Integrasi Perspektif Adil Gender dalam Pemberitaan Kekerasan Seksual

Di era serba digital, isu-isu yang semula terkubur perlahan kiat tersorot, demikian pula dengan isu kekerasan seksual. Platform digital yang dipandang lebih egaliter menjadi oase bagi kasus-kasus kekerasan seksual yang seringkali ditutup rapat-rapat. Penanganan kasus kekerasan seksual yang tidak transparan acap kali dilakukan justru untuk melindungi pelaku, bukan penyintas, sehingga saluran-saluran emansipatif banyak didambakan oleh mereka yang terliyankan. Corong-corong digital dinilai mampu menghubungkan individu ataupun kelompok secara lebih luas dan beragam, menciptakan diskusi dua arah, memobilisasi orang untuk bertindak, dan menjadi elemen strategi komunikasi bagi gerakan akar rumput tanpa bergantung pada media arus utama atau media konvensional (Haas, 2017). Kendati begitu ruang siber kini terbilang penuh sesak, berisikan banyak pihak dengan berbagai macam agenda. Media-media daring pun tidak ingin tertinggal dalam memberitakan kasus kekerasan seksual, meski tak jarang yang disajikan justru menyudutkan penyintas. Judul serta pemilihan kalimat yang sensasional dan seksis cenderung dikedepankan demi meraih atensi dan keuntungan, sebagai contoh berita berjudul “Harta Sudah di Tangan tetapi Tubuh Janda Bikin Enggak Tahan” yang ditulis oleh JPNN.com (Ridwan & Hutahaean, 2022). Konten berita tersebut juga tergolong tak sensitif sebab menggunakan kalimat-kalimat seperti “menikmati tubuh janda”, “janda molek”, dan “tak kuasa menahan nafsu”. Media ikut melanggengkan kultur kekerasan dengan menuliskan diksi maupun kalimat yang tidak berpihak pada penyintas.

Problematika Pemberitaan Kekerasan Seksual di Media

Pemberitaan yang cenderung bias lantas menihilkan empati terhadap penyintas kekerasan seksual. Komnas Perempuan (2015) menyebutkan, kasus kekerasan seksual paling banyak diberitakan namun media masih belum memenuhi hak penyintas, bahkan masih menggiring pembacanya untuk menciptakan stereotip dan menghakimi penyintas. Hal senada juga disampaikan Remotivi (2020) dalam laporan Indeks Media Inklusif tahun 2020, bahwa tingginya pemberitaan kasus kekerasan bukanlah ekspresi simpatik, melainkan ekspresi komersial, serta lebih jamak dikomentari oleh individu-individu yang tidak mewakili penyintas. Liputan media tentang kekerasan seksual sering kali berpotensi menyebabkan penyintas mengalami kekerasan berlapis (Ervita, 2021). “Tersangka Kekerasan Seksual Jatinegara Mengaku Tergoda Daster”, “Tukang Servis Melakukan Pencabulan terhadap Balita lalu Onani. Ia Mengaku Terangsang Kecantikan Korban”, “Pemuda asal Blitar Gagal Perkosa Tante-tante karena Ditarik Anunya”, “Tergiur Tubuh Bongsor, Kuli Bangunan Gagahi Anak Kandung” (Hilmi & Sugiharto, 2018; Budianto, 2022; Riady, 2020; Arif, 2018) adalah segelintir judul-judul yang ditemui tatkala menyelami berita kekerasan seksual. Kalimat-kalimat tersebut menyiratkan bahwa penyintas adalah pihak yang bersalah atas kekerasan seksual yang menimpanya. Penyintas digambarkan lemah dan tidak berdaya, serta seolah membiarkan kekerasan terjadi kepadanya. Kekerasan seksual lama kelamaan dinormalisasi sebagai kesalahan penyintas yang dinilai tidak mampu menjaga diri. Duka penyintas dianggap konsensual dan penyintas seakan menikmati kekerasan yang dialaminya. Media melalui beritanya juga kadang kala mengimplikasikan maskulinitas toksik dimana jika pelakunya adalah laki-laki, maka kekerasan seksual ditoleransi dengan dalih hawa nafsu yang tidak terbendung serta menunjukkan kegagahan seorang laki-laki. Bila berita kekerasan seksual terus menerus ditulis dengan cara demikian, maka miskonsepsi mengenai kasus kekerasan seksual akan terus abadi. Pasalnya, media berperan besar dalam membentuk persepsi tentang kekerasan seksual, siapa pelakunya, siapa korbannya, apa yang sebetulnya terjadi di balik kasus kekerasan seksual tersebut (Alhumaid, 2014; Habes et al., 2019). Representasi media yang keliru memperlebar celah kasus kekerasan seksual akan terus melonjak (Cohen & Zhukov, 2018). Terlebih representasi media yang melenceng tentang kekerasan seksual jamak ditemui judul maupun isi berita (Schwark, 2017), yang kerap dianggap sebagai kebenaran. Berkaca dari persoalan ini, penting untuk menumbuhkan perspektif adil gender di media agar semakin banyak berita-berita yang berpihak pada penyintas, memuat sudut pandang penyintas, serta turut mereduksi tafsiran buruk terhadap penyintas kekerasan seksual.

