Transparansi Kebijakan Akses Keadilan: Meninjau Tujuan dan Tantangan Penerapan E-Court System

Perkembangan teknologi telah menghadirkan peluang untuk mewujudkan transparansi yang lebih baik dalam pembentukan kebijakan. Landasan pengambilan keputusan untuk merancang kebijakan harus dapat ditetapkan melalui perumusan dan penerapan strategi yang koheren (Noorderhaven, 1995). Strategi yang koheren dapat membantu menghindari bias dan kesalahan umum dan dapat berkontribusi pada merealisasikan kebijakan. Implementasi kebijakan harus dapat mencerminkan pengaruh pengembangan dan implementasi kebijakan yang menjangkau setiap elemen masyarakat. Pengembangan dan implementasi kebijakan idealnya dibentuk oleh regulator sebagai lembaga perwakilan yang bertanggung jawab dan memiliki porsi representatif mengedepankan kepentingan masyarakat (Dijk, 2021).

Transparansi dapat dibangun melalui pemanfaatan teknologi yang meningkatkan roda gerak sistem peradilan. Di tengah kondisi yang terus berubah, optimisme dalam menghadapi tantangan dan merancang keadilan digital yang mampu melindungi dan memenuhi kebutuhan masyarakat dalam mengakses layanan peradilan tetap diperlukan (Townend dan Magrath, 2021). Transformasi digital telah memengaruhi institusi pengadilan untuk dapat berinteraksi dan bertindak seturut dengan pola perkembangan digitalisasi. Kondisi ini juga telah mengubah cara manusia bekerja termasuk pengadilan yang mencakup inovasi dengan tujuan peningkatan efisiensi, transparansi, dan aksesibilitas dalam proses peradilan.

Transparansi dalam sistem peradilan memungkinkan masyarakat untuk turut andil dalam mengawasi proses hukum, meningkatkan akuntabilitas, dan membangun kepercayaan publik. Proses yang transparan memastikan semua pihak yang terlibat dapat memahami tahapan proses peradilan dan mendapatkan perlakuan yang adil. Pembangunan hukum di era digitalisasi saat ini juga semestinya diorientasikan pada upaya mengurangi hambatan birokratis dan mempermudah akses ke informasi peradilan. Tujuan pembangunan hukum harus dapat diarahkan pada upaya  mengembangkan dan memposisikan keterjangkauan akses kebutuhan hukum masyarakat secara adil dan merata. Pemerintah memiliki pengaruh terhadap standar dan upaya membentuk kebijakan yang sejalan dengan perkembangan teknologi (Hastuti, 2019). Proses dan tindakan yang dilakukan dapat dilakukan melalui platform digital, salah satunya melalui E-Court System.  Penerapan E-Court System di Indonesia dilakukan melalui tata kelola pelaksanaan teknis penyelesaian perkara meliputi pengajuan perkara yang dilakukan secara daring, dokumentasi keseluruhan berkas perkara secara elektronik termasuk pelaksanaan persidangan jarak jauh yang memungkinkan setiap pihak hadir dan memberikan keterangan dalam proses persidangan tanpa dibatasi ruang dan waktu. Platform tersebut dapat dijadikan sebagai upaya mendistribusikan informasi yang mendukung berjalannya proses hukum dengan memperhatikan perkembangan teknologi informasi terkini (Ayhan, 2017).

E-Court System di Indonesia dan Komparasi di Beberapa Negara Lain

Sistem E-Court di Indonesia dapat diimplementasikan secara bertahap dan setidaknya dapat meningkatkan efisiensi proses peradilan. Penerapan E-Court System sebagai langkah signifikan Indonesia dalam digitalisasi sistem peradilan bermula dari proyek percontohan yang diterapkan oleh Mahkamah Agung pada tahun 2018 dengan diterbitkannya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik. Manfaat penerapan E-Court System di Indonesia mengarahkan pada efisiensi proses peradilan, aksesibilitas dan inklusivitas, transparansi dan akuntabilitas yang keseluruhannya telah memudahkan dan mengupayakan peningkatan kepercayaan publik terhadap serangkaian proses peradilan.

