodasi perlu melengkapi karyawan dengan kesadaran, pengetahuan dan keterampilan mengelola lingkungan. Mereka bisa menjadi sumber belajar praktik ramah lingkungan untuk wisatawan seperti pelatihan memasak dengan oven tenaga surya atau membuat makanan organik. Dari perspektif eksternal, akomodasi dapat membagikan isu lingkungan melalui internet, pameran dan kampanye sosial. Akomodasi hijau yang cukup terkenal adalah Hotel ICON di Hongkong. Mereka banyak melakukan inisiatif keberlanjutan dengan mengadopsi teknologi penghematan energi dan daur ulang, arsitektur hijau, transportasi listrik, makanan organik dan pengurangan plastik (Nam et al, 2020 :576).

Pendidikan lingkungan

Untuk mengkomunikasikan praktik nilai-nilai ramah lingkungan dan mengubah perilaku negatif wisatawan yang dapat merusak lingkungan saat berwisata, ecotourism menawarkan pengalaman belajar melalui interaksi langsung dengan alam. Pendidikan lingkungan dapat dilakukan dengan play based tourism seperti rafting, snorkeling dan trekking. Contohnya, Salvatura Park, Kawasan Wisata Monteverde, Kosta Rika menyediakan edukasi berbasis eco-adventure (Amici et al, 2021: 3). Edukasi juga dapat dilakukan melalui storytelling oleh pemandu wisata dan masyarakat lokal (Sen & Walter, 2019; Yamada, 2011: 144), seperti pada kawasan wisata Way Kambas, Indonesia dan Chambok, Kamboja yang memberikan edukasi lingkungan mengenai konservasi lingkungan dan budaya lokal. Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) juga membantu mengurangi efek negatif pariwisata terhadap lingkungan dan masyarakat lokal. Menurut Chai-Arayalert (2020:5) TIK dapat memvisualisasikan kawasan pariwisata alam, memberikan pendidikan wisatawan dan merencanakan rute transportasi untuk melindungi dan memelihara lingkungan alam.

Pemberdayaan masyarakat

Perubahan lingkungan yang disebabkan perubahan iklim berdampak terhadap masyarakat lokal yang mata pencahariannya mengandalkan lingkungan alam (UNWTO, 2008: 61). Ecotourism berbasis pemberdayaan dapat memberikan masyarakat lokal pengetahuan tentang ekonomi dan lingkungan (Kunjuraman, 2020: 4). Dari aspek ekonomi, pemberdayaan memberikan keahlian masyarakat lokal untuk mendirikan dan mengelola bisnis wisata secara independen, mengontrol pendapatan ecotourism dan meningkatkan akses terhadap sumber daya produktif. Pemberdayaan juga memberikan keahlian mengelola kegiatan wisata berdampak rendah terhadap ekosistem, penerapan eco-product, pemantauan lingkungan, konservasi dan rehabilitasi habitat pariwisata seperti reboisasi, penanaman bibit, kebun buah-buahan dan mitigasi bencana alam (Kunjuraman, 2020: 4; Ramos & Prideaux, 2013: 466). Misalnya, masyarakat lokal kawasan wisata agrowisata Mastatal, Kosta Rika yang memanfaatkan agrikultur dan landskap alam menjadi kawasan wisata, mereka membuka pelatihan pertanian permakultur, konservasi alam, menjual makanan jamur dan coklat serta bisnis akomodasi (Little & Blau, 2019: 4-14). Pemberdayaan juga dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan program homestay (Jatengprov.go.id, 2023) dan menjadi pemandu wisata (Nuka, 2023).

