Ekologi Politik Banjir Rob di Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah
brief articlePerubahan iklim tak dapat dipungkiri memperparah banjir rob dengan kenaikan muka air laut di Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Kenaikan pasang air laut di Sayung, Demak berkembang sebesar 18 cm per tahun dan diprediksi pada tahun 2025 pasang tertinggi akan mencapai 1,63 meter (Suryanti dan Marfai 2016). Banjir rob di Sayung, Demak harus kita cermati lebih lanjut, sebab kenyataannya bukan semata “realitas fisik dari alam.”
Kajian ini dibingkai dengan pemahaman dari Clark dan Clausen (2008) yang melihat bahwa perusakan sumber daya pesisir tak dapat dilepaskan dari industrialisasi kapitalis yang merombak alam terhubung dengan struktur produksi yang meluas (Clark dan Clausen 2008). Pemahaman tersebut membantu menjelaskan bahwa banjir rob di Sayung, Demak tak dapat dilepaskan dari penaklukan alam oleh pasar komoditas yang satu dengan yang lainnya. Proses ekonomi politik tersebut tak dilihat sebagai proses yang berlapis antara akar rumput, nasional sampai global. Sebab diasumsikan kapital yang berasal dari jangkauan luar bisa menjangkau dan merombak alam yang ada di akar rumput. Kapital yang satu bisa berganti dengan kapital lainnya seiring pertautan komoditas yang lainnya dan terhubung dengan ekstraksi alam yang ada di akar rumput.
Ekspansi Pasar Udang dan Kemunculan Banjir Rob
Ekspansi tambak udang di Sayung mulai terjadi semenjak tahun 1980-an dan tak hanya mengkonversi lahan mangrove, melainkan sawah pula. Uang tunai yang cepat didapatkan dari ekonomi tambak membuat warga Sayung terus mencari lahan baru. Sawah pun ikut dikonversi menjadi tambak sebab harga padi menurun serta letak sawah yang berdekatan dengan laut yang membuat adanya percampuran air laut dengan air tanah (Munasikhah dan Wijayati 2021).
Penggunaan lahan dari laut sampai permukiman warga secara berurutan pada tahun 1970 sampai 1980 adalah tambak, mangrove, sawah, dan rumah saat tambak belum banyak (Karmilah et al., 2023). Warga sebelumnya melaut di sela-sela waktu mengurus sawah. Pasar udang lah yang mendorong perluasan tambak di Sayung, Demak (Karmilah et al. 2023). Perluasan ini tak dapat dilepaskan dari “tren makanan sehat” yang dikenal sebagai fenomena sushi boom di Amerika Serikat dan Eropa pada tahun 1970-an. Harga udang yang rendah membuat adanya dorongan permintaan dari warga Amerika Serikat untuk memenuhi konsumsinya (Karmilah et al. 2023). Amerika Serikat, Jepang, dan Masyarakat Ekonomi Eropa/MEE pada tahun 1980-an menjadi importir udang terbesar di dunia yang mendorong negara berkembang seperti Indonesia tertarik untuk memanfaatkan momentum pasar tersebut (Karmilah et al. 2023).
Indonesia mengambil langkah untuk mengenjot produksi udang. Produksi udang pada tahun 1980 saja mencapai 314 juta pounds (Karmilah et al. 2023). Peningkatan produksi terbukti pada tahun 1993 sudah mencapai 736 juta pounds, di mana kenaikan dapat terjadi didukung oleh kebijakan untuk memperluas tambak budidaya udang (Karmilah et al. 2023). Keputusan Presiden No. 39 Tahun 1980 tentang larangan penggunaan trawl (pukat harimau) di perairan Indonesia diikuti dengan dorongan pihak swasta untuk berinvestasi pada tambak (Karmilah et al. 2023). Program Intensifikasi Tambak (INTAM) diterapkan di 11 provinsi termasuk Jawa Tengah dan masuk ke Rencana Pembangunan Lima Tahun pada 1984-1989, saat inilah tambak mengkonversi lahan lainnya di Sayung (Karmilah et al. 2023). Pantai utara Jawa Tengah sendiri saat itu menjadi bagian INTAM dengan skema zona pesisir percontohan (Karmilah et al., 2023).
