Online Complaint Handling System atau mekanisme penanganan keluhan merupakan sistem yang dirancang secara daring (digital) untuk menangani keluhan atau pengaduan dari masyarakat atas layanan yang mereka terima. Sistem ini bertujuan untuk memastikan bahwa suara warga didengar, masalah mereka diselesaikan, dan penyedia layanan bertanggung jawab atas kualitas serta keamanan layanan yang diberikan. Menurut Mees dan Driessen (2019) sistem penanganan keluhan memiliki lima elemen utama: tanggung jawab dan mandat yang jelas, transparansi, pengawasan politik, kontrol warga, serta pemeriksaan dan sanksi, yang bergantung pada partisipasi masyarakat untuk memastikan penyedia layanan bertanggung jawab atas kualitas dan keamanan layanan. Pada prosesnya mekanisme ini juga harus transparan, responsif, dan mudah diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.
Namun, seiring berjalannya waktu, efektivitas mekanisme ini semakin dipertanyakan. Mari kita jujur, seberapa banyak keluhan dan kritik yang disampaikan benar-benar mendapatkan tanggapan?
Saat ini, masyarakat lebih memilih mengadukan keluhan mereka lewat media sosial, memanfaatkan kekuatan viral untuk menarik perhatian yang lebih luas, termasuk dari pihak berwenang. Fenomena ini menunjukkan bagaimana kepercayaan publik terhadap mekanisme pengananan keluhan semakin memudar.
Seringkali, pihak berwenang baru bertindak ketika keluhan masyarakat menjadi viral di media sosial: mulai dari jalan berlubang yang akhirnya ditambal, birokrat yang lamban akhirnya responsif, hingga kasus pelecehan yang baru ditindak setelah heboh di Instagram. Media sosial kini telah menjadi ruang pengaduan alternatif yang, ironisnya, seringkali lebih efektif daripada mekanisme formal yang ada.
Sejarah Complaint Handling di Indonesia
Tahun 1998, reformasi besar dalam birokrasi dan tata kelola pemerintahan menjadi titik awal demokrasi baru di Indonesia. Era ini mendorong transparansi, kebebasan berbicara, dan partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan pemerintah. Indonesia pernah menjadi sorotan dunia dengan predikat sebagai negara dengan tata kelola “buruk” dan “terkorup” di Asia bahkan dunia (Syifa, 2017). Reputasi suram ini mendorong Presiden Yudhoyono untuk membawa Indonesia menjadi salah satu pelopor Open Government Partnership (OGP) pada 2011 (Lisa, 2019). Bersama negara-negara seperti Amerika Serikat, Brasil, dan Inggris, OGP diluncurkan sebagai gerakan global yang bertujuan mempromosikan transparansi, pemberdayaan warga, pemberantasan korupsi, dan inovasi teknologi dalam tata kelola pemerintahan (Lisa, 2019).
Sebagai bagian dari upaya menciptakan pemerintahan yang lebih transparan dan responsif, Indonesia menghadirkan LAPOR (Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat). LAPOR diluncurkan pada era pemerintahan Yudhoyono tahun 2011 sebagai bagian dari upaya modernisasi pengelolaan aduan publik. Program ini dikelola bersama oleh tiga lembaga utama: Kementerian PANRB sebagai pembina pelayanan publik, Kantor Staf Presiden (KSP) yang mengawasi program prioritas nasional, serta Ombudsman Republik Indonesia yang bertugas memastikan kualitas pelayanan publik tetap terjaga. Ombudsman sendiri merupakan lembaga independen yang bertugas mengawasi pelayanan publik dan menangani keluhan masyarakat terkait maladministrasi yang di dulunya diinitiasi oleh Presiden Abdurrahman Wahid pada tahun 2000 (Harijanti, 2020).
