Mendengarkan Suara yang Tidak Terdengarkan: Perlindungan Sosial Adaptif bagi  Kawan Transgender dalam Perubahan Iklim

,

Permasalahan akibat perubahan iklim tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga bagi manusia yang tinggal di dalamnya. Situasi krisis merentankan mereka yang tidak rentan dan semakin merentankan mereka yang rentan. Manusia mengalami keberagaman risiko akibat kebencanaan bergantung pada kondisi ekonomi, sosial politik, dan budaya[1]. Dalam permasalahan akibat dampak perubahan iklim, kawan Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Queer (LGBTQ) terutama kawan transgender memiliki pengalaman yang unik dibandingkan dengan kelompok rentan lainnya. Permasalahan iklim bukanlah permasalahan yang netral gender.

Kawan transgender –selanjutnya disebut dengan kawan trans– adalah mereka yang tidak termasuk dalam kategori biner laki-laki dan perempuan. Konsep Sexual Orientation, Gender Identity, Gender Expression, and Sex Characteristic (SOGIESC ) membuka perspektif kita  bahwa manusia memiliki kompleksitas dalam orientasi seksual, identitas gender, dan karakteristik seksual. Kawan trans berbeda dengan kelompok cisgender yang memiliki  jenis kelamin yang sama seperti saat  mereka dilahirkan. Kawan trans umumnya terdiri dari kelompok transpria dan transpuan[2].

Kelompok gender tertentu mengalami dampak yang berbeda akibat ketidakadilan sosial. Terlebih di Indonesia, kawan LGBTQ kerap dikambinghitamkan dengan permasalahan akibat perubahan iklim dan berbagai masalah kebencanaan lainnya.  Misalnya, bencana alam seperti banjir dan tanah longsor kerap dipropagandakan sebagai akibat  dosa-dosa  LGBTQ. Misalnya, pada gempa Cianjur 27 November 2022 , warganet mengomentari bahwa gempa terjadi karena ulah kawan LGBTQ[3].

Pemerintah daerah turut mendiskreditkan kawan LGBTQ melalui peraturan daerah (perda) anti LGBTQ[4]. Kota Bogor merupakan salah satu daerah yang menerapkan perda tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perilaku Menyimpang Seksual (P4S). Perda tersebut resmi diberlakukan pada akhir 2021. Pasal 6 P4S menyebut  LGBTQ sebagai perilaku seksual menyimpang[5]. Stigma dan diskriminasi membuat mereka dilupakan dalam upaya penanganan akibat dampak krisis lingkungan[6][7].

Diskriminasi dalam bantuan  kebencanaan pada kelompok minoritas seksual juga terjadi di Amerika. Pengungsi kawan trans mengalami diskriminasi di kamp pengungsi di New Orleans. Sebagai minoritas gender, mereka tidak memiliki akses yang setara untuk mendapatkan hak dasar berupa pekerjaan yang layak, akses pada pendidikan formal, kesehatan, ekonomi, dan berbagai bidang lainya. Kondisi krisis iklim semakin memperparah kerentanan yang mereka alami[8].

Lebih lanjut, tulisan ini berupaya untuk mengarusutamakan perspektif adil gender dalam pengurangan risiko akibat kebencanaan. Kurangnya sensitivitas gender pada isu kebencanaan melahirkan kerentanan pada kelompok gender tertentu.  Kondisi demikian tidak diikuti dengan  peningkatan kapasitas  mereka untuk menghadapi bencana[9].

Krisis Iklim dan Penghidupan Kawan Trans

Di Indonesia, sebanyak 85 persen kawan transpuan tinggal di kawasan urban. Mereka pindah dari kawasan pedesaan ke kawasan urban karena ditolak oleh keluarga mereka[10]. Kawan transpuan meninggalkan keluarga dengan bekal pendidikan dan ketrampilan yang terbatas. Sebagian besar kawan transpuan bertahan hidup sebagai pekerja informal seperti pekerja seks, pengamen, dan membuka usaha salon. Pasar kerja formal dan institusi pendidikan formal yang belum terbuka akan keberagaman gender menjadi alasan mengapa  kawan trans bekerja di sektor informal.