Tantangan ke depan

Negara-negara telah mengadopsi praktik ecotourism untuk menjawab tantangan perubahan iklim, sementara antusiasme masyarakat global yang tinggi terhadap perjalanan wisata alam mendorong pemangku kepentingan untuk mengedepankan ecotourism. Di sisi lain, ecotourism dapat menjadi komodifikasi alam atau eksploitasi sumber daya alam guna memperoleh keuntungan. Fenomena ini menguntungkan para penggerak industri pariwisata swasta dan mengarah kepada eksploitasi masyarakat lokal, budaya dan lingkungan. Di dalam konteks kontemporer, ecotourism dipandang sebagai kebutuhan yang dikonstruksikan. Contohnya, pandangan masyarakat bahwa berwisata ke alam sebagai“healing atau escape plan”, sementara tujuan komodifikasi merupakan pengalaman fotografi yang digemari wisatawan untuk mengekspresikan dirinya. Pengalaman ini menjadi tren yang tidak ada habisnya dan kebutuhan yang tidak akan pernah terpuaskan. Ada berbagai kasus perjalanan wisata alam tanpa nilai-nilai lingkungan yang dapat dilihat di dunia maya. Contohnya, kebakaran lahan Gunung Bromo karena kebutuhan fotografi tanpa praktik nilai-nilai lingkungan.

Kegiatan komodifikasi hanya sedikit melibatkan campur tangan negara. Di dalam banyak kasus, keterlibatan negara sekedar menegaskan dependensi dan posisi subordinat negara dengan sektor swasta. Biasanya terjadi di lingkungan negara berkembang yang memiliki struktur ekonomi lebih rendah dibandingkan perusahaan swasta dari negara kapitalis. Negara berkembang menjadi arena persaingan dan kerja sama perusahaan swasta untuk menguasai sumber daya utama dari negara berkembang. Sektor swasta hanya berfokus memperoleh keuntungan walaupun mereka memiliki kemampuan untuk meningkatkan kesadaran lingkungan alam. Akhirnya, ekonomi negara-negara berkembang dikuasai dan dikontrol oleh pihak asing melalui sektor pariwisata (eco-colonialism). Indonesia, Thailand, Filipina, Kosta Rika, Guatemala dan Belize merupakan contoh negara yang terkena dampak buruk komodifikasi ecotourism (Wearing & Wearing, 1999: 46).

Pada akhirnya, strategi pariwisata berkelanjutan melalui praktik ecotourism seperti dua sisi mata koin. Praktik ecotourism dapat memberikan kontribusi terhadap mitigasi perubahan iklim dengan mengintegrasikan nilai-nilai praktik ramah lingkungan, meningkatkan penggunaan produk ramah lingkungan dan memberdayakan masyarakat lokal agar mampu mengelola lingkungan secara independen dan berkelanjutan di seluruh kawasan wisata. Namun, praktik ecotourism juga dapat membawa kerusakan lingkungan jika berfokus pada aspek ekonomi daripada aspek lingkungan. Selain itu, wisatawan juga menjadi unit ekonomi dari komodifikasi ecotourism yang mendorong kerusakan lingkungan karena perilaku berwisata mereka.

Referensi

Amici, A., Nadkarni, N., Lackey, N., & Bricker, K. (2021). Conservation, Education and Adventure Tourism: A Case Study of Adventure Parks As Potential Venues For Communication in Monteverde, Costa Rica, Journal of Ecotourism, 10.1080/14724049.2021.1933503.

Bella, G. (2018). Estimating The Tourism Induced Environmental Kuznets Curve in France, Journal of Sustainable Tourism, 26:12, 10.1080/09669582.2018.1529768.

Blamey, R. K. (1997). Ecotourism: The Search for an Operational Definition. Journal of Sustainable Tourism, 5:2, 109-130, 10.1080/09669589708667280.

Chai-Arayalert, S. (2020). Smart Application of Learning Ecotourism For Young Eco-tourists. Cogent Social Sciences, 6:1, 1772558, 10.1080/23311886.2020.1772558.

Chong, K. L. (2020). The Side Effects of Mass Tourism: The Voices of Bali Islanders, Asia Pacific Journal of Tourism Research, 25:2, 157-169, 10.1080/10941665.2019.1683591.

Filho, W., Ng, A.W., Sharifi, A. et al. (2023). Global Tourism, Climate Change and Energy Sustainability: Assessing Carbon Reduction Mitigating Measures From the Aviation Industry. Sustain Sci 18, 983–996. https://doi.org/10.1007/s11625-022-01207-x.

Ham, S., & Han, H. (2013). Role of Perceived Fit With Hotels’ Green Practices in the Formation of Customer Loyalty: Impact of Environmental Concerns. Asia Pacific Journal of Tourism Research, 18:7, 731-748, 10.1080/10941665.2012.695291.