Tantangan utama yang dihadapi dalam penerapan E-Court System yaitu infrastruktur teknologi yang belum merata, keterbatasan literasi digital di kalangan masyarakat dan aparat hukum termasuk kebutuhan regulasi yang mendukung ketercapaian akses yang merata. Pengadilan di Indonesia harus mampu memikirkan kerangka acuan dalam menyusun kebijakan akses terhadap keadilan bagi masyarakat yang bersifat preventif tidak hanya sekedar koersif. Kebijakan yang dirumuskan oleh pemerintah dalam bentuk peraturan hukum harus dapat diupayakan tidak disalahgunakan dan diasosiasikan untuk kepentingan dan tindakan yang melanggar hukum.

Kebijakan penegakan hukum harus berorientasi pada mengupayakan meningkatnya kesadaran masyarakat dan antisipasi masyarakat sebagai pengguna teknologi digital yang melek digital termasuk melek hukum. Langkah untuk mengupayakan proses peradilan yang didukung teknologi digital bertujuan untuk mewujudkan proses kerja yang efisien, efektif, transparan, dan akuntabel guna meningkatkan kualitas pelayanan publik, khususnya pelayanan terhadap akses bantuan hukum dan akses masyarakat pencari keadilan (justice seekers) untuk mendapatkan porsi pelayanan yang proporsional dan kuratif.  

Tujuan hukum untuk mengejar keadilan harus dapat menyasar konteks aktualnya. Pemahaman tentang konsep keadilan berkaitan dengan pertanyaan historis yang berasal dari filsafat hukum dalam perspektif kritis tentang prosedur dan alasan penyelesaian permasalahan hukum yang dirumuskan ke dalam aturan dan rumusan kebijakan hukum (Golding dan Edmundson, 2005). Masalah mengenai akses keadilan di era digital saat ini yaitu masih terbatasnya akses untuk masing-masing pihak yang berperkara melengkapi aspek administrasi persidangan hingga aspek teknis pelaksanaan persidangan. Peningkatan teknologi semestinya dapat membangun integrasi antara layanan peradilan dan pemangku kepentingan. Akses terhadap keadilan perlu mengimbangi perkembangan masyarakat termasuk proses transformasi digital yang berkembang secara berkala.

Manfaat teknologi digital dalam proses peradilan harus mencakup aspek-aspek yang terkait dengan kerja sama peradilan lintas batas geografis dan melalui penciptaan teknologi akses penanganan permasalahan hukum masyarakat baik yang penyelesaiannya di dalam proses peradilan maupun yang di luar proses peradilan. Kerjasama yang dapat dibangun berkenaan dengan rancang bangun kebijakan pemerintah yang dapat menavigasi kompleksitas era disrupsi teknologi dan mengembangkan kebijakan yang dapat memberikan manfaat dan memitigasi kemungkinan terjadinya risiko. Pentingnya transparansi di era digital khususnya dalam penerapan E-Court System dapat dilihat dari beberapa contoh negara lain yang menerapkannya, diantaranya:

  1. E-Court System di Perancis

Negara Perancis memiliki sistem E-Justice yang terintegrasi dan memungkinkan pengajuan dan penanganan perkara secara elektronik di berbagai tingkat pengadilan. Transparansi yang dilakukan oleh pengadilan di Perancis dilakukan melalui akses publik ke portal repository putusan pengadilan dan pencantuman prosedur yang jelas. Keseluruhan akses ke sistem peradilan mengupayakan terjalinnya komunikasi yang terarah antara penasihat hukum maupun pengadilan.

  1. E-Court System di Jerman

Jerman telah mengadopsi berbagai inisiatif digitalisasi dalam sistem peradilan melalui penggunaan portal pengadilan elektronik. Portal pengadilan elektronik memungkinkan pendaftaran dan pengajuan dokumen secara online. Penggunaan teknologi dalam rangkaian proses peradilan telah meningkatkan efisiensi dan kecepatan penanganan perkara, serta memastikan proses peradilan dapat terselenggara tanpa hambatan akses secara fisik.

