Generasi Z dan Pesan Pariwisata Berkelanjutan di Instagram

,

Belakangan ini, kegiatan berwisata atau traveling semakin digandrungi oleh kaum muda. Istilah-istilah seperti healing, solo trip, dan sejenisnya, ramai menghiasi lini masa di berbagai platform media sosial. Media sosial memainkan peran signifikan terhadap proses pencarian, penggunaan, penyebaran, hingga kemudian pengambilan keputusan wisatawan. Media sosial seakan-akan telah menggantikan brosur perjalanan hingga album dokumentasi bagi para wisatawan, khususnya mereka yang berasal dari generasi muda. Besarnya peran media sosial ini pun menghadirkan banyak fenomena baru dalam dinamika komunikasi pariwisata di Indonesia.

Dalam data statistik wisatawan nasional, Badan Pusat Statistik (2021) menyebutkan bahwa pergerakan wisatawan domestik di Indonesia didominasi oleh masyarakat berusia 18-24 tahun atau kerap disebut dengan istilah Generasi Z. Jika kita berbicara dalam konteks yang lebih luas, generasi ini kerap kali dipandang sebagai kelompok dengan karakteristik atau ciri khas yang melekat, seperti kepekaan terhadap isu lingkungan dan sosial, ekspresif, berani berpendapat, dan lebih inklusif.

Berkaitan dengan pariwisata, Generasi Z dirasa menjadi sasaran yang tepat sebagai aktor dalam menerapkan pariwisata yang lebih berkelanjutan. Dikutip dari publikasi United Nations World Tourism Organization (UNWTO) (2013) berjudul “Sustainable Tourism for Development Guidebook”, konsep dasar dari pariwisata berkelanjutan adalah pariwisata yang memperhitungkan sepenuhnya dampak ekonomi, sosial dan lingkungan saat ini serta masa depan dengan memenuhi kebutuhan wisatawan, industri, lingkungan, dan masyarakat lokal. Tulisan ini memeriksa bagaimana Generasi Z menerima pesan-pesan pariwisata berkelanjutan di Instagram.

Pesan Pariwisata Berkelanjutan di Instagram

Pariwisata berkelanjutan menjadi arah pengembangan yang ideal dan dapat disesuaikan dari pembangunan pariwisata berkelanjutan secara menyeluruh. Namun, berkaitan dengan pesan persebarannya, pariwisata berkelanjutan seringkali dianggap sebagai suatu tataran konsep yang terlalu kompleks bagi masyarakat awam. Pitranati (2019) dalam studinya mengungkapkan bahwa pariwisata berkelanjutan seringkali menarik secara intelektual tetapi memiliki aplikasi praktis yang rendah. Masih berkaitan dengan hal itu, Wehrli et al (2013) serta Baumgartner & Hadorn (2022) melakukan kajian eksplorasi terkait efektivitas pesan pariwisata berkelanjutan. Keduanya menyimpulkan hal yang sama, bahwa proses komunikasi pariwisata berkelanjutan memiliki tantangan besar, terutama karena pesan yang disampaikan harus bersifat eksplanatif sekaligus persuasif serta tidak jarang istilah-istilah “keberlanjutan” membuat audiens merasa overwhelmed.

Lalu, jika kita berkaca pada realitas saat ini, mungkinkah media sosial mampu menyumbang solusi untuk permasalahan tersebut? Sebut saja, salah satu platform berbasis visual seperti Instagram. Bahkan, dikutip dari studi oleh Eltayeb (2021), Instagram dianggap sebagai mega tren platform digital di sektor pariwisata. Instagram memungkinkan pengguna untuk melakukan riset, promosi, ulasan, hingga bertukar pendapat dengan beragam fiturnya, mulai dari tag, location, hashtag, shared  link, serta beragamnya bentuk unggahan yang dapat dibagikan, mulai dari foto, video atau reels, Instagram story, bahkan fitur belanja.

