Mikoriza, Cendawan Alternatif Penyelamat Tanaman di Lahan Gambut

,

Indonesia merupakan negara keempat setelah Kanada, Uni Soviet dan Amerika Serikat yang memiliki lahan gambut yang luas. Luas lahan gambut di Indonesia ditaksir 14,95 juta hektar yang tersebar di Pulau Papua, Kalimantan, dan Sumatera serta beberapa bagian di Sulawesi (Masganti dkk, 2017). Tanah gambut merupakan tanah yang terbentuk dari timbunan sisa tanaman yang mati, baik yang sudah lapuk ataupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi yang terhambat oleh kondisi anaerob dan kondisi lingkungan lainnya sehingga menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan organisme pengurai (Sukarman, 2015). Tanah gambut memiliki karakteristik yang unik dimana gambut dinilai sebagai habitat lahan basah yang mampu menyerap dan menyimpan karbon dalam jumlah yang besar sehingga mencegah larinya gas rumah kaca (terutama CO₂) ke atmosfer bumi. Keunikan yang dimiliki gambut ini kemudian menempatkan gambut menjadi tanaman yang memiliki peran penting dalam penanganan perubahan iklim.

Dibalik manfaat yang dimiliki tanah gambut,  rendahnya unsur hara yang terkandung didalam tanah gambut menjadikannya cenderung tidak subur. Umumnya beberapa jenis tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik di daerah gambut seperti Jati (Tectona grandis), Mahoni (Swietenia mahagoni) dan berbagai jenis tanaman pertanian, dimana yang menjadi faktor utama yaitu media perakaran gambut yang kurang sesuai dengan perkembangan akar. Selain itu, faktor pembatas yang dominan lainnya adalah sifat tanah yang remah, pencucian hara intensif (tanah selalu tergenang), kemasaman tanah dan kesuburan asli tanah yang rendah. Teknologi yang sudah dikembangkan untuk gambut lestari antara lain melalui tata kelola air pada gambut, pengelolaan keasaman dan pengelolaan kesuburan tanah.

Salah satu strategi tanaman agar dapat tumbuh pada kondisi yang tidak optimal di lahan gambut adalah membentuk simbiosis dengan mikoriza. Mikoriza merupakan jamur/cendawan yang mampu bersimbiosis dengan tumbuhan. Secara harfiah, Mikoriza berarti cendawan akar, maka dari itu pada dasarnya Mikoriza memerlukan akar tumbuhan untuk melengkapi daur hidupnya. Selain itu, Mikoriza memiliki sifat archidophylis atau menyukai kondisi asam (Helmi dkk., 2015), tidak heran makanya Mikoriza dapat berkembang dengan baik pada tanaman yang ada di lahan gambut (Hanafiah, 2004). Bentuk simbiosis ini biasanya berupa simbiosis mutualisme antara tanaman, jamur dan tanah. Prinsip kerja mikoriza adalah dengan menginfeksi perakaran tanaman, lalu memproduksi hifa atau benang jamur secara intensif di dalam perakaran tanaman, sehingga tanaman yang mengandung mikoriza dapat meningkatkan kapasitas penyerapan air dan hara.

Salah satu jenis mikoriza yang bermanfaat dan paling banyak ditemui adalah Vesikular Arbuskular Mikoriza (VAM) yang merupakan jenis cendawan yang termasuk dalam Genus Glomales dan bersifat parasit obligat (organisme berukuran mikro yang mampu tumbuh dan berkembang biak di dalam sel). VAM mendapat banyak perhatian karena kemampuannya membentuk simbiosis mutualistik dengan sekitar 80% spesies tumbuhan walaupun efektivitas kemampuannya tidak sama pada setiap spesies tumbuhan (Akib dkk., 2020). Istilah Vesikular Arbuskular Mikoriza ini dipakai karena mikoriza jenis ini membentuk struktur arbuskul dalam asosiasinya didalam akar dan sebagian membentuk vesikel. Arbuskul merupakan struktur hifa yang bercabang-cabang seperti pohon kecil dalam korteks akar inang, dimana Arbuskul memiliki fungsi sebagai tempat pertukaran unsur hara antara jamur dengan tanaman inang (Brundrett dkk., 1996).  Sementara, vesikel merupakan ujung dari hifa yang menggelembung di daerah sel-sel korteks akar yang berfungsi sebagai organ penyimpanan dimana memiliki dinding yang tebal. Dibawah merupakan struktur mikoriza di dalam akar tanaman.

