Bagaimana Perubahan Iklim Mendisrupsi Konstruksi Realitas Media Online Indonesia?
brief article, Perubahan IklimDalam beberapa tahun terakhir ini, bencana hidrometerologi berupa banjir dan longsor yang disebabkan oleh perubahan iklim kian nyata dan sudah tidak terelakkan lagi di berbagai belahan bumi, termasuk di Indonesia. Catatan The International Disaster Database EM-DAT secara global menyatakan bahwa dalam rentan waktu 1900-2023, jumlah kejadian bencana naik drastis, khususnya mulai tahun 1980-an dengan rata-rata kenaikan mencapai 22 persen di seluruh dunia. Sementara itu, di Indonesia, dari tahun 1953 sampai 2022, kejadian bencana banjir dan longor rata-rata naik 23,2 persen. Walhasil, Indonesia menjadi negara nomor tiga di dunia, di bawah China dan India yang sering terkena bencana banjir dan longsor (Budianto, dkk, 2023).
Menilik kerawanan Indonesia yang mudah terkena bencana banjir dan longsor yang disebabkan oleh perubahan iklim, maka perlu inisiatif berbagai pihak untuk merumuskan langkah stategis sebagai upaya untuk mengendalikan perubahan iklim demi masa depan bumi Indonesia yang lebih baik. Adapun salah satu upaya tersebut dapat dimulai dengan membangun kesadaran publik melalui liputan media yang mampu mengkonstruksi realitas. Artinya, media memiliki peran penting dalam memproduksi dan mereproduksi informasi mengenai perubahan iklim beserta dampaknya kepada masyarakat.
Namun, pada saat yang sama, transformasi teknologi, informasi dan komunikasi telah mengubah semua aspek termasuk lanskap bisnis media Indonesia sehingga menggeser posisi media konvensional sebagai media arus utama dan mulai beralih kepada media online (newsroom) sebagai sumber informasi dalam kehidupan masyarakat. Di samping itu, walau media online memungkinkan masyarakat untuk mencari informasi berdasarkan preferensinya, media baru merupakan media yang sangat bergantung pada traffic pengunjung dan jumlah klik untuk mencari keuntungan. Alhasil, isu dan liputan mengenai bencana yang disebabkan oleh krisis iklim pun sering terbentur dengan kepentingan bisnis media karena kurang mendatangkan pembaca dalam jumlah yang besar (Alaidrus, 2022). Bertolak dari pemaparan di atas, maka tulisan ini akan berfokus pada bagaimana perubahan iklim mendisrupsi praktik konstruksi realitas media online Indonesia.
Disrupsi Konstruksi Realitas Media Online Sebagai Solusi Perubahan Iklim
Bagaimana kaitan media dengan kesadaran masyarakat terkait isu perubahan iklim? Secara psikologis, pembentukan kesadaran masyarakat dapat dimulai dari paparan informasi yang diolah individu berdasarkan norma subjektifnya dan respons emosinya yang kemudian memungkinkan individu menimbang risiko dan tindakan yang bisa dilakukan untuk memikirkan solusi atas problematika yang dihadapinya (Luhmann, 1989 dalam Nastiti, 2023). Lebih jauh, perubahan iklim adalah fenomena besar yang sering tidak bisa diidentifikasi dan dirasakan oleh individu secara kasat mata sebagai fenomena cuaca biasa. Maka, individu membutuhkan referensi informasi dan kerangka berpikir untuk menarasikan secara nyata apa itu perubahan iklim, menilai bagaimana risikonya, dan memikirkan strategi tindakan yang bisa dilakukan (Nastiti, 2023). Oleh sebab itu, peran konstruksi realitas media menjadi penting untuk memberikan gambaran komprehensif terkait problematika perubahan iklim yang juga berdampak pada meningkatnya intensitas bencana banjir dan longsor.