Kerusakan ekosistem yang meluas pada tahun 1990-an sebenarnya sudah memberikan dampak pada penurunan harga jual udang yang dipanen. Harga udang pada pasar global yang anjlok akibat kelebihan suplai juga menjadi pemicu ekonomi tambak mulai surut semenjak tahun 1990-an (Munasikhah dan Wijayati 2021). Banjir rob akibat konversi lahan di Sayung sendiri memicu tambak saat ini tak lagi produktif, sehingga memicu warga beralih profesi. Warga beralih bekerja ke sektor manufaktur dan jasa di sekitar desanya (Fauzi dan Sukamdi 2017). Warga bekerja menjadi buruh pabrik maupun buruh bangunan, tetapi tidak sedikit yang menganggur dan mengantungkan hidupnya pada anggota keluarga lainnya. Hal tersebut sampai memicu munculnya istilah ‘mantan juragan tambak’ yang diberikan kepada para warga. Pengeluaran sehari-hari warga menjadi membengkak akibat lahan dan rumahnya diterjang abrasi, sementara sebagian dari mereka ada yang memilih untuk direlokasi di desa terdekat yang masih aman (Damaywanti 2013).
Perluasan tambak sendiri menjadi penyebab utama menipisnya ekosistem mangrove di Kecamatan Sayung. Sebesar 82% garis pantai Kabupaten Demak sebenarnya berada pada kondisi yang sangat rentan sebab terdiri dari dataran pantai dan lumpur. Penipisan area mangrove memperparah erosi terhadap garis pantai. Mangrove yang masih ada tak mampu menahan berbagai tekanan lingkungan yang dipicu oleh tekanan antropogenik dari tambak (Sagala et al. 2024). Kawasan yang direncanakan sebagai area konservasi pun semakin tergerus oleh perkembangan rumah penduduk yang terus meluas seiring berjalannya waktu di tengah gerusan gelombang laut dan masuknya rob. Masyarakat sebenarnya juga memiliki drainase dan sanitasi yang terbatas, di mana bahkan genangan air rob juga menjadi lokasi jamban (Ristianti 2016).
Penipisan mangrove membuat Sayung tanpa perlindungan alami dari terjangan gelombang. Keberadaan mangrove penting untuk menahan terjangan gelombang (Perdana 2019). Muara sungai di sekitar Sayung mengalami pendangkalan akibat penipisan mangrove. Empat sungai yang berkontribusi terhadap banjir rob di Sayung adalah sungai Babon, Dombo, Sayung, dan Bonjol. Hutan bakau yang banyak ditebang untuk dijadikan tambak sendiri, lahannya ada yang diperjualbelikan. Lahan di pesisir utara Sayung terkesan dalam keadaan open access akibat keterbatasan pengawasan (Awaliyah 2021). Lebih lanjut proses ekonomi politik antara ekspansi tambak yang memicu banjir rob di Sayung Demak ditunjukkan oleh gambar 1 berikut:
Gambar 1. Feedback Loop Proses Ekonomi Politik Banjir Rob Kecamatan Sayung tahun 1980-an s.d. 1990-an
Diolah oleh Penulis
Ekspansi tambak sebenarnya adalah cara lainnya dari kuasa pasar untuk terus mengejar keuntungan di luar penangkapan udang secara langsung di laut. Ekspansi tambak udang pada dasarnya mirip dengan pertanian monokultur yang menundukan alam dengan modal. Warga yang menjadi petambak pada dasarnya harus terus mengejar produksi yang harus meningkat untuk memenuhi pasokan pasar global dengan konsekuensi tak memperhatikan dampak lingkungan dalam jangka panjang (Clark dan Clausen 2008). Ekpansi tambak justru terus meningkatkan permintaan produk di pasaran, sehingga berbagai upaya termasuk dengan mengubah penggunaan lahan.
