Bagaimana Seharusnya Elektabilitas Dimainkan melalui Demokrasi Kaum Muda Pada Era Disrupsi

Penulis melihat ada dua hal menarik dalam pesta demokrasi 2024 mendatang; pemilih muda dan ruang demokrasi digital. Pertama kaum muda, berusia 17-39 tahun di Indonesia, akan mendominasi hak suara pada Pemilihan Umum tahun 2024 mendatang. Kedua, disrupsi akibat pandemi Covid-19 semakin menggiatkan penetrasi politik melalui ruang-ruang digital. Ruang digital ini tentunya memberi warna baru bagi kaum muda, sebagai generasi yang paling dekat dengan dunia digital, untuk menavigasikan preferensi politiknya. Jika aktor-aktor politik ingin merekayasa elektabilitasnya, sudah saatnya mereka untuk menerjemahkan fenomena ini dari tantangan menjadi peluang.

Medium Baru Komunikasi Politik

Tahun 2024 menjadi pesta demokrasi yang akan dinikmati oleh kaum muda di seluruh Indonesia. Survei dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menunjukkan,  kaum muda akan mendominasi sebanyak 60 persen hak pilih atau setara dengan 190 juta suara. Dengan kata lain, kaum muda memiliki peranan yang sangat penting untuk menentukan calon pemimpin di masa depan. Fenomena ini menjadi sangat strategis bagi para aktor politik yang seharusnya memiliki kemampuan untuk menarik perhatian kaum muda agar dapat mempengaruhi tingkat elektabilitasnya pada periode mendatang.

Meskipun pada periode-periode sebelumnya kaum muda juga mendominasi dinamika Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia, namun kali ini cukup berbeda. Perbedaan tersebut bukan lagi menyoal kuantitas pemilih muda, namun bagaimana dinamika demokrasi dan komunikasi politik mengalami pergeseran oleh karena pandemi Covid-19. Adanya pandemi Covid-19 memberi warna baru bagi proses demokrasi di Indonesia. Selama pandemi, manusia gagal untuk berinteraksi secara langsung, manusia memerlukan media digital sebagai perantara komunikasi untuk menghindari transmisi virus. Berbeda dengan pra-pandemi, manusia masih bisa terkoneksi secara langsung satu sama lain.

Media sosial merupakan medium alternatif agar manusia tetap terkoneksi satu sama lain. Oleh karena itu, arus informasi antar manusia di dalam dunia digital menjadi semakin meningkat. Bagi proses demokrasi, bentuk komunikasi digital menjadi opsi yang tepat untuk tetap menjaga sirkulasi komunikasi politik, namun tetap aman tanpa ancaman kesehatan.

Berdasarkan fakta-fakta yang tersaji di atas, tulisan ini berusaha untuk menjawab dua pertanyaan penting, yaitu bagaimana disrupsi akibat pandemi mempengaruhi cara kaum muda untuk menavigasikan pilihannya? Dan bagaimana seharusnya aktor-aktor politik menerjemahkan disrupsi tersebut sebagai peluang untuk meningkatkan elektabilitasnya terhadap kaum muda?

Komunikasi Politik pada Era Disrupsi

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pandemi Covid-19 telah mengubah cara manusia berkomunikasi. Keterbatasan dalam berinteraksi secara langsung, ditambah lagi dengan transformasi digital, mendorong lebih jauh komunikasi manusia melalui dunia maya. Hal yang sama juga terjadi terhadap dinamika politik di Indonesia yang mana, media digital telah menjadi instrumen yang paling efektif untuk menyampaikan pesan-pesan politik dan membangun ruang-ruang demokrasi yang lebih inklusif.

Bagi kaum muda, media digital, dalam hal ini media sosial, merupakan arena mereka. Hampir seluruh aktivitas kaum muda dewasa ini dilakukan melalui perantara digital. Tidak hanya terbatas pada narasi politik saja, kaum muda juga menginternalisasi nilai untuk mengkonstruksikan arah kehidupannya. Media digital memainkan peranan penting dalam membantu proses hilirasisasi informasi yang sarat akan nilai. Sehingga, aksi dan persepsi kaum muda banyak dibentuk melalui sirkulasi informasi yang ada dalam media digital.