Menurut Luhmann (2000), konstruksi realitas media terdiri atas (1) tahapan pertama (first-order observer) yaitu merujuk pada kegiatan media mengkonstruksi realitas atau kenyataan yang ada di lingkungan masyarakat, dan (2) tahapan kedua (second-order-observation) yang mengacu pada kemampuan media dalam menyajikan realitas atau kenyataan kedua yang telah dikonstruksi oleh media pada tahapan pertama. Sehingga, menurut Luhmann (2000) konstruksi realitas media adalah serangkaian aktivitas pengamatan atau observasi terhadap suatu isu atau peristiwa yang ada di lingkungan masyarakat. Lebih jauh, menurut Luhmann (2000) proses diseminasi informasi oleh media tidak bisa dipisahkan dari perkembangan teknologi. Seperti halnya sekarang ini, perkembangan teknologi telah menghadirkan media daring dalam bentuk portal atau website yang memungkinkan penyebaran informasi dengan cepat.
Namun, transformasi teknologi pada media baru membawa lima trend liputan sekaligus tantangan bagi jurnalisme digital. Pertama, mengedepankan aspek kecepatan. Kedua, truth in the making atau kebenaran yang bisa dicicil. Hal ini dapat dilihat dari pola liputan media yang lebih mementingkan kecepatan sehingga media mengungkap kebenaran informasi pada unggahan liputan selanjutnya. Ketiga, mementingkan sensasionalitas dibandingkan akurasi informasi. Keempat, informasi yang masih bersifat Jakarta sentris. Kelima, liputan yang lebih menerapkan cara kerja public relation dan memilintir suatu isu (Satria, 2017). Lebih jauh, praktik trend liputan tersebut menurut Ambardi dalam Satria (2017) dapat dilihat dari gencarnya media Indonesia dalam memberitakan proyek Meikarta, padahal proyek tersebut belum mendapatkan izin resmi dari pemerintah Provinsi Jawa Barat. Akibatnya, muncul sebuah paradoks atau kebenaran yang berlawanan terkait suatu isu.
Sementara itu, terkait bencana banjir dan longsor yang disebabkan oleh perubahan iklim, penelitian Adiprasetio, dkk, (2021) menganalisis berita banjir dan longsor di lima kota Indonesia periode Januari hingga Juli 2020 serta menemukan bahwa media lebih sering menarasikan faktor alam sebagai penyebab bencana dan hanya sedikit persentase berita yang menarasikan penyebab bencana banjir dan longsor akibat ulah tangan manusia. Padahal, hasil analisis GWF mengindikasikan penyebab bencana banjir di beberapa daerah di Indonesia terjadi karena berkurangnya tutupan pohon di DAS (Daerah Aliran Sungai) akibat perambahan hutan dan penambangan liar (Sulaeman, dkk, 2019). Alhasil, konstruksi realitas media terkait penyebab bencana banjir dan longsor berbeda dengan problematika sebenarnya yang ada di lingkungan masyarakat.
Meski begitu, bukan berarti transformasi teknologi pada media online tidak meghadirkan peluang baru dalam menggaungkan isu perubahan iklim. Pertama, kehadiran media Narasi yang berhasil mengubah strategi bisnisnya dengan menonjolkan brand trustworthiness sehingga mendorong audiens berfokus dalam pengembangan konten. Di samping itu, strategi tersebut berhasil membuat media Narasi menarik pengiklan dan bisa meletakkan isu perubahan iklim sebagai isu prioritas (Nastiti, 2023). Kedua, transformasi teknologi pada media juga mendorong munculnya kerja kolaborasi antara sesama media maupun antara media dengan organisasi lingkungan. Seperti yang baru-baru ini dilakukan oleh Tempo.co dan Project Multatuli dengan Greenpeace dalam meliput isu terkait isu krisis iklim. Dalam hal ini, Greenpeace berperan dalam pengadaan data yang membantu media untuk melakukan investigasi pada proses liputan isu perubahan iklim. Alhasil, kolaborasi media dengan organisasi lingkungan diharapkan bisa memberikan dampak yang lebih besar terkait penyebaran informasi perubahan iklim, memangkas biaya liputan krisis iklim yang terbilang cukup tinggi, mengurangi beban kerja jurnalis dan menjadi bagian akar rumput dalam penyelesaian permasalahan perubahan iklim di Indonesia (Alaidrus, 2022).