Permukiman Terendam, Modal Lainnya Membuat Gempuran
Banjir rob di Desa Sriwulan, Kecamatan Sayung yang berbatasan langsung dengan Kota Semarang terjadi akibat reklamasi di Pantai Marina yang menyebabkan arus laut memutar kembali ke arah timur ke Kabupaten Demak yakni Kecamatan Sayung. Hal tersebut membuat pesisir Desa Sriwulan menjadi lebih rendah (Asiyah et al. 2015; Batubara et al. 2020; Munasikhah dan Wijayati 2021). Desa Sriwulan sendiri juga berkembang menjadi wilayah yang dipenuhi pabrik, sebab berdekatan dengan kawasan industri Terboyo di Semarang. Reklamasi di kawasan Tanah Mas, Tanjung Mas, dan Terboyo di Semarang memperparah pula banjir rob yang melanda Kecamatan Sayung, Demak (Asiyah et al. 2015; Batubara et al. 2020; Munasikhah dan Wijayati 2021).
Reklamasi Pantai Marina berawal dari proyek Pusat Rekreasi dan Promosi Pembangunan ( PRPP ) Jawa Tengah yang didorong oleh Soeharto pada tahun 1986 yang awalnya dilaksanakan oleh PT Uber Vista Indah sebagai investor, tetapi digantikan oleh PT Indo Permata Usahatama (IPU) di lahan seluas 237 ha termasuk wilayah laut yang direklamasi, di mana seluas 108 ha adalah area daratan sesungguhnya. Proyek tersebut terkait pula dengan pengembangan hunian (Batubara et al. 2021). Berbagai proyek yang ada di pesisir Semarang tak dapat dilepaskan dari penerbitan PP No 16/1976 tentang Perluasan Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang yang memicu masuknya investor (Batubara et al. 2021).
Reklamasi dilakukan oleh perusahaan dengan dalih mencegah abrasi masuk ke Kota Semarang, padahal reklamasi yang berjalan semenjak tahun 1987 belum disertai AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) (Batubara et al. 2021). Intervensi terhadap daerah aliran sungai (DAS) dan reklamasi pantai kenyataannya justru memperparah abrasi dan memicu banjir rob (Batubara et al. 2021). Abrasi di Sriwulan mulai terlihat pada tahun 1989 dan semakin parah pada tahun 2002. Banjir rob sampai-sampai mendorong warga Desa Sriwulan untuk mengikuti program transmigrasi akibat desanya tak lagi bisa menopang kehidupannya (Rindarjono 2021).
Air buangan yang berasal dari kawasan industri Kota Semarang saat musim penghujan menambah parah ketinggian banjir rob di Sayung, Demak (Haloho dan Purnaweni 2020). Desa Bedono adalah desa lainnya di Kecamatan Sayung yang terendam rob akibat reklamasi pelabuhan Tanjung Mas di Semarang. Warga juga menyadari bahwa situasi perubahan iklim memperparah kondisi banjir rob yang mereka hadapi. Reklamasi untuk pelabuhan Tanjung Mas membuat gelombang laut berubah dan memicu abrasi di Desa Bedono. Warga di sisi lain menyadari bahwa sumur bor yang mereka pakai sebagai satu-satunya sumber air bersih telah memicu penurunan muka tanah, sehingga menimbulkan abrasi (Pamungkas 2011).
Kajian Rahmawan et al. (2016) secara geologis menunjukkan bahwa penggunaan sumur bor mendorong adanya penurunan permukaan tanah di Kecamatan Sayung. Penurunan muka air tanah terutama terjadi akibat aktivitas industri yang ada di sepanjang jalan Pantura (Pantai Utara Jawa) di Kecamatan Sayung. Penurunan muka tanah sendiri berkisar sebesar 4 sampai 5 cm/tahun. Pengambilan air melalui sumur bor sepanjang tahun 2015 saja tercatat terus mengalami peningkatan, sehingga penurunan muka air tanah terus terjadi (Rahmawan et al., 2016) (Rahmawan et al. 2016). Peningkatan pengambilan air melalui sumur bor juga meningkat sepanjang tahun 2016-2017 terutama di Kecamatan Sayung bagian barat yang menjadi bagian dari perluasan kawasan industri Kota Semarang (Afif et al. 2018).