Salah satu manfaat asosiasi jamur VAM adalah membantu tanaman memperbesar penyerapan hara pada ekosistem miskin hara khususnya Nitrat (N) dan Phosphat (P). Selain meningkatkan kapasitas penyerapan air dan hara, VAM juga mampu memperbaiki struktur dan agregasi tanah. VAM menghasilkan senyawa glycoprotein glomalin yang sangat berkorelasi dengan peningkatan kemantapan agregat tanah. Proteksi patogen dan unsur toksik, dimana mikoriza dapat mengeluarkan antibiotik yang dapat mematikan patogen. Akar tanaman yang sudah diinfeksi VAM, tidak dapat diinfeksi oleh patogen yang menunjukkan adanya kompetisi. Disamping itu, VAM juga mampu merangsang aktivitas beberapa mikroorganisme lain yang menguntungkan seperti bakteri rhizobium. VAM yang berasosiasi pada tanamanan dapat meningkatkan aktivitas fosfor, sehingga meningkatkan aktivitas nitrogenase yang selanjutnya memperbaiki pertumbuhan akar

Untuk mendapatkan manfaat yang optimal, pengaplikasian mikoriza pada tanaman, terkhusus tanaman berkayu sebaiknya dilakukan pada saat penanaman awal seperti pada saat di polybag. Sementara, penanaman di lahan ataupun pada tanaman yang sudah ditanam (di umur muda) bisa dilakukan dengan terlebih dahulu membuat lubang di sekeliling tanaman agar mikoriza dapat langsung mengenai akar. Pengaplikasian mikoriza pada tanaman yang sudah besar tidak akan berpengaruh pada produktivitas tanaman berkayu. Hal ini terjadi karena, ketika tanaman bertambah besar atau semakin tua, tanaman berkayu akan memproduksi lignin yang lebih banyak yang kemudian menghalangi mikoriza untuk menembus dan berkembang didalam akar. Berikut merupakan data persen infeksi pada tanaman berkayu berumur tua, dimana persen infeksi mikoriza menandakan bahwa terdapat asosiasi antara umur tanaman dan mikoriza.

Selain umur tanaman, keberhasilan mikoriza pada tanaman dipengaruhi oleh 3 faktor lain yaitu jenis tanaman, kondisi mikoriza dan jenis tanah. Tingkat efektivitas setiap jenis tanaman inang berbeda-beda apabila diaplikasikan dengan mikoriza yang berbeda, karena mikoriza sendiri memiliki spesifikasi dalam memilih dan berasosiasi dengan jenis tanaman tertentu. Selain itu jenis tanah juga menjadi faktor yang berpengaruh terhadap keberadaan mikoriza. Hal ini karena setiap jenis tanah memiliki kandungan organik dan keasaman yang berbeda sehingga efek mikoriza menjadi beragam. Mikoriza mampu menyuburkan tanah dan menyukai kondisi tanah yang asam sehingga cocok digunakan pada tanah dengan pH rendah, seperti tanah gambut.

Pelaksanaan penanaman pohon di lahan gambut pada prakteknya sulit untuk dilakukan. Hal ini terjadi karena persen tumbuh beberapa jenis tergolong rendah di lahan gambut (termasuk miskin hara dan mengandung senyawa beracun bagi tanaman). Adanya praktik penggunaan mikoriza mampu meningkatkan serapan hara dan merangsang antibiotik tanaman sehingga persen tumbuh pun meningkat (Miranda, 2014). Selain itu, penggunaan mikoriza lebih baik dibandingkan dengan penggunaan pupuk kimia dari segi ekologi karena tidak menyebabkan pencemaran lingkungan (Nyimas dkk, 2011).  Hal ini berkaitan dengan isu terkait penggunaan pupuk kimia dan pestisida kimia yang dapat menimbulkan masalah bagi lingkungan dalam jangka waktu yang lama. Misalnya, pencemaran air oleh bahan kimia, kerusakan tanah jangka Panjang dan mengganggu keseimbangan unsur hara pada lahan. Sebagai alternatif, mikoriza dapat dimanfaatkan sebagai strategi pengoptimalan hara dalam tanah organik yang jika   berkembang dengan baik di suatu tanah dan tanaman, maka manfaat yang akan diperoleh bisa digunakan untuk jangka waktu yang lama.