Mengintegrasikan Perspektif Adil Gender dalam Berita Kekerasan Seksual

Laki-laki dan perempuan kerap dibedakan berdasarkan faktor biologisnya, yang kemudian melahirkan pengkotak-kotakan peran secara sosial dan budaya. Konstruksi peran tersebut biasanya kaku, mengakibatkan munculnya stereotip yang mengakar serta terus direproduksi di masyarakat. Akibatnya, lahir relasi timpang antar kelompok yang diyakini superior dan inferior. Hal ini kemudian berimbas pada berbagai aspek kehidupan kelompok yang termarjinalkan, dimana mereka harus menjumpai subordinasi dan beban ganda, dalam hal ini penyintas malah disalahkan (victim blaming). Berita bertajuk “Pulang Malam, Karyawati Nyaris Jadi Korban Perkosaan” (Suseno & Suharsih, 2017) secara sugestif mengatakan bahwa perkosaan terjadi karena penyintas pulang malam, bukan karena niat keji pelaku. “Tergoda daster”, “terangsang kecantikan” dan kalimat serupa lainnya juga berpotensi membuat penyintas disalahkan karena dianggap tidak mampu menjaga diri. Kondisi ini kian mempersulit penyintas untuk memperoleh keadilan.

Perspektif adil gender hadir untuk mengurai permasalahan tersebut. Secara sederhana, perspektif adil gender dapat diartikan sebagai perspektif yang menyadari pentingnya menanamkan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan gender (Rutiana, 2007). Perspektif ini juga menyadari bahwa terdapat peran gender, perbedaan gender, ketidaksetaraan, dan ketidakadilan yang diciptakan dari konstruksi gender (Susanti, 2000; United Nations, 2002). Ketiadaan perspektif adil gender akan berbuntut pada keterbatasan wawasan dan pemahaman soal isu-isu seperti kekerasan seksual maupun kekerasan berbasis gender (Marcoes, 2019). Dengan berperspektif adil gender, individu dapat memahami posisi dan kondisi masing-masing gender dalam struktur masyarakat sekaligus tantangan dan kendala yang dihadapi. Perspektif adil gender dapat memantik sensitivitas bahwa ada pihak yang berkuasa dan ada pula pihak yang rentan. Media yang berlandaskan pada perspektif adil gender perlu menitikberatkan beritanya pada pengalaman penyintas kekerasan seksual. Alih-alih membuat penyintas terpojok, media melalui beritanya patut melecut empati khalayak terhadap penyintas kekerasan seksual dan ikut mengarusutamakan keadilan gender.