Kawan trans mengalami beban ganda sebagai minoritas seksual dan pekerja informal. Sebagai gender minoritas, kawan trans  rentan terhadap kekerasan fisik dan psikis dari lingkungan mereka[11]. Pada 2020, salah seorang transpuan dibakar hidup-hidup karena dituduh mencuri[12]. Komnas Perempuan mencatat terjadi peningkatan kekerasan terhadap transpuan di Indonesia dari tahun ke tahun[13]. Sebagai pekerja informal, kawan trans menghadapi kerentanan pasar kerja seperti minimnya asuransi pekerja dan standar kerja yang layak[14]. Sistem perlindungan sosial yang minim membuat kawan trans rentan dalam menghadapi situasi krisis termasuk krisis iklim. 

Krisis iklim mempengaruhi kesehatan dan penghidupan kawan trans. Lily,  kawan trans yang bekerja sebagai pengamen di Jakarta, mengalami radang tenggorokan, sesak napas, dan beberapa permasalahan kesehatan lainnya [15]. Beberapa penyakit tersebut rentan timbul akibat paparan polusi udara. Selain itu, perubahan cuaca yang tidak menentu mempengaruhi penghasilan kawan trans yang mengandalkan upah harian. Pada saat cuaca cerah kawan transpuan berusaha lebih keras agar kebutuhan mereka tercukupi[16].

Upah rendah juga membuat kawan trans tinggal di kawasan perkampungan kumuh. Sensus 2012  India menunjukkan setidaknya terdapat 488000 orang yang mengidentifikasikan diri sebagai transgender. Sebagian besar dari mereka tinggal di permukiman kumuh dengan akses terhadap infrastruktur yang terbatas[17]. Mereka yang tinggal di pemukiman kumuh rentan mengalami banjir dan berbagai masalah lingkungan serta kesehatan. 

Mendengarkan Suara yang Tidak Terdengarkan

Pengalaman pada krisis pandemi Covid 19 menunjukkan belum adanya program perlindungan khusus dari pemerintah bagi kawan trans. Padahal,  situasi pandemi mempengaruhi  kondisi penghidupan mereka sebagai pekerja informal. Kawan trans hanya mengandalkan bantuan kesukarelawanan dari mereka yang memiliki kepedulian terhadap kawan trans[18].

Jaring pengaman sosial bagi kawan trans cukup minim. Kecemasan karena layanan publik yang tidak inklusif  membuat kawan trans rentan untuk tidak  memiliki dokumen kependudukan. Kondisi tersebut menyebabkan kawan transpuan tidak dapat mengakses BPJS Kesehatan dan program perlindungan sosial lainnya[19].

 Secara administrasi kenegaraan, kawan trans  sering mendapatkan diskriminasi. Kawan transpuan mengalami kesulitan saat mengurus KTP. Mereka terkendala untuk membawa surat pindah guna mengurus KTP[20]. Padahal, mayoritas kawan trans lari dari kampung halaman karena diskriminasi yang mereka alami [21].

Bantuan secara kesukarelawanan tidak cukup untuk melindungi kawan trans. Kerentanan pada suatu individu atau kelompok terjadi secara sistemik sehingga dibutuhkan perlindungan sosial yang juga tersistem.  Perlindungan sosial memiliki peran penting untuk mengurangi kerentanan dan memproteksi kelompok rentan dari bahaya yang tidak terduga[22]. Perlindungan sosial yang tersistem berarti memberikan akses  dan jangkauan perlindungan yang lebih luas pada seluruh populasi.  Perlindungan sosial  semestinya melindungi seluruh warga negara secara setara terlepas pada identitas mereka.

Negara memiliki kewajiban untuk memberikan Perlindungan Sosial Adaptif (PSA) agar masyarakat rentan  tidak semakin jatuh ke kerentanan yang lainnya. PSA mengharapkan masyarakat tidak sekadar menjadi penerima bantuan, tetapi berupaya untuk meningkatkan kapasitas mereka untuk menghadapi guncangan yang terjadi.