Kecamatan Sayung yang terendam rob tak lantas membuat pemerintah daerah dan pemodal berhenti memperluas pabrik. Kawasan industri PT Aroma Kopikrim misalnya berada di Jalan Raya Semarang-Demak. Area dekat perusahaan tersebut bahkan ditawarkan sebagai Kawasan Industri Demak sejak tahun 2010 dikelola oleh Bumimas Group (Karmilah et al., 2023) (Karmilah et al. 2023). Bumimas Group terus memperluas area kawasan industri yang ditawarkan bahkan mencaplok area tambak seluas 600 ha di Desa Bedono. Pemerintah Kabupaten Demak sendiri dalam rencana tata ruang wilayah telah memposisikan Kecamatan Sayung sebagai kawasan peruntukan industri (Karmilah et al. 2023).
Proyek Tol Tanggul Laut Semarang Demak (TTLSD) yang dibuat oleh pemerintah pusat di pesisir Sayung sendiri ditakutkan semakin memperparah kondisi ekosistem mangrove maupun fenomena banjir rob (Alifiansyah, 2023) (Alifiansyah 2023). Proyek TTLSD yang dimulai sejak tahun 2018 sendiri ditakutkan akan membuat semakin banyak air laut yang mengarah ke daerah yang ada di luar kurva tanggul dan menenggelamkan wilayah yang berada di Kabupaten Demak. Proyek TTLSD ditakutkan pula membuat penurunan permukaan tanah, sehingga banjir rob dicemaskan akan meluas (Koalisi Maleh Dadi Segoro 2023).
ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan Hidup) dari proyek TTLSD juga diduga tak melibatkan konsultasi publik dengan mereka yang bersikap kritis terhadap proyek tersebut. ANDAL juga dilihat kurang mendalami potensi perubahan arus laut, jejak kesejarahan banjir rob dan amblesan tanah (Koalisi Maleh Dadi Segoro 2024). Koalisi Maleh Dadi Segoro sendiri mencatat akibat proyek TTLSD telah terjadi perubahan gelombang laut dan memperparah kondisi desa-desa di pesisir Kecamatan Sayung, Demak. Sumur-sumur warga juga terdampak intrusi air laut akibat perubahan gelombang laut (Koalisi Maleh Dadi Segoro 2024). Lebih lanjut gambaran interaksi ekonomi politik yang memperparah banjir rob setelah meredupnya ekonomi tambak udang ditunjukkan oleh gambar 2 sebagai berikut:
Gambar 2. Feedback Loop Proses Ekonomi Politik yang Memperparah Banjir Rob di Kecamatan Sayung, Demak Setelah Meredupnya Ekonomi Tambak
Diolah oleh Penulis
Ekspansi berbagai bisnis di sekitar Sayung, Demak menjadi bentuk penataan ulang alam dan sosial untuk membentuk Sayung dan sekitarnya sebagai suatu kawasan “yang ramah terhadap akumulasi modal yang berasal dari wilayah lainnya.” Penataan ulang wilayah pesisir tersebut melibatkan proses komodifikasi, privatisasi, dan regulasi yang disokong pemerintah. Kapitalisasi wilayah pesisir membuat kerusakan ekologis yang sudah terjadi akibat banjir rob yang muncul dari ekspansi modal tak dihiraukan, di mana penduduk lokal justru ingin dirubah mengikuti kepentingan akumulasi modal (Kahrl 2020). Lebih lanjut perubahan ekonomi politik yang memicu terjadinya banjir rob di Sayung, Demak dapat dilihat pada gambar 3 berikut:
Gambar 3. Perubahan Ekonomi Politik Pemicu Banjir Rob di Sayung, Demak.
Diolah oleh Penulis
Perubahan ekonomi-politik yang terjadi di Sayung, Demak sayangnya membuat tergerusnya ekosistem mangrove sejak tahun 1980-an, sehingga memicu abrasi sampai dengan banjir rob. Luas administrasi dari desa-desa yang berada pada wilayah pesisir Kecamatan Sayung bahkan telah berkurang. Kondisi ekosistem mangrove yang tersisa pun mengalami kerusakan akibat hempasan gelombang laut. Desa-desa pesisir di Kecamatan Sayung mengalami penurunan luas wilayah secara masif, permukiman dan fasilitas umum yang terendam menjadi tak bisa lagi digunakan (Asiyah et al. 2015).
