Memanfaatkan Fenomena Fear of Missing Out (FoMO) untuk Kesetaraan Gender dan Pelestarian Warisan Budaya melalui Lagu ‘Kala Sang Surya Tenggelam’
brief article, Revolusi DigitalPerjalanan gelap dan terang ke dalam labirin relasi sosial dapat terjadi secara spontan melalui apa yang dilihat dan dirasakan. Relasi sosial adalah jalinan kompleks antara individu-individu yang saling mempengaruhi dalam berbagai aspek kehidupan (Aditia, 2021). Dalam interaksi ini, munculnya norma, nilai, dan ekspektasi saling membentuk kerangka kerja yang mengarah pada pembentukan ikatan sosial yang dapat bersifat sementara atau mendalam, memainkan peran penting dalam membentuk struktur masyarakat secara keseluruhan. Ikatan sosial adalah dampak sosial yang muncul melalui hubungan antara individu atau kelompok dalam masyarakat. Selain secara fisik, ikatan sosial dapat terjadi secara virtual karena adanya media sosial (Widada, 2018). Lingkungan masa kini seringkali membawa kita mengikuti hal-hal yang populer di media sosial. Fenomena ini sering disebut sebagai “trending,” di mana topik atau konten tertentu mendapatkan perhatian besar dari pengguna media sosial dan dengan cepat menyebar luas. Dalam era digital ini, kemampuan media sosial untuk memviralkan informasi dan tren membuat kita cenderung ikut serta dalam pembicaraan yang sedang berkembang. Hal ini dapat mencakup segala hal, mulai dari isu-isu global, tren fashion, lagu, film, hingga peristiwa sehari-hari. Mengejar tren ini dapat memberikan rasa keterikatan sosial dan keinginan untuk tetap terhubung dengan perkembangan terkini. Namun, sekaligus juga menimbulkan pertanyaan tentang seberapa autentik dan berkelanjutan keterlibatan tersebut dalam menciptakan pengaruh dalam kehidupan sehari-hari atau hanyalah keadaan sementara waktu.
Fear of Missing Out (FoMO) tampaknya menjadi pengalaman umum dan baru-baru ini menjadi bagian dari kosakata, sering disebut dalam media popular di kalangan anak muda (Milyavskaya, Saffran, Hope, & Koestner, 2018). FoMO merupakan salah satu dampak perkembangan teknologi (Dewi, Hambali, & Wahyuni, 2022). Kenaikan tingkat konektivitas pada media sosial yang dialami oleh seseorang membuka peluang lebih luas untuk munculnya perasaan FoMO (Dewi, Hambali, & Wahyuni, 2022). Hal ini akan sejalan dengan adanya isu-isu populer yang memicu seseorang untuk mendapatkan validasi atas dirinya di media sosial atau lingkungan fisiknya. Fenomena FoMo juga menjalar pada trending-nya lagu ‘Kala Sang Surya Tenggelam’ ciptaan Guruh Soekarnoputra yang dinyanyikan oleh mendiang Chrisye pada tahun 1978, sebelum dibawakan oleh Nadin Amizah dalam Film Gadis Kretek (Alwin, 2023). Fenomena ini mendorong orang untuk ikut serta dalam percakapan sosial, mendengarkan lagunya, menonton film Gadis Kretek, menjadi seolah-olah bagian atau related dengan kisah dan makna dalam film Gadis Kretek dan lirik lagu ‘Kala Sang Surya Tenggelam’, berpakaian seperti tokoh dalam filmnya atau bahkan hanya membicarakannya untuk merasa terhubung dengan tren budaya. Hal ini menjadi salah satu dampak sosial adanya media virtual yang saling menghubungkannya. FoMO kemudian akan merujuk pada kekhawatiran seseorang bahwa mereka sedang melewatkan pengalaman sosial, acara, atau kegiatan yang sedang berlangsung, terutama ketika melihat postingan teman-teman atau orang lain di media sosial yang menunjukkan kegiatan yang menyenangkan atau berharga yang bersumber dari tren seperti film dan lagu tersebut.