Dalam Rencana Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, Indonesia akan memprioritaskan PSA. Pemerintah telah menyusun draf peta jalan PSA di Indonesia[23]. PSA berjalan  melalui bantuan sosial, jaminan sosial, dan program pasar kerja. Beberapa program yang berkaitan dengan PSA seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Lansgung Tunai (BLT)[24].

Dari program Perlindungan Sosial Adaptif yang telah ada, pemerintah terbatas mendefinisikan kelompok rentan yang terdiri dari masyarakat miskin, lanjut usia, disabilitas, perempuan, dan anak[25]. Kawan trans belum masuk sebagai kategori khusus masyarakat rentan. 

Ketika menggunakan perspektif gender, kita akan melihat bahwa kelompok di luar cisgender mengamati kerentanan yang berbeda. Melalui kerangka interseksionalitas, kita juga mengetahui bahwa masing-masing kelompok rentan memiliki kerentanan yang saling tumpang tindih.

Kerentanan kawan trans sebagai minoritas gender berinterseksi dengan kerentanan mereka sebagai pekerja informal. Lapis interseksi akan bertambah seturut dengan kondisi spesifik yang mereka alami. Misalkan, interseksi bertambah ketika kawan trans hidup dengan kondisi disabilitas dan kawan trans hidup dengan HIV[26]. Pemahaman kerentanan yang spesifik akan menentukan program perlindungan yang lebih spesifik dan tepat sasaran.

Keadilan dalam adaptasi perubahan iklim perlu mempertimbangkan sensitivitas gender dan   interseksionalitas. Tanpa adanya pemahaman tersebut maka program perlindungan yang ada kurang menyasar secara khusus bagi kawan trans. Suara kawan trans akan semakin sulit terdengar dalam upaya perlindungan dampak perubahan iklim.

Mendengarkan suara kawan trans merupakan upaya pengarusutamaan isu lingkungan yang setara.  Ketidakadilan sosial dan lingkungan berasal dari sumber yang sama yakni perendahan, komodifikasi, dan eksploitasi. Keikutsertaan kelompok rentan terutama kawan trans  dalam isu lingkungan penting agar mereka dapat merefleksikan masalah yang mereka alami serta menyuarakannya dalam kerangka kebijakan negara [27].

Referensi

Adriana, TIka. “31 Maret Adalah International Transgender Day of Visibility, Komunitas Transpuan Hadapi Krisis Iklim.” Konde.co, March 31, 2022. https://www.konde.co/2022/03/perjuangan-komunitas-transpuan-menghadapi-krisis-iklim.html/.

Akmalia, Shohibatunnisa. “Layaknya Avatar, LGBT Kerap Disebut Sebagai Sumber Bencana,” February 6, 2023. https://www.konde.co/2023/02/layaknya-avatar-lgbt-kerap-disebut-sebagai-sumber-bencana.html/.

Asian Development Bank. Social Protection, n.d.

Astuti, Runik Sri, and Gandhawangi, Sekar. “Transpuan Surabaya Terkendala Saat Mengurus KTP.” Kompas.Id, July 27, 2022. https://www.kompas.id/baca/nusantara/2022/07/22/transpuan-surabaya-terkendala-saat-mengurus-ktp.

Ato, Stefanus. “Mira, Transpuan Yang Dituduh Mencuri Dan Meninggal Dibakar.” Kompas, April 6, 2020. https://www.kompas.id/baca/metro/2020/04/06/mira-transpuan-yang-dituduh-mencuri-dan-mati-dibakar.

Ayuningtyas, Kusumari. “Gender Minoritas Dan Diskriminasi Akses Layanan Kesehatan.” DW Indonesia, February 21, 2022. https://www.dw.com/id/diskriminasi-akses-pelayanan-kesehatan-gender-minoritas/a-60850377.