Maka, dengan keunggulannya tersebut, Kemenparekraf turut mengoptimalkan Instagram sebagai media persebaran pesan seputar pariwisata berkelanjutan. Lebih lanjut, saat ini, Kemenparekraf telah mengelola empat jenis akun resmi Instagram: @kemenparekraf.ri, @pesona.indonesia, @wonderfulindonesia, dan @genpiindonesia. Sementara itu, platform ini sendiri memiliki pengguna terbanyak dari Generasi Z yaitu sebanyak 33 juta pengguna tiap bulannya (NapoleonCat, 2022).

Penerimaan Pesan oleh Generasi Z

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimana jika pesan-pesan pariwisata berkelanjutan yang diproduksi oleh Kemenparekraf di Instagram tersebut disalurkan kepada Generasi Z? Apakah pesan berwujud konten Instagram dapat membantu mereka memahami atau mencari solusi terkait isu pariwisata berkelanjutan? Berlandaskan pertanyaan ini, penulis melakukan studi eksplorasi secara mendalam untuk mengetahui proses penerimaan pesan pariwisata berkelanjutan dan mengidentifikasi apakah hal itu dapat membantu dalam menjawab hambatan komunikasi seputar isu pariwisata berkelanjutan. Mengangkat enam orang informan berusia 17-25 tahun dengan latar belakang yang beragam, penulis menggali pemahaman awal, keresahan atau kebingungan, serta proses penerimaan (resepsi) pesan berdasarkan sampel delapan konten yang telah dipilih dari akun @kemenparekraf.ri dan @pesona.indonesia dari rentang waktu April hingga Mei 2022.

Hasilnya, ditemukan bahwa pemahaman awal dan paparan informasi terhadap pariwisata berkelanjutan banyak didapatkan dari sumber yang berkaitan dengan aktivitas akademik. Hal ini sedikit banyak menggambarkan bahwa persebaran pariwisata berkelanjutan sejatinya masih banyak bernaung di bawah payung-payung pendidikan, terutama pendidikan formal dan masih kurang menyentuh masyarakat awam yang justru banyak berperan sebagai wisatawan dalam industri pariwisata.

Kemudian, menyoal keresahan atau kebingungan yang dimiliki informan terkait isu pariwisata berkelanjutan, sebagian besar informan, terutama mereka yang tidak memiliki latar belakang pendidikan pariwisata, mengungkapkan bahwa mereka memiliki kebingungan terhadap konsep pariwisata berkelanjutan yang cenderung dianggap abstrak. Lain halnya dengan informan Generasi Z yang merupakan akademisi pariwisata, mereka justru memiliki kekhawatiran soal pemerataan implementasi pariwisata berkelanjutan secara menyeluruh serta persebaran pesan pariwisata berkelanjutan yang riskan menimbulkan kesalahpahaman.

Latar belakang audiens pun cukup berpengaruh terhadap proses penerimaan pesan. Delapan konten yang disajikan cenderung dimaknai atau diresepsi dengan cara yang bervariasi. Kendati demikian, terbentuk pola yang menunjukkan aspek-aspek dalam menerima dan memahami pesan pariwisata berkelanjutan yang disajikan. Aspek pertama adalah  latar belakang dan faktor perilaku bermedia informan. Contohnya, informan yang telah familiar dengan akun Instagram Kemenparekraf tentu memahami isi pesan secara lebih mudah dan mendalam dibanding  informan yang memiliki keterikatan rendah dengan akun tersebut.

Kedua, kejelasan pesan dan pengemasan konten. Misalnya, kita bandingkan kedua konten berikut. Konten pertama (kiri) yaitu poster berbentuk multiple post unggahan @kemenparekraf.ri pada tanggal 6 Mei 2022 berikut. Secara garis besar, konten yang terdiri atas sembilan gambar ini memuat informasi seputar pesan pariwisata berkelanjutan yang disinggung oleh Menteri Sandiaga Uno dalam Sidang Umum PBB di New York. Sementara itu, konten kedua (kanan), adalah konten unggahan @pesona.indonesia pada tanggal 5 Mei 2022 dengan isi pesan yang sama berbentuk video post dengan durasi 56 detik.