Lagu merupakan komposisi musik yang indah dan menghibur, tercipta dari gabungan suara vokal dan instrumental yang disusun dengan cermat dan menarik bagi pendengarnya (Menurut.id, t.t.). Lagu dapat tercipta dari kehidupan nyata di sekeliling kita, ‘Kala Sang Surya Tenggelam’ menggambarkan kisah cinta sepasang kekasih yang tragis (Prayitno, 2023). Sedangkan, film Gadis Kretek seolah memvisualisasikan makna lagu yang membuat penontonnya terbawa suasana. Kekuatan media sosial membawa populernya kembali lagu tersebut, terlebih tokoh-tokoh dalam Gadis Kretek berperan dengan apik dan menjiwai. Film dan lagu dapat memiliki dampak sosial yang signifikan baik secara fisik maupun virtual di masyarakat. Populernya kedua karya tersebut membuat individu ingin ikut mengapresiasi sebagai bagian dari karya dengan membuat kembali (remake) dengan versi dirinya. Sebagai contoh adalah ketika orang-orang mulai mengenakan pakaian seperti tokoh Jeng Yah dalam Gadis Kretek yaitu Kebaya Janggan, dan orang-orang membuat video dirinya di mana lagu ‘Kala Sang Surya Tenggelam’ mengalun dengan suara Jeng Yah, pada penggalan monolognya, “Dan saya ingin membawa mimpi itu kemanapun saya melangkah (Gadis Kretek, 2023)”, ini menunjukkan bahwa seseorang telah mencoba menyampaikan atau merayakan identitas atau budaya tertentu melalui tren yang ada. Penggunaan pakaian tradisional seperti kebaya dan musik dengan elemen-elemen Jeng Yah dalam konteks ini mungkin juga menciptakan suatu bentuk ekspresi diri atau koneksi untuk mengekspresikan diri, mengeksplorasi identitas, atau bahkan mengikuti tren dan norma sosial yang ada.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa FoMo dalam kembali populernya lagu ‘Kala Sang Surya Tenggelam’ dalam film Gadis Kretek justru membawa social impact berupa apresiasi kultural melalui pelestarian budaya berkebaya, kesetaraan, dan peran perempuan dalam budaya patriarki. Popularitas lagu ‘Kala Sang Surya Tenggelam’ yang diromantisasi dalam film Gadis Kretek dan adanya fenomena FoMO justru memberikan momentum penting untuk mempromosikan keberlanjutan warisan budaya berkebaya. Pakaian tradisional ini, dengan desain yang khas dan simbolisme yang mendalam, menjadi lebih dari sekadar pilihan berpakaian. FoMO menciptakan semacam gerakan sosial di sekitar identitas kultural ini secara virtual maupun fisik, memotivasi individu untuk mengenakan kebaya sebagai bentuk dukungan terhadap pelestarian warisan budaya. Dengan melibatkan masyarakat dalam apresiasi terhadap kekayaan kultural ini, dampak positifnya dapat melampaui aspek individual dan berkontribusi pada pemeliharaan keberagaman budaya. Sementara itu, FoMO yang terkait dengan lagu diromantisasi dalam konteks perlawanan terhadap budaya patriarki memberikan ruang untuk membangun kesadaran masyarakat akan isu-isu kesetaraan gender. Dengan menggabungkan naratif perempuan yang berani melawan norma-norma patriarki, film Gadis Kretek yang didukung oleh lagu tersebut dapat menjadi katalisator dalam mengubah sikap dan pandangan sosial. Dampak sosial ini menciptakan peluang untuk memajukan dialog tentang pentingnya kesetaraan gender dalam budaya dan masyarakat, serta merangsang perubahan yang lebih luas menuju masyarakat yang lebih inklusif dan adil.
Dalam lingkup kesetaraan gender, FoMO dalam konteks lagu ‘Kala Sang Surya Tenggelam’ dalam film Gadis Kretek dapat menciptakan ruang dan suasana untuk merangsang gerakan advokasi yang lebih besar. Efek ini dapat termanifestasi dalam pembentukan komunitas atau kelompok yang bersatu untuk mendukung hak-hak perempuan, memperjuangkan perubahan budaya patriarki yang tidak adil, dan mendorong inklusivitas dalam berbagai aspek budaya. Lagu dan film tersebut, melalui adanya FoMO dalam media sosial maupun secara langsung, memiliki potensi untuk menjadi suara yang menginspirasi, memotivasi, dan mengajak masyarakat untuk bersama-sama menciptakan perubahan positif dalam pandangan terhadap perempuan di dalam budaya. Lebih dari sekadar tren atau popularitas, FoMO yang terkait dengan lagu dan film ini bisa menjadi alat yang kuat untuk membangun momentum sosial yang berkelanjutan. Dengan memanfaatkan kekuatan media dan seni, masyarakat dapat terlibat dalam pembentukan narasi yang mendukung kesetaraan dan pelestarian budaya, menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan sosial positif, dan membuka jalan menuju perubahan yang lebih besar dalam masyarakat.
Referensi
Aditia, R. (2021). Fenomena phubbing: Suatu degradasi relasi sosial sebagai dampak media sosial. KELUWIH: Jurnal Sosial Dan Humaniora, 2 (1), 8-14.
Alwin (2023). Lirik dan makna lagu Kala Sang Surya Tenggelam versi Nadin Amizah | Kisah cinta yang penuh rintangan. Rukita.co. Diakses pada 27 November 2023, melalui https://www.rukita.co/stories/kala-sang-surya-tenggelam/#:~:text=%E2%80%9CKala%20Sang%20Surya%20Tenggelam%E2%80%9D%20adalah%20soundtrack%20serial%20terbaru,pada%20tahun%201978%2C%20sebelum%20dibawakan%20oleh%20Nadin%20Amizah.
Dewi, N., K., Hambali, I., & Wahyuni, F. (2022). Analisis intensitas penggunaan media sosial dan social environment terhadap perilaku FoMo. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 5(1), 11-20.
Gadis Kretek (2023). Film Gadis Kretek. Netflix. Diakses pada 27 November 2023, melalui https://www.netflix.com/id/title/81476989
Menurut.id (t.t.) Pengertian lagu menurut para ahli. Menurut.id. Diakses pada 27 November 2023, melalui https://www.menurut.id/pengertian-lagu-menurut-para-ahli
Milyavskaya, M., Saffran, M., Hope, N., & Koestner, R. (2018). Fear of missing out: prevalence, dynamics, and consequences of experiencing FOMO. Motivation and emotion, 42 (5), 725-737.
Prayitno, P. (2023). Lirik hingga makna lagu Kala Sang Surya Tenggelam Ost film Gadis Kretek. Liputan6.com. Diakses pada 27 November 2023, melalui https://www.liputan6.com/regional/read/5458538/lirik-hingga-makna-lagu-kala-sang-surya-tenggelam-ost-film-gadis-kretek?page=2
Widada, C. K. (2018). Mengambil manfaat media sosial dalam pengembangan layanan. Journal of Documentation and Information Science, 6003, 23-30.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!