Bappenas. “Bappenas Kumpulkan Masukan Untuk RPJMN 2025-2029 Dan RKP 2025 Lebih Berkualitas.” Bappenas, Desember 2023. https://www.bappenas.go.id/id/berita/bappenas-kumpulkan-masukan-untuk-rpjmn-2025-2029-dan-rkp-2025-lebih-berkualitas-FA85W.

Bell, Karen. “Diversity and Inclusion in Environmentalism.” In Diversity and Inclusion in Environmentalism, 1–15. Oxon: Routledge, 2021.

DW Indonesia. “Kenapa Kaum LGBTQ+ Paling Terancam Oleh Bencana Iklim?” DW Indonesia, March 12, 2021. https://www.dw.com/id/kenapa-lgbtq-paling-terancam-oleh-bencana-iklim/a-56851862.

Folia, Rosa. “Merekam Momen Bersejarah Saat Transgender Indonesia Akhirnya Bisa Membuat KTP.” Vice, n.d. https://www.vice.com/id/article/qj8vap/kebijakan-baru-dukcapil-bikin-transgender-indonesia-bisa-memiliki-e-ktp.

IOM UN Migration. “Introducing SOGIESC Information into Pre-Departure Orientation Curriculums,” n.d.

Iswara, Made Anthony, and Larasati, Dyah. “Bolak-Balik Diterjang Banjir, Pemerintah Bisa Lindungi Masyarakat Rentan Lewat Bantuan Responsif Bencana – Tapi Perbaikan Diperlukan.” The Conversation, March 29, 2023. https://theconversation.com/bolak-balik-diterjang-banjir-pemerintah-bisa-lindungi-masyarakat-rentan-lewat-bantuan-responsif-bencana-tapi-perbaikan-diperlukan-202248.

King, David. “Hearing Minority Voices: Institutional Discrimination Towards LGBTQ in Disaster and Recovery.” Journal of Extreme Events, December 5, 2022, 2241005. https://doi.org/10.1142/S2345737622410056.

Komnas Perempuan. “Siaran Pers Komnas Perempuan Tentang Kekerasan Terhadap Transpuan (Jakarta, 6 Mei 2020).” Siaran Pers Komnas Perempuan Tentang Kekerasan Terhadap Transpuan (Jakarta, 6 Mei 2020) (blog). Accessed January 29, 2024. https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/siaran-pers-komnas-perempuan-tentang-kekerasan-terhadap-transpuan-jakarta-6-mei-2020.

Nova, Devi. “Transpuan Ubah Kerentanan Jadi Kekuatan Di Tengah Pandemi.” Magdalene, April 23, 2020.

OECD and International Labour Organization. Tackling Vulnerability in the Informal Economy. Development Centre Studies. OECD, 2019. https://doi.org/10.1787/939b7bcd-en.

“Program Keluarga Harapan (PKH).” Accessed February 6, 2024. https://kemensos.go.id/program-keluarga-harapan-pkh.

Saputra, Yuli. “Perda Penyimpangan Seksual Kota Bogor: Kelompok Gender Minoritas Merasa Terancam ‘Akan Ada Legitimasi Persekusi,’” March 26, 2022. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-60886391.

Sen, Priyadarshini, and Naqvi, Jerar. “Transgender Activists Highlight the Impacts of Climate Change and Environmental Issues on the Community.” Mongabay, March 7, 2023.

Sinombor, Sonya Hellen. “Mendampingi Transpuan Yang Terbuang Hingga Usia Senja.” Kompas, 27 Juli 20233.

Thomas, Kimberley, R. Dean Hardy, Heather Lazrus, Michael Mendez, Ben Orlove, Isabel Rivera‐Collazo, J. Timmons Roberts, Marcy Rockman, Benjamin P. Warner, and Robert Winthrop. “Explaining Differential Vulnerability to Climate Change: A Social Science Review.” WIREs Climate Change 10, no. 2 (March 2019): e565. https://doi.org/10.1002/wcc.565.

United Nations. Making Disaster Risk Reduction Gender-Sensitive. Geneva: United Nations, 2009.