Sejak awal diperkenalkan, LAPOR telah menjadi online complaint handling masyarakat untuk menyampaikan keluhan atau aspirasi terkait pelayanan publik. Dengan nama lengkap Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N) – LAPOR, platform ini dirancang untuk memudahkan akses melalui berbagai kanal. Masyarakat dapat menyampaikan laporan melalui situs web www.lapor.go.id, SMS ke nomor 1708 (melalui operator Telkomsel, Indosat, atau Three), akun Twitter @lapor1708, atau aplikasi seluler yang tersedia untuk Android dan iOS (LAPOR, n.d). SP4N-LAPOR! juga telah terhubung dengan 34 Kementerian, 96 Lembaga, dan 493 Pemerintah Daerah. Namun, kapasitas penanganan pengaduan berbeda setiap daerah. Contohnya, pada tahun 2020 DI Yogyakarta berhasil menyelesaikan 79,95% laporan, sementara Sukabumi masih memiliki 39% pengaduan yang belum ditindaklanjuti.
Mengapa Online Complaint Handling tidak optimal?
Tercatat, per tanggal 31 Desember 2024, ada 959.139 laporan yang masuk melalui laman resmi lapor.id. Sayangnya, ukuran keberhasilan penanganan pengaduan di organisasi hanya didefinisikan secara sempit, yaitu hanya dengan mengevaluasi jumlah kasus pengaduan dan menghitung topik pengaduan secara dangkal (Pottier, 2023). Padahal, data pengaduan seharusnya digunakan sebagai informasi untuk pembuatan kebijakan organisasi agar lebih baik. Selain itu, ukuran jumlah pengaduan yang diselesaikan dalam waktu yang ditentukan, justru mendorong penyelesaian pengaduan secara cepat tanpa memperhatikan kualitas solusi yang diberikan. Bahkan banyak aduan yang bahkan tidak direspon oleh pihak terkait (Yahya dan Setiyono, 2022). Selain itu, masyarakat juga merasa kecewa karena kurangnya respon dari lembaga yang berwenang dalam menyelesaikan masalah yang mereka laporkan. Selain itu, respon yang diberikan pun memakan waktu lama (Maryam et.al., 2018)
Mekanisme pengaduan tidak berfungsi dengan baik disebabkan beberapa alasan mendasar. Pertama, kurangnya transparansi, ketika masyarakat menyampaikan keluhan, masyarakat tidak tahu apa yang terjadi setelahnya. Apakah keluhan tersebut sudah dibaca? Apakah akan ada tindak lanjut? Ketidakpastian ini membuat masyarakat merasa bahwa pengaduan mereka tidak berarti. Selain itu, minimnya aksesibilitas juga menghambat dan yang tidak ramah pengguna, seperti formulir online yang rumit. Yang ketiga adalah tidak adanya tindak lanjut, tanpa ada respons atau tindakan nyata dari pihak yang berwenang, masyarakat merasa bahwa pengaduan mereka tidak diperhatikan. Hal ini membuat kepercayaan masyarakat terhadap sistem pengaduan semakin menurun. Jika keluhan tidak mendapat tanggapan yang jelas, orang-orang akan semakin enggan untuk menggunakan saluran pengaduan, dan ini membuat sistem pengaduan jadi tidak efektif.
Mengadu di Media Sosial menjadi solusi ?
Mekanisme pengaduan yang tidak berfungsi dengan baik mendorong masyarakat untuk beralih ke media sosial sebagai alternatif. Mengadu di melalui media sosial dinilai lebih cepat, mudah, dan mampu menjangkau audiens yang lebih luas. Fenomena ini dikenal dengan istilah viral justice, di mana masyarakat berharap dapat menarik perhatian lebih terhadap masalah yang mereka hadapi, terutama ketika sistem hukum atau saluran pengaduan formal dianggap lambat atau tidak transparan (Han et al., 2020). Istilah ‘viral’ merujuk pada penyebaran informasi yang cepat yang berusaha mempengaruhi pandangan orang terhadap sebuah hal. Dan fenomena ini menjadi peluang potensial untuk mencapai transparasi dan keadilan. Banyaknya masyarakat yang mengadu melalui media sosial menjadi bukti ketidakpercayaan terhadap pihak terkait menguat karena kurangnya transparansi dan respons terhadap laporan. Akibatnya, harapan publik terhadap keadilan semakin menipis, menciptakan persepsi negatif bahwa sistem tidak berjalan dengan semestinya dan tidak lagi berfungsi.