Tidak terlepas juga dengan demokrasi, media digital adalah tempat kaum muda untuk berdinamika dengan politik. Setidaknya, pandemi Covid-19 menghasilkan kecenderungan yang positif terhadap narasi demokrasi di Indonesia. Meningkatnya sirkulasi informasi melalui media digital menyebabkan komunikasi politik semakin dekat dengan kaum muda. Kaum muda mengonsumsi sekaligus memproduksi pesan-pesan politik secara intensif setiap harinya.  Studi Tapsel (2017) tentang kuasa media di Indonesia menambahkan, perkembangan media digital menjadikannya sebagai pusat bagi ruang kontestasi seputar reformasi politik dan ekonomi. Medium digital juga yang dijadikan kaum muda untuk menegosiasi sekaligus menavigasikan pilihan-pilihan politik yang ada.

Lebih lanjut, Tapsel juga menambahkan tiga peran penting digitalisasi dalam membangun diskursus ruang publik. Pertama, media digital mendorong kampanye politik melalui konsensus populer. Selanjutnya, ruang publik digital juga memungkinkan semakin banyak partisipasi warga untuk membentuk wacana publik. Kemudian yang terakhir, digitalisasi juga mendorong advokasi agenda-agenda reformis yang populer. Artinya, media digital bukan hanya sebagai sarana sirkulasi nilai yang mengonstruksikan kaum muda saja. Berkat pandemi Covid-19, media digital membawa arus komunikasi politik selangkah lebih maju. Kaum muda dapat menyampaikan aspirasinya, sementara aktor politik juga dapat secara masif melakukan kampanyenya dalam ruang digital ini.

Apa yang Diinginkan Kaum Muda?

Sebelum melangkah lebih jauh, signifikansi peran kaum muda dalam memimpin Pemilu mendatang perlu untuk dipetakan. Melalui demokrasi yang dibangun dari komunikasi politik digital, sosok pemimpin yang didambakan oleh kaum muda juga turut dikonstruksikan. Studi oleh CSIS mengenai politik kaum muda mengungkapkan, kaum muda mengharapkan pemimpin yang memiliki kemampuan, antara lain: (1) menginisasi perubahan, (2) memimpin di waktu krisis, dan (3) membuat kebijakan yang inovatif.

Ketiga kriteria pemimpin dambaan anak muda di atas dibangun atas peristiwa-peristiwa yang dialami dan disaksikan oleh kaum muda. Mereka menyadari bahwa kriteria-kriteria tersebut adalah syarat yang harus dimiliki oleh pemimpin Indonesia di masa yang akan datang. Penting untuk digaris bawahi bahwa diskursus ini juga perlu untuk segera direspon yang mana, menjadi sangat krusial bagi para aktor politik. Komunikasi politik yang tepat akan mempengaruhi persepsi sekaligus pilihan politik kaum muda.

Lebih lanjut, kaum muda juga menavigasikan pilihannya terhadap isu-isu dominan yang menjadi prioritas di ruang publik. Artinya isu-isu yang ada cenderung sedang populer dan menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Lagi-lagi, media digital menjadi perantaranya. Dinamika dalam komunikasi digital menggambarkan bahwa kaum muda menginginkan adanya pemimpin yang memperhatikan aspek kesejahteraan masyarakat. Kaum muda juga menginginkan sosok figur yang mampu menjembatani aspirasi-aspirasi terkait isu ketenagakerjaan. Kemudian yang terakhir adalah harapan kaum muda untuk pemimpin yang mampu melakukan pemberantasan korupsi secara masif di Indonesia. Apabila dimanfaatkan dengan tepat, isu-isu di atas, beserta dengan komunikasi politik digital dapat berpotensi untuk merekayasa elektabilitas aktor-aktor politik menjelang Pemilu tahun 2024.

Rekomendasi

Fenomena di atas menunjukkan, komunikasi politik melalui media digital menjadi sarana untuk meningkatkan elektabilitas aktor-aktor politik menjadi sangat penting. Namun secara lebih spesifiknya, apa saja yang harus dilakukan dalam skema komunikasi politik tersebut. Tulisan ini menyarankan dua langkah strategis yang perlu ditempuh aktor politik untuk menjaring suara kaum muda melalui media digital sebagai konsekuensi dari akibat disrupsi yang ditimbulkan oleh Pandemi Covid-19.