Desa-desa di Kecamatan Sayung yang terendam oleh air rob adalah Sriwulan, Purwosari, Bedono, Timbulsloko, Sidomegah, Gemuluk, dan Surodadi. Desa-desa tersebut memiliki ketinggian kurang dari 0,2 m di atas permukaan laut, bahkan Desa Sriwulan memiliki elevasi -0,9 meter di atas permukaan laut (Widada et al. 2012). Beberapa bentuk perubahan ekonomi politik yang berbeda mulai dari ekspansi tambak udang, pasar properti yang memicu reklamasi sampai dengan perpindahan pabrik dan proyek infrastruktur menjadi sumber dan memperparah banjir rob di Sayung, Demak.
Refleksi
Tulisan ini sudah menunjukkan banjir rob di Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak bukanlah sebatas fenomena fisik maupun masyarakat di tingkat lokal, melainkan terjadi sebagai bagian dari konfigurasi ekonomi-politik yang lebih luas dari level daerah, nasional, mau;pun global. Banjir rob berkelindan pada ekspansi modal dari luar wilayah Sayung yang menancapkan kekuasaanya di akar rumput dengan komoditas yang berbeda-beda. Hal tersebut menunjukkan bahwa banjir rob tak sekadar menjadi fenomena fisik.
Modal yang pertama masuk berasal dari pasar komoditas udang yang muncul sebagai konsekuensi dari tren konsumsi makanan sehat di Amerika Serikat dan Eropa, kemudian direspon oleh pemerintah Indonesia untuk mendorong proyek INTAM untuk memenuhi pasokan udang. Proyek INTAM memicu konversi mangrove dan sawah di Sayung, Demak dengan gairah mendapatkan uang tunai secara cepat, tetapi berujung pada kemunculan rob akibat kerusakan ekologis. Modal lainnya yang tak dapat dilepaskan adalah ekspansi properti di wilayah utara Kota Semarang yang didorong pula oleh pemerintah pusat yang memunculkan adanya reklamasi berujung pada perubahan gelombang laut ke arah Sayung. Perkembangan ekspansi properti itu bahkan berujung pada pencaplokan ruang hidup warga di Sayung, meskipun sudah terdampak banjir rob. Realitas tersebut membantu memperlihatkan bahwa pada dasarnya banjir rob tak terjadi disebabkan oleh fenomena yang semata ada di tingkat tapak, melainkan terhubung pada proses ekonomi politik yang kompleks dalam mengekstraksi alam.
Referensi
Afif M, Yuwono BD, Awaluddin M. 2018. Studi Penurunan Tanah Periode 2016 – 2017 Menggunakan GAMIT 10.6 (Studi Kasus : Pesisir Kecamatan Sayung, Demak). Jurnal Geodesi Undip. 7(1):46–56.
Alifiansyah J. 2023. Analisis Struktur Dan Profil Vegetasi Mangrove Di Kecamatan Sayung Kabupaten Demak [Undergraduate Thesis]. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Asiyah S, Rindarjono MohG, Muryani C. 2015. Analisis Perubahan Permukiman Dan Karakteristik Permukiman Kumuh Akibat Abrasi Dan Inundasi Di Pesisir Kecamatan Sayung Kabupaten Demak Tahun 2003 – 2013. Jurnal GeoEco. 1(1):83–100.
Awaliyah DN. 2021. Resolution Of Demak Coastal Conflict. Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik. 3(2):147–152.
Batubara B, Kausan BY, Handriana E, Salam S, Ma’rufah U. 2021. Banjir Sudah Naik Seleher ekologi politis urbanisasi das-das di semarang. Semarang: Cipta Prima Nusantara (CPN).
Batubara B, Warsilah H, Wagner I, Salam S, Koalisi Pesisir Semarang-Demak. 2020. Maleh dadi Segoro: Krisis Sosial-Ekologis Kawasan Pesisir Semarang-Demak. Bantul: CV Lintas Nalar.
Clark B, Clausen R. 2008. The Oceanic Crisis Capitalism and the Degradation of Marine Ecosystems. Monthly Review., siap terbit. [diakses 2023 Des 20]. https://monthlyreview.org/2008/07/01/the-oceanic-crisis-capitalism-and-the-degradation-of-marine-ecosystem/.
Damaywanti K. 2013. Dampak Abrasi Pantai terhadap Lingkungan Sosial (Studi Kasus di Desa Bedono, Sayung Demak). Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. hlm 363–367.