  1. E-Court System di Korea Selatan

Sistem E-Court telah terintegrasi dengan sangat maju disertai kelengkapan berbagai fitur yang mengupayakan kemudahan pendaftaran perkara, pengelolaan dokumen digital, dan penyelenggaraan sidang virtual (virtual trial process). Dukungan teknologi yang kuat dan infrastruktur akses internet yang baik di masing-masing wilayah memungkinkan tercapainya pelaksanaan E-Court yang efektif dan efisien.

Mengacu pada penerapan E-Court System di ketiga negara tersebut, Indonesia dapat mempelajari pentingnya membangun E-Court System yang terintegrasi dan aman, meningkatkan literasi digital, dan mengembangkan kerangka regulasi yang komprehensif. Indonesia juga dapat meningkatkan kolaborasi lintas sektor dan inovasi teknologi yang dapat mempercepat transformasi digital dan meningkatkan efisiensi, transparansi, dan aksesibilitas bagi seluruh masyarkat. Indonesia sebagai negara yang masih berproses merumuskan kebijakan akses keadilan melalui penggunaan teknologi masih mengalami kesenjangan. Kesenjangan akses infrastruktur digital khususnya layanan akses internet gratis di daerah terpencil masih belum optimal. Suprastruktur pengadilan yaitu para stakeholder terkait termasuk suprastruktur pemerintah dan aparatnya harus dapat secara kontinu meningkatkan jangkauan akses dan kualitas infrastruktur digital. Kesiapan Indonesia menghadapi transformasi digital juga memerlukan kerangka regulasi yang komprehensif untuk mendukung operasionalisasi E-Court mencakup aspek keamanan data dan kemudahan prosedural. E-Court System di Indonesia harus memperhatikan standar keamanan data yang ketat untuk melindungi informasi pribadi dan sensitif pengguna termasuk autentikasi pengguna, enkripsi data, dan kontrol akses yang ketat. Orientasi pada perumusan dan penetapan regulasi perlindungan data sebagai cakupan peraturan yang jelas dan tegas mengenai perlindungan data pribadi harus dapat diterapkan guna menghindari penyalahgunaan data dan memastikan privasi pengguna terjaga.

Langkah Penting Penerapan E-Court System di Indonesia dalam Mewujudkan Transformasi Digital Berkeadilan

Agar E-Court System dapat bekerja efektif, diperlukan dua strategi. Pertama, meningkatkan literasi digital. Peningkatan literasi digital juga harus dapat menjadi fokus utama stakeholder pengadilan maupun pembentuk kebijakan untuk menyelenggarakan pelatihan dan pendidikan bagi aparat hukum dan masyarakat untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan dalam menggunakan E-Court system. Efek digitalisasi hukum dalam ruang digital perlu memahami berbagai aspek dunia baru dan keniscayaan yang dirasakan (Pedersen, 2021). Pemerintah khususnya aparatur pengadilan harus aktif mendorong pengetahuan masyarakat untuk mengakses dan menjangkau kebijakan akses peradilan digital. Selain itu, sosialisasi tentang manfaat penggunaan E-Court harus ditujukan pada upaya meningkatkan partisipasi dan kepercayaan masyarakat. Upaya lain yang dapat dilakukan yaitu melalui evaluasi secara berkala terhadap penggunaan E-Court dan menyesuaikan kebijakan sesuai dengan feedbacks dan kebutuhan masyarakat sebagai pengguna teknologi. Peningkatan kesadaran masyarakat tentang manfaat dan cara mengakses sistem E-Court harus diiringi dengan pelaksanaan program edukasi dan pelatihan teknis termasuk pemahaman tentang prosedur akses layanan pengadilan secara digital. Kolaborasi multi-stakeholder juga diperlukan untuk membangun kemitraan antara pemerintah, sektor swasta, lembaga pendidikan, dan organisasi masyarakat sipil untuk mendukung implementasi dan pengembangan e-court. Dukungan pengembangan teknologi baru dalam sistem peradilan juga perlu dilakukan penyesuaian dan pembaruan dengan mengacu pada hasil evaluasi dan perkembangan teknologi yang simultan guna memastikan E-Court System tetap relevan dan efektif.