Whitley, Cameron T., and Melanie M. Bowers. “Queering Climate Change: Exploring the Influence of LGBTQ+ Identity on Climate Change Belief and Risk Perceptions*.” Sociological Inquiry 93, no. 3 (August 2023): 413–39. https://doi.org/10.1111/soin.12534.

Wijanarko, Bagus. “Pemkot Sukabumi Bentuk Tim Terpadu Cegah LGBT.” CNN Indonesia, February 26, 2016. ttps://www.cnnindonesia.com/nasional/20160226104149-20-113699/pemkot-sukabumi-bentuk-tim-terpadu-cegah-lgbt.

[1] Thomas et al., “Explaining Differential Vulnerability to Climate Change.”

[2] IOM UN Migration, “Introducing SOGIESC Information into Pre-Departure Orientation Curriculums.”

[3] Akmalia, Shohibatunnisa, “Layaknya Avatar, LGBT Kerap Disebut Sebagai Sumber Bencana.”

[4] Wijanarko, Bagus, “Pemkot Sukabumi Bentuk Tim Terpadu Cegah LGBT.”

[5] Saputra, Yuli, “Perda Penyimpangan Seksual Kota Bogor: Kelompok Gender Minoritas Merasa Terancam ‘Akan Ada Legitimasi Persekusi.’”

[6] King, “Hearing Minority Voices.”

[7] Whitley and Bowers, “Queering Climate Change.”

[8] DW Indonesia, “Kenapa Kaum LGBTQ+ Paling Terancam Oleh Bencana Iklim?”

[9] United Nations, Making Disaster Risk Reduction Gender-Sensitive.

[10] Sinombor, Sonya Hellen, “Mendampingi Transpuan Yang Terbuang Hingga Usia Senja.”

[11] Sinombor, Sonya Hellen, “Mendampingi Transpuan Yang Terbuang Hingga Usia Senja.”

[12] Ato, Stefanus, “Mira, Transpuan Yang Dituduh Mencuri Dan Meninggal Dibakar.”

[13] Komnas Perempuan, “Siaran Pers Komnas Perempuan Tentang Kekerasan Terhadap Transpuan (Jakarta, 6 Mei 2020).”

[14] OECD and International Labour Organization, Tackling Vulnerability in the Informal Economy.

[15] Somad, Abdus and Fransisca, Gloria, “Nestapa Transpuan: Sudah Terstigma, Tertimpa Polusi Udara Pula.”

[16]

Adriana, TIka, “31 Maret Adalah International Transgender Day of Visibility, Komunitas Transpuan Hadapi Krisis Iklim.”

[17] Sen, Priyadarshini and Naqvi, Jerar, “Transgender Activists Highlight the Impacts of Climate Change and Environmental Issues on the Community.”

[18] Amindoni, Ayumi, “Transgender: Perjuangan Transpuan Di Masa Pandemi Virus Corona – ‘Hidup Seperti Orang Yang Mati Perlahan-Lahan.’”

[19] Ayuningtyas, Kusumari, “Gender Minoritas Dan Diskriminasi Akses Layanan Kesehatan.”

[20] Astuti, Runik Sri and Gandhawangi, Sekar, “Transpuan Surabaya Terkendala Saat Mengurus KTP.”

[21] Folia, Rosa, “Merekam Momen Bersejarah Saat Transgender Indonesia Akhirnya Bisa Membuat KTP.”

[22] Asian Development Bank, Social Protection.

[23] Bappenas, “Bappenas Kumpulkan Masukan Untuk RPJMN 2025-2029 Dan RKP 2025 Lebih Berkualitas.”

[24] Iswara, Made Anthony and Larasati, Dyah, “Bolak-Balik Diterjang Banjir, Pemerintah Bisa Lindungi Masyarakat Rentan Lewat Bantuan Responsif Bencana – Tapi Perbaikan Diperlukan.”

[25] “Program Keluarga Harapan (PKH).”

[26] Nova, Devi, “Transpuan Ubah Kerentanan Jadi Kekuatan Di Tengah Pandemi.”

[27] Bell, “Diversity and Inclusion in Environmentalism.”

.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published.