Saatnya Online Complaint Handling di Indonesia Bertransformasi
Seiring dengan berkembangnya teknologi dan perubahan dalam pola interaksi masyarakat, pengaduan masyarakat semakin beralih ke media sosial. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pengaduan yang ada saat ini perlu diperbaiki agar dapat memberikan respons yang cepat, transparan, dan efektif. Transformasi dalam mekanisme pengaduan di Indonesia sangat penting untuk memastikan bahwa proses ini dapat memberikan solusi yang tepat waktu dan berkualitas, serta mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap sistem pelayanan publik.
Untuk meningkatkan sistem pengaduan di Indonesia, beberapa langkah penting perlu diterapkan. Pertama, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dengan memungkinkan masyarakat memantau status pengaduan secara real-time, serta memberikan pembaruan berkala mengenai tindak lanjutnya. Kedua, menyederhanakan akses pengaduan dengan menggunakan aplikasi yang lebih ramah pengguna dan sering digunakan masyarakat, seperti WhatsApp, Instagram, dan TikTok, agar proses pelaporan lebih mudah dan cepat. Ketiga, fokus pada peningkatan kualitas respons dan penyelesaian masalah, dengan memastikan bahwa setiap keluhan diselesaikan dengan solusi yang memuaskan, dan data laporan yang masuk menjadi dasar perbaikan bagi organisasi atau pihak terkait.
Referensi
Bilqis, A. A., Aliputri, N., Andini, R. A., & Lestari, S. A. D. (2023). Analisis Platform Sp4n Lapor! Dalam Perannya Mendorong Keterbukaan Informasi Publik. Kultura: Jurnal Ilmu Hukum, Sosial, Dan Humaniora, 1(2), 101–110. https://doi.org/10.572349/kultura.v1i2.286
Han, Y., Lappas, T., & Sabnis, G. (2020). The Importance of Interactions Between Content Characteristics and Creator Characteristics for Studying Virality in Social Media. Information Systems Research, 31(2), 576–588. https://doi.org/10.1287/isre.2019.0903
Harijanti, SD (2020) Complaint Handling System in the Public Sector: A Comparative Analysis between Indonesia and Australia
Lisa, L. (2019) The implementation of national complaint management online system in Indonesia: Factors influencing the support and/or resistance towards innovation.
Maryam, D., Hadi, A. N., & Palupijati, R. P. (2018). Administrative Reform in Indonesia: How Far is The Citizens Online Complaints-Handling System (LAPOR!) About to Reach The Open Government Agenda? Jurnal Administrasi Dan Kebijakan Publik, 3(3), 250–260. https://doi.org/10.25077/jakp.3.3.250-260.2018
Mees, H., Driessen, P., 2019. A framework for assessing the accountability of local governance arrangements for adaptation to climate change. J. Environ. Plan. Manag. 62, 671–691.
Syifa, Z. (2017). Open Government Partnership: Indonesian Transformative Effort to Deal with Corruption. Jurnal Hubungan Internasional, 10(1), 77–89. https://doi.org/10.20473/jhi.v10i1.4403
Pottier, L; (2023) Improving public accountability in the Indonesian health sector: the case of the online complaint handling system LAPOR! PhD thesis, London School of Hygiene & Tropical Medicine. DOI: https://doi.org/10.17037/PUBS.04670696
Yahya, A. S., & Setiyono, S. (2022). Efektivitas Pelayanan Publik Melalui Sistem Pengelolaan Pengaduan Aplikasi SP4N-LAPOR. Jurnal Media Birokrasi, 1–22. https://doi.org/10.33701/jmb.v4i1.2432