Fauzi NA, Sukamdi S. 2017. Analisis Kemiskinan Di Wilayah Bencana Banjir Rob Desa Timbulsloko, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak. Jurnal Bumi Indonesia., siap terbit. [diakses 2023 Des 20]. https://www.neliti.com/publications/228707/analisis-kemiskinan-di-wilayah-bencana-banjir-rob-desa-timbulsloko-kecamatan-say.
Haloho EH, Purnaweni H. 2020. Adaptasi Masyarakat Desa Bedono Terhadap Banjir Rob Di Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Journal Of Public Policy And Management Review. 9(4):1–9.
Kahrl AW. 2020. From Commons to Capital: The Creative Destruction of Coastal Real Estate, Environments, and Communities in the US South. Transatlantica. 2:1–16.
Karmilah M, Handriana E, Atia S, Nihayah U. 2023. Urip Dioyak-Oyak Banyu: Perjumpaan Manusia, Abrasi, Rob, dan Infrastruktur di Sayung. Bantul: Mata Kata Inspirasi.
Koalisi Maleh Dadi Segoro. 2023. Laporan Investigasi Banjir Jawa Tengah Akhir 2022 – Awal 2023: Pemerintah “Hanya Lihat-Lihat.” Semarang. [diakses 2023 Feb 21]. https://lbhsemarang.id/wp-content/uploads/2023/01/FINAL-Laporan-Investigasi-Banjir-Jawa-Tengah-Akhir-2022-Awal-2023.pdf.
Koalisi Maleh Dadi Segoro. 2024. Studi Ekologi Proyek Tol dan Tanggul Laut Semarang-Demak? Semarang. [diakses 2024 Feb 20]. https://www.walhijateng.org/2024/01/17/studi-ekologi-proyek-tol-dan-tanggul-laut-semarang-demak/.
Munasikhah S, Wijayati PA. 2021. Dari Hutan Mangrove Menjadi Tambak: Krisis Ekologis Di Kawasan Sayung Kabupaten Demak 1990-1999. Journal of Indonesian History. 10(2):129–140.
Pamungkas C. 2011. Tanggapan Dan Antisipasi Masyarakat Menghadapi Rob Di Kecamatan Sayung Kabupaten Demak (Studi Kasus Masyarakat Desa Bedono) [Undergraduate Thesis]. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Perdana TA. 2019. Assessing Willingness-To-Pay for Coastal Defenses: A Case Study in Timbulsloko Village, Sayung, Demak, Indonesia. Di dalam: IOP Conference Series: Earth and Environmental Science. hlm 1–5.
Rahmawan LE, Yuwono BD, Awaluddin M. 2016. Survei Pemantauan Deformasi Muka Tanah Kawasan Pesisir Menggunakan Metode Pengukuran Gps Di Kabupaten Demak Tahun 2016 (Studi Kasus : Pesisir Kecamatan Sayung, Demak). Jurnal Geodesi Undip. 5(4):44–55.
Rindarjono MohG. 2021. Reklamasi, Risiko, Dan Ketimpangan Perkotaan: Genangan, Abrasi Dan Dampak Sosial Di Jawa Tengah. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional “Kebijakan Satu Peta dan Implementasinya untuk Perencanaan Wilayah (DAS) dan Mitigasi Bencana.” hlm 381–392.
Ristianti NS. 2016. S.M.A.R.T. eco-village for hazardous coastal area in Bedono Village, Demak Regency. Di dalam: Procedia – Social and Behavioral Sciences. hlm 593–600.
Sagala PM, Bhomia RK, Murdiyarso D. 2024. Assessment of coastal vulnerability to support mangrove restoration in the northern coast of Java, Indonesia. Reg Stud Mar Sci. 70:1–13.
Suryanti NMdWA, Marfai MuhA. 2016. Analisis Multibahaya di Wilayah Pesisir Kabupaten Demak. Jurnal Bumi Indonesia. 5(2):1–7.
Widada S, Rochaddi B, Endrawati H. 2012. Pengaruh Arus Terhadap Genangan Rob Di Kecamatan Sayung Kabupaten Demak. Buletin Oseanografi Marina. 1:31–39.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!