Is over-tourism the downside of mass tourism? (2018). Tourism Recreation Research, 43:4, 415-416, 10.1080/02508281.2018.1513890.

Jatengprov.go.id (2023). Portal Berita Pemerintah Jawa Tengah. Retrieved from https://jatengprov.go.id/?s=homestay&post_type=beritaopd%2Cberitadaerah%2Crilis.

Keling, W., Ho, P. L., Yap, C. S., & Entebang, H. (2021). Impacts of the Tagang Programme on an Indigenous Dayak Community. Anatolia, 32:3, 10.1080/13032917.2021.1886954.

Kunjuraman, V. (2020) Community-based Ecotourism Managing to Fuel Community Empowerment? Evidence from Malaysian Borneo. Tourism Recreation Research, 47:4, 10.1080/02508281.2020.1841378.

Lasso, A. H., & Dahles, H. (2021). A Community Perspective on Local Ecotourism Development: Lessons From Komodo National Park. Tourism Geographies, 1–21, 10.1080/14616688.2021.1953123.

Lenzen, M., Sun, YY., Faturay, F. et al. (2018). The Carbon Footprint of Global Tourism. Nature Clim Change 8, 522–528. https://doi.org/10.1038/s41558-018-0141-x.

Little, M,. & Blau, E. (2019). Social Adaptation and Climate Mitigation Through Agrotourism: A Case Study of Tourism in Mastatal, Costa Rica Journal of Ecotourism, 10.1080/14724049.2019.1652305.

Nam, H., Lo, A., Yeung, P., & Hatter, R. (2020). Hotel ICON: Towards A Role-model Hotel Pioneering Sustainable Solutions. Asia Pacific Journal of Tourism Research, 25:5, 574-584, 10.1080/10941665.2020.1746367.

Nuka, F. M. (2023). Politeknik Negeri Kupang Latih Warga Oesapa Barat Jadi Pemandu Wisata. Retrieved from https://www.antaranews.com/berita/3765615/politeknik-negeri-kupang-latih-warga-oesapa-barat-jadi-pemandu-wisata.

Ramos, A., & Prideaux, B. (2014). Indigenous Ecotourism In the Mayan Rainforest of Palenque: Empowerment Issues in Sustainable Development. Journal of Sustainable Tourism. 22:3, 461-479, 10.1080/09669582.2013.828730.

Šagovnović, I., & Stamenković, I. (2023). Investigating Values of Green Marketing Tools in Predicting Tourists’ Eco-friendly Attitudes and Behavior. Journal of Ecotourism, 22:4, 479-501, 10.1080/14724049.2022.2075003.

Sen, V., & Walter, P. (2020). Community-Based Ecotourism and The Transformative Learning of Homestay Hosts in Cambodia, Tourism Recreation Research, 10.1080/02508281.2019.1692171.

Trang, H., Lee, H., & Han, H. (2018). How Do Green Attributes Elicit Pro-environmental Behaviors In Guests? The Case Of Green Hotels In Vietnam. Journal of Travel & Tourism Marketing, 10.1080/10548408.2018.1486782.

UNWTO. (2023) Climate Action in Tourism – An Overview of Methodologies and Tools to Measure Greenhouse Gas Emissions. UNWTO, Madrid, 10.18111/9789284423927.

UNWTO & UNEP. (2008). Climate Change and Tourism: Responding to Global Challenges. Madrid, Spain: UNWTO & UNEP.

Wearing, S., & Wearing, M. (1999). Decommodifying Ecotourism: Rethinking Global-Local Interactions With Host Communities, Society and Leisure, 22:1, 39-70, 10.1080/07053436.1999.10715575.

Wondirad, A (2019). Does Ecotourism Contribute To Sustainable Destination Development, Or Is It Just a Marketing Hoax? Analyzing Twenty-Five Years Contested Journey of Ecotourism Through a Meta-Analysis of Tourism Journal Publications. Asia Pacific Journal of Tourism Research, 24:11, 1047-1065, 10.1080/10941665.2019.1665557.

Yamada, N. (2011). Why Tour Guiding is Important for Ecotourism: Enhancing Guiding Quality with the Ecotourism Promotion Policy in Japan, Asia Pacific Journal of Tourism Research, 16:2, 139-152, 10.1080/10941665.2011.556337.

.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published.