Seiring dengan upaya mitigasi iklim melalui pelestarian lahan gambut, pemanfaatan mikoriza dapat didorong untuk meningkatkan kesuburan lahan gambut yang tidak hanya berdampak untuk menyerap karbon tetapi juga penanganan krisis pangan dengan meningkatkan ketersediaan lahan pertanian atau perkebunan. Penggunaan mikoriza ini dapat menjadi salah satu solusi untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah dalam rangka meningkatkan produktivitas tanah. Dengan meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman, perbaikan kesuburan lahan dan peningkatan daya tahan tanaman, inovasi dari mikoriza memiliki potensi yang sangat besar dan patut dikembangkan dalam meningkatkan kebermanfaatan lahan-lahan marginal.

Referensi

Akib, M. A., Nuddin, A., Prayudyaningsih, R., Mustari, K., Kuswinanti, T., Syaiful, S. A., Penelitian, B., Pengembangan, D., Hidup, L., & Makassar, K. 2020. Endomikoriza Indigenous Sorowako: Potensi untuk Merehabilitasi Lahan Bekas Tambang Nikel. Sinergitas Multidisiplin Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, 3(1), 2020.

Brundrett, M., Bougher, N., Dell, B., Grove, T., & Malajczuk, N. (1996). Working with Mycorrhizas in Forestry and Agriculture Mycorrhizas of Australian Plants View Project Banksia Woodland Restoration Project View Project. June1982, 374 pp.

Hanafiah, (2004). Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Perseda. Hermon, Dedi.(2006).”Geografi Tanah. Padang : Yayasan Jihadul Khair Center.

Helmi Hermawan, Abdurrani Muin dan Reine Suci Wulandari. 2015. Kelimpahan Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Tegakan Eukaliptus (Eucalyptus pellita) Berdasarkan Tingkat Kedalaman Di Lahan Gambut. JURNAL HUTAN LESTARI (2015) Vol. 3 (1) : 124 – 132

Kusuma,  Wirahadi. 2022. Status Mikoriza Arbuskula Tanaman A. crassicarpa pada berbagai umur di PT. Mayangkara Tanaman Industri, Pontianak, Kalimantan Barat. Skripsi. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta

Masganti, Khairil Anwar dan Maulana Aries. 2017. Potensi dan Pemanfaatan Lahan Gambut Dangkal untuk Pertanian. Jurnal Sumber Daya Lahan. Vol. 11 No. 1, 2017; 43-52

Miranda Hadijah. 2014. PERAN MIKORIZA PADA Acacia auriculiformis YANG DITUMBUHKAN PADA TANAH SALIN. Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate)

Nyimas Indriani, Mansyur, Sulistiawati Iin, Romi Zahmir Islami. 2011. PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TANAMAN PAKAN MELALUI PEMBERIAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR (FMA). Pastura Vol. 1 No. 1 : 27 – 30

Mudjiman. 2004. Pengaruh Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Fosfat Alam terhadap Pertumbuhan Bibit Jati (Tectona grandis L.f) pada Media Semai Tanah Podsolik Merah Kuning. Skripsi. Fakultas Kehutanan UNTAN. Pontianak

Sukarman. 2015. Pembentukan, Sebaran dan Kesesuaian Lahan Gambut Indonesia. Panduan Pengelolaan Berkelanjutan Lahan Gambut Terdegradasi. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian,Bogor

Talanca, H. (2010). Status cendawan mikoriza vesikular-arbuskular (MVA) pada tanaman. Prosiding Pekan Serealia Nasional. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Sulawesi Selatan, 353–357.

 

.