Pada pertengahan bulan September 2021, saya diundang oleh tim dekanat Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIPOL) Universitas Gadjah Mada, UGM. Saat itu, saya diminta untuk berbagi cerita mengenai tantangan dan peluang pelaksanaan kelas Kecerdasan Digital yang saya kelola bersama dengan kolega-kolega di Center for Digital Society (CfDS), tempat di mana saya bekerja. Dengan latar belakang profesional saya, saya menekankan pentingnya peningkatan literasi dan kemampuan digital mahasiswa Indonesia, karena transformasi digital yang ada telah mendisrupsi pasar kerja saat ini.
brief article
Hampir setiap orang yang berasal dari luar Jakarta malas pergi ke Jakarta karena setidaknya dua alasan; pencemaran udara dan macet(Thomas, 2019). Tahun 2018 Word Quality melaporkan kota jakarta sebagai kota polutif pertama di Asia Tenggara. Setahun kemudian, polusi udara tidak membaik juga. Sebanyak 31 warga yang tergabung dalam Tim Advokasi Ibu Kota menggugat Pemerintah.
[flipbook height=”950″ pdf=”https://megashift.fisipol.ugm.ac.id/wp-content/uploads/sites/1571/2021/10/03.pdf”].
Saya telah mendengar bahwa orang-orang di usia remaja dan dua puluhan hari ini disebut sebagai generasi yang hilang karena COVID-19. Tapi saya pikir itu berlebihan untuk mengatakan mereka tersesat hanya karena langkah hari-hari terakhir tidak terlihat…..
(sebaliknya) mereka terlihat seperti menemukan keberanian baru dalam menghadapi tantangan baru. Saua pikir itu sebabnya alih-alih generasi yang hilang, nama yang lebih tepatnya adalah generasi penyambut(Welcome Generation). Generasi ini mengatakan selamat datang dan maju terus.