Media dapat menanamkan perspektif adil gender, misal dengan pelatihan-pelatihan bagi awak media laki-laki maupun perempuan. Pemilihan sudut pandang berita yang tepat akan membantu menumbuhkan kesadaran publik akan kesetaraan gender dan empati terhadap mereka yang mengalami kekerasan seksual. Selain itu, media perlu meningkatkan kompetensi fungsional dan kritis dalam membangun jejak digital agar dapat menjadi agen yang ikut mengawal kasus penyelesaian kasus kekerasan seksual. Dukungan demi dukungan akan penyintas terima bila media mampu menyuarakan kegelisahan penyintas lewat pemberitaannya. Dengan perspektif adil gender, media dapat turut mengkampanyekan kebutuhan dan memberdayakan kelompok rentan yang tidak memiliki akses untuk mengutarakan apa yang menjadi kerisauannya. Konstruksi dan persepsi yang bias dapat dihalau dengan berita-berita yang lebih inklusif dan berpihak pada minoritas. Media dan bernafaskan adil gender tidak akan menggunakan kata, judul, maupun kalimat yang seksis atau misoginis hanya untuk tujuan profit semata. Misalnya, mengganti kata “disetubuhi”, “digauli” dengan perkosaan untuk mempertegas kejadian sesungguhnya dan tidak mengaburkan kesalahan pelaku. Terakhir, media tidak sembarangan dalam mempublikasikan identitas penyintas, apalagi tanpa persetujuan penyintas.

Di Indonesia, media yang terbilang sudah mengikuti kaidah jurnalisme inklusif serta berperspektif gender. Hal ini dibuktikan dari riset Remotivi tahun 2020 di mana Tirto.id menempati urutan pertama media yang minim menggunakan istilah maupun frasa yang tidak inklusif. Kemudian pada penelitian yang dilakukan Rahayu dan Agustin (2018) disebutkan bahwa Tirto.id telah berhasil membuat rangkaian berita yang berperspektif gender, yakni dengan tidak menyalahkan penyintas, memberikan wadah bagi penyintas untuk bersuara, dan menjadi sarana edukasi bagi masyarakat mengenai kekerasan seksual. Sebagai contoh, berita Tirto.id yang berjudul “Modus Ritual Pandai Menari, Guru Tari di Malang Perkosa 7 Murid”, tidak memuat unsur-unsur sensasional, dan fokus tertuju pada perbuatan pelaku. Beberapa kali pula, kutipan-kutipan wawancara dengan pihak berwajib dibenahi dengan tanda kurung, seperti disetubuhi dan dicabuli diberi keterangan “diperkosa-red”. Kronologi yang dipaparkan runut, berperspektif korban, serta menyebutkan dengan jelas hukuman yang akan diterima pelaku.

Simpulan

Terbukanya kanal-kanal digital telah mengakibatkan suara yang pro dan kontra berbenturan, dan disinilah media seharusnya bertindak. Bagi kebanyakan orang, media adalah tumpuan informasi yang terpercaya dan mampu diandalkan (Thacker, 2017). Dengan kemampuan posisi tersebut, media harus kembali merefleksikan peran, tujuan, serta tanggung jawabnya. Di ranah daring, keleluasaan yang dipunya bukanlah tanpa batas, melainkan harus dipergunakan secara bijaksana.  Media harus berpegang teguh pada prinsip keadilan gender agar mampu melawan stigma negatif yang disematkan kepada penyintas. Integrasi perspektif adil gender dalam pemberitaan kasus kekerasan seksual dapat bermuara pada penanganan dan pencegahan kasus yang lebih menyeluruh serta memperhatikan dan mempertimbangkan detail aspek, seperti pengalaman tiap-tiap gender. Lebih jauh, berita kekerasan seksual yang berperspektif adil gender akan mempengaruhi penilaian dan sikap publik, yang selanjutnya akan berlabuh pula pada alterasi kebijakan yang lebih progresif. Perspektif adil gender akan mengembalikan media pada ruhnya untuk mengedukasi.

Referensi

Alhumaid, K. F. (2014). Perspectives and usage of technology of Arabic language teachers in the United Arab Emirates. University of Kansas.

Arif, S. (15 Februari 2018). Tergiur tubuh bongsor, kuli bangunan gagahi anak kandung. Sindonews. https://daerah.sindonews.com/berita/1282266/23/tergiur-tubuh-bongsor-kuli-bangunan-gagahi-anak-kandung.

Budianto, E. E. (4 Januari 2021). Tukang servis kulkas cabuli balita lalu onani, alasannya bikin geram. Detikcom. https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-5320971/tukang-servis-kulkas-cabuli-balita-lalu-onani-alasannya-bikin-geram/2.