Sebagian besar informan Generasi Z dalam studi ini mengatakan bahwa konten video lebih menarik dan memuat unsur emosional yang berpengaruh terhadap aspek persuasi. Informasi yang dimuat dalam konten pertama dianggap terlalu banyak dan cenderung membosankan. Pengemasan konten ini memang berkaitan dengan erat dengan proses pemahaman terhadap isi pesan, terlebih lagi jika menyinggung soal pariwisata yang seringkali dijuluki “pengalaman memanjakan indera”, serta peningkatan tren konten video secara drastis dalam beberapa tahun terakhir (Hoon et al, 2021).

Aspek ketiga adalah posisi audiens. Audiens akan cenderung menempatkan diri mereka dalam peran atau posisi tertentu ketika melihat pesan yang dimuat. Contohnya, beberapa informan yang sudah memiliki pengetahuan mendasar tentang pariwisata berkelanjutan atau pengalaman di bidang produksi konten, melihat konten-konten yang tersaji dari sudut pandang kritis. Sementara itu, mereka yang memang pro dengan kebijakan pemerintah, cenderung banyak mengapresiasi isi pesan yang memuat laporan prestasi atau perkembangan pembangunan pariwisata nasional.

Penutup

Sebagai kesimpulan, pada dasarnya, konten Instagram sebagai produk media dengan sifat personalisasi dan keragaman pengguna dapat ditangkap secara bervariasi oleh audiens. Artinya, produsen konten, dalam hal ini Kemenparekraf, perlu mempertimbangkan banyak aspek supaya penyampaian pesan pariwisata berkelanjutan dapat mencapai tujuan komunikasi secara optimal. Namun, secara garis besar, penelitian ini menemukan bahwa makna yang dibangun oleh audiens Generasi Z cukup mendeskripsikan bahwa mereka mampu membangun awareness awal tentang pariwisata berkelanjutan di Indonesia melalui konten Instagram. Kendati demikian, hal itu belum tentu optimal jika tidak diikuti dengan adanya motivasi untuk mulai mengaplikasikannya secara nyata.

Oleh sebab itu, dalam konteks audiens Generasi Z, tujuan komunikasi lebih mudah tercapai melalui pesan-pesan persuasif yang dapat menjangkau berbagai audiens dengan berbagai macam latar belakang, memuat aspek berkelanjutan yang jelas dan spesifik dengan pengemasan yang menarik, serta dapat memunculkan berbagai diskusi dan sudut pandang dalam menerima pesan. Dalam hal ini, Kemenparekraf dapat lebih memasifkan persebaran pesan pariwisata berkelanjutan melalui akun branding seperti @pesona.indonesia atau pendekatan lain sesuai dengan perkembangan tren digital di kalangan anak muda.

Referensi

Badan Pusat Statistik. (2021). Statistik Wisatawan Nusantara 2020. Badan Pusat Statistik.

Baumgartner, C., & Hadorn, J. (2022). Guidelines for Sustainable Tourism Communication. Futouris.

Eltayeb, N. (2021). The impact of insta tourism on tourism decision making of generation Y. Journal of Association of Arab Universities for Tourism and Hospitality, 20(2), 132–151. https://doi.org/10.21608/jaauth.2021.65542.1142

Hoon, L. N., Wong, N. binti R., & Manaf, A. A. A. (2021). Visual Factors On Social Media Influence Youth Tourist Purchasing Decision: A Meta-Analysis Review. Natural Volatiles & Essential Oils Journal, 8(4), 10434–10452.

NapoleonCat. (2022, August 30). Instagram users in Indonesia. NapoleonCat. https://napoleoncat.com/stats/instagram-users-in-indonesia

Pitanatri, P. D. S. (2019). OVERRIDE PARADE: ISU-ISU PARIWISATA BERKELANJUTAN PADA DESTINASI KEPULAUAN DI INDONESIA. Media Wisata, 17(2). https://doi.org/10.36276/mws.v17i2.174

UNWTO. (2013). Sustainable Tourism for Development Guidebook. World Tourism Organization (UNWTO).

Wehrli, R., Priskin, J., Demarmels, S., Kolberg, S., Schaffner, D., Schwarz, J., Truniger, F., & Stettler, J. (2013). How to Communicate Sustainable Tourism Products Eff ectively to Customers. World Tourism Forum Lucerne 2013: Summary of Selected Results.

.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published.