Pertama, melalui ruang digital, aktor-aktor politik perlu untuk menciptakan ruang partisipatif yang ramah akan kaum muda. Hingga saat ini, kaum muda masih menyayangkan sikap dari aktor-aktor politik yang tidak begitu serius memperhatikan partisipasi kaum muda. Partisipasi kaum muda yang rendah tercermin dari Indeks Pembangunan Pemuda Indonesia tahun 2019 oleh Bappenas (2019) yang menunjukkan, capaian kaum muda pada domain partisipasi dan kepemimpinan dari lima domain yang ada terus mengalami stagnasi selama periode 2015-2018.

Lebih lanjut, Harris (2021) mengungkapkan, eksklusi sosial dengan memandang remeh kapasitas kaum muda untuk mengambil keputusan, menjadi hambatan terbesar bagi kaum muda untuk diikutsertakan dalam ruang-ruang strategis. Di sisi lain, dilansir melalui Jakarta Post, kaum muda merupakan entitas yang membutuhkan kesempatan. Maka dari itu, aktor politik dapat menerjemahkan fenomena ini menjadi suatu peluang, dengan memberikan ruang yang partisipatif bersama kaum muda untuk melakukan inovasi terhadap wacana publik yang strategis.

Kedua, aktor-aktor politik seharusnya menggambarkan perhatian mereka dengan jelas. Media digital saat ini dapat dikatakan sebagai dialog interaktif antar individu di dalamnya. Melalui media digital ini, kaum muda merepresentasikan kebutuhannya. Oleh karena urgensi ini, aktor politik sebaiknya memproduksi konten-konten yang menjawab kebutuhan kaum muda tersebut. Komunikasi harus dilakukan secara terukur dan terarah, sehingga tidak terkesan bertele-tele, namun langsung menyasar terhadap jawaban dari permasalahan yang konkret di lapangan.

Aktor-aktor politik dapat memanfaatkan fenomena ini menjadi langkah strategis untuk meningkatkan elektabilitas pada ajang Pemilu tahun 2024. Disrupsi akibat Covid-19 mengindikasikan semakin masifnya komunikasi digital. Sejalan dengan hal tersebut, komunikasi politik juga turut mengalami pergeseran. Bagi kaum muda, fenomena ini mendekatkan mereka kepada diskursus demokrasi di Indonesia. Selagi mempersiapkan pesta demokrasi tahun 2024 mendatang, menindaklajuti potensi dominasi suara kaum muda melalui media digital merupakan langkah yang bijak.

Referensi

Bappenas. (2019). Indeks Pembangunan Pemuda Indonesia 2019. Jakarta: Bappenas.

Harris, A., Herman, C., dan Johanna, W. (2021). Studies in Childhood and Youth. Switzerland: Springer Nature.

Jakarta Post. (2022). Analysis: CSIS Survey Shows Young Voters Want Change, Not Prabowo. 10 Oktober 2022 [daring]. Diakses melalui https://www.thejakartapost.com/opinion/2022/10/10/analysis-csis-survey-shows-young-voters-want-change-not-prabowo.html.

Jakarta Post. (2022). Young Voters Learn To Block Out Political Noise On Social Media. 28 Oktober 2022 [daring]. Diakses Melalui https://www.thejakartapost.com/paper/2022/10/28/young-voters-learn-to-block-out-political-noise-on-social-media.html.

Katadata. (2020). Usia Produktif Diprediksi Kembali Mendominasi pada Pemilu 2024. 20 Mei 2020 [daring]. Diakses melalui https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/05/20/usia-produktif-diprediksi-kembali-mendominasi-pada-pemilu-2024.

Somad, A. (2022). Political Parties Compete to Attract Young Voters. 6 Juni 2022 [daring]. Diakses melalui https://jaring.id/political-parties-compete-to-attract-young-voters/.

Tapsell, R. (2017). Media Power in Indonesia: Oligarchs, Citizens, and The Digital Revolution. London: Rowman & Littlefield International.

.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published.