Cohen, D., & Zhukov, Y. M. (2018). Does rape culture predict rape? Evidence from US newspapers, 2000–2013. Quarterly journal of political science. doi: 10.1561/100.00016124.

Ervina, M. (2 Agustus 2021). Media Indonesia krisis pemberitaan ramah gender. Magdalene. https://magdalene.co/story/media-indonesia-krisis-pemberitaan-ramah-gender.

Haas, R. (2017). Developing social media campaigns for domestic violence awareness month. National Resource Center on Domestic Violence.

Habes, M. et al. (2019). The relation between social media and students’ academic performance in Jordan: YouTube perspective. In International conference on advanced intelligent systems and informatics (pp. 382-392). Springer, Cham.

Hilmi, A. & Sugiharto, J. (14 Februari 2018). Tersangka kekerasan seksual Jatinegara mengaku tergoda daster. Tempo.co. https://metro.tempo.co/read/1060512/tersangka-kekerasan-seksual-jatinegara-mengaku-tergoda-daster.

Komnas Perempuan (2015). Analisa Media: Sejauh mana media telah memiliki perspektif korban kekerasan seksual (Januari – Desember 2015). Komnas Perempuan. https://komnasperempuan.go.id/.

Mannila, S. (2017). Women and men in the news: Report on gender representation in Nordic news content and the Nordic media industry. Nordic Council of Ministers.

Marcoes, L (10 April 2019). Kampus tak punya perspektif adil gender, saatnya perempuan memimpin. Tirto.id. https://tirto.id/kampus-tak-punya-perspektif-adil-gender-saatnya-perempuan-memimpin-dkSJ.

Putri, R. D. (2022). Modus ritual pandai menari, guru tari di Malang perkosa 7 murid. Tirto.id. https://tirto.id/modus-ritual-pandai-menari-guru-tari-di-malang-perkosa-7-murid-gnW6.

Rahayu, M., & Agustin, H. (2018). Representasi kekerasan seksual terhadap perempuan di situs berita tirto. id. Jurnal Kajian Jurnalisme2(1), 115-134. https://doi.org/10.24198/jkj.v2i1.21321

Riady, E. (17 Februari 2020). Pemuda asal Blitar gagal perkosa tante-tante karena ditarik anunya. Detikcom. https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-4902532/pemuda-asal-blitar-gagal-perkosa-tante-tante-karena-ditarik-anunya.

Ridwan, M. & Budianto, H. (12 Mei 2022). Harta sudah di tangan, tetapi tubuh janda bikin enggak tahan. JPPN.com. https://www.jpnn.com/news/harta-sudah-di-tangan-tetapi-tubuh-janda-bikin-enggak-tahan?page=3.

Rutiana, I. (2007). Integrasi perspektif adil gender dalam proses pendidikan di Sekolah Dasar. UNS Press.

Schwark, S. (2017). Visual representations of sexual violence in online news outlets. Frontiers in psychology8, 774. doi: 10.3389/fpsyg.2017.00774.

Susanti, B. M. (2000). Penelitian tentang perempuan dari pandangan Androsentris ke perspektif gender. Jurnal ISI. Yogyakarta.

Suseno, P. & Suharsih (2017). Perkosaan Klaten:  Pulang malam, karyawati nyaris jadi korban perkosaan. Solopos.com. https://www.solopos.com/2017/01/01/perkosaan-klaten-pulang-malam-karyawati-nyaris-jadi-korban-perkosaan-780907?utm_source=dlvr.it&utm_medium=twitter.

Thacker, L. K. (2017). Rape culture, victim blaming, and the role of media in the criminal justice system. Kentucky Journal of Undergraduate Scholarship, 1(1). https://encompass.eku.edu/kjus/vol1/iss1/8

Thaniago, R. (2020). Indeks Media Inklusif 2020: Rapor jurnalisme daring dalam pemberitaan kelompok marginal di Indonesia. Remotivi. https://remotivi.or.id/ReportIMI-DigitalVersion.pdf.

United Nations (2020). Gender mainstreaming: an overview. United Nations. https://www.un.org/womenwatch/osagi/pdf/e65237.pdf.

.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published.