Dengan demikian, dapat dilihat jika kejadian bencana yang disebabkan oleh perubahan iklim memaksa media untuk mengubah pola liputannya. Di samping itu, perubahan praktik liputan media terkait isu krisis iklim diharapkan tidak hanya membuat media beperan sebagai “disseminated media” yang berfokus pada penyebarluasan informasi melainkan juga membuat media berperan sebagai “success media” yaitu kemampuan menghadirkan informasi beriritasi positif yang mendorong terbentuknya komunikasi transformatif (Wahyuni, 2020). Artinya, konstruksi realitas media diharapkan dapat membentuk kesadaran kolektif masyarakat dan menciptakan ruang diskusi publik terkait penyelesaian permasalahan perubahan iklim beserta dampaknya.
Kesimpulan
Meningkatnya frekuensi bencana banjir dan longsor yang disebabkan oleh perubahan iklim memaksa sejumlah media berbasis daring di Indonesia untuk mengubah strategi bisnis dan pola liputannya. Meskipun belum semua media melakukan hal yang sama, penerapan strategi bisnis yang baru berupa brand trustworthiness dan kerja kolaborasi diharapkan mampu membuka peluang baru dalam mengkonstruksi realitas informasi yang sebenarnya terkait problematika perubahan iklim beserta dampaknya di lingkungan masyarakat.
Dengan demikian, konstruksi realitas media diharapkan dapat menggaungkan isu perubahan iklim dengan komprehensif, membentuk ruang diskusi, dan menjangkau publik yang lebih luas. Alhasil, masyarakat dan pihak terkait pun dapat mencari solusi atas permasalahan lingkungannya dan mencegah terjadinya permasalahan yang sama di masa depan.
Referensi
Adiprasetio, Justito. (2021, Desember 28). “Bingkai Bencana dan Media” Perlunya Mempolitisasi Banjir demi Kepentingan Publik. Diakses dari https://dev.remotivi.or.id/headline/esai/736 .
Alaidrus, Fadiyah. (2022, Januari 19). Kolaborasi Bunyikan Isu Krisis Iklim yang Dianggap “Tak Laku”. Diakses dari https://www.remotivi.or.id/headline/liputan/739.
Budianto, Yoseph., dkk. (2023, Februari 23). Krisis Iklim Memperparah Bencana Banjir dan Longsor. Diakses dari https://www.kompas.id/baca/investigasi/2023/02/22/krisis-iklim-memperparah-bencana-banjir-dan-longsor.
Luhmann, N. (2000). The Reality of Mass Media. Translated by Kathleen Cross California: Standford University Press.
Nastiti, Aulia D. (2023). Mendorong Media Jadi Solusi Krisis Iklim. Jakarta: Remotivi.
Satria. (2017, September 6). Jurnalisme di Era Digital sebagai Transformasi Sekaligus Tantangan. Diakses dari https://ugm.ac.id/id/berita/14661-jurnalisme-di-era-digital-sebagai-transformasi-sekaligus-tantangan.
Sulaeman, Dede, dkk. (2019, Juli 31). 3 Faktor Utama Penyebab Banjir di Indonesia dan Bagaimana Mencegahnya. Diakses dari https://wri-indonesia.org/id/wawasan/3-faktor-utama-penyebab-banjir-di-indonesia-dan-bagaimana-mencegahnya.
Wahyuni, H.I. (2020). Keriuhan Komunikasi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.