Strategi kedua adalah mengembangkan kebijakan keadilan digital. Keadilan harus dapat dijangkau melalui akses ruang digital dan adaptasi teknologi. Praktisi hukum harus dapat mendukung klien (client) mereka dengan cara sebaik mungkin. Akses ruang digital dalam penanganan masalah hukum juga harus mampu mendistribusikan informasi dengan efektif dan efisien. Desain hukum pembuatan kebijakan dapat dirancang dengan sistem yang mampu memecahkan masalah dan menggunakan cara yang bermanfaat dan berdaya guna. Inovasi keadilan harus memberikan peluang secara terukur dan berkelanjutan untuk memberlakukan solusi paling responsif terhadap kebutuhan keadilan masyarakat. Upaya mewujudkan ekosistem keadilan yang dapat menjangkau dan memperluas akses masyarakat terhadap keadilan dapat mencakup akses terhadap informasi, kemudahan cara, prosedur, dan bantuan hukum sebagai dukungan selama proses penyelesaian permasalahan hukum. Beberapa hal yang relevan untuk dibahas dan dievaluasi lebih lanjut, seperti memikirkan target sasaran program digitalisasi di bidang hukum khususnya dalam akses keadilan bagi masyarakat, mempertimbangkan kelemahan dan bias, mempertimbangkan alur pelaksanaan kebijakan, memastikan akses ke informasi yang mudah dibaca dan dipahami oleh masyarakat. Pemerintah harus dapat menyusun skala penanganan permasalahan akses masyarakat terhadap keadilan berdasarkan pada pembaruan skenario berdasarkan kreasi dan distribusi informasi yang konstruktif. Masalah terbesar digitalisasi saat ini adalah kegagalan untuk melibatkan lintas generasi untuk memperluas jangkauan literasi penggunaan teknologi, serta masalah sistem dan koneksi akses internet yang belum merata pada lingkup wilayah geografis Indonesia.

Digitalisasi, khususnya melalui  program E-Court, pada dasarnya dapat mendeteksi kebutuhan masyarakat atas regulasi dan penegakan hukum. Perubahan kerangka kebijakan penegakan hukum membutuhkan prosedur yang komprehensif, salah satunya keamanan siber (cyber protection) dan desain kebijakan yang ditujukan untuk mewujudkan keadilan digital yang lebih baik dan terarah.  Desain kerangka kebijakan akses keadilan melalui E-Court harus bersumber dari fleksibilitas pola pikir etis dan politik secara luas untuk mengedepankan perkembangan nilai-nilai sosial kemasyarakatan.

Referensi

Ayhan, Bünyamin. 2017. Digitalization and Society. Frankfurt am Main: Peter Lang GmbH.

Dijk, Frans van. 2021. Perceptions of the Independence of Judges in Europe: Congruence of Society and Judiciary. Netherlands: Palgrave Macmillan.

Golding, Martin P. and William A. Edmundson. 2005. The Blackwell Guide to the Philosophy

of Law and Legal Theory. USA: Blackwell Publishing Ltd.

Hastuti, Proborini. “Shifting The Character of The Constitutional Court Decision Influenced by Political Constellation in Indonesia. “Constitutional Review Vol.5 Number 2 (December 2019.

Multazam, Mochammad Tanzil and Aan Eko Widiarto. 2023. “Digitalization of the Legal System: Opportunities and Challenges for Indonesia.” Rechtsidee Vol.11 No.2 (2023). 10.21070/jihr.v12i2.1014. https://doi.org/10.21070/jihr.v12i2.1014.

Noorderhaven, Niels. 1995. Strategic Decision Making. Great Britain: Addison-Wesley Publishing.

Pedersen, Esther Oluffa. 2021. “Philosophy and Digitization: Dangers and Possibilities in the New Digital Worlds. SATS  22 (1): 1-9.

Townend and Paul Magrath. 2021. “Remote Trial and Error: How Covid-19 Changed Public Access to Court Proceedings.” Journal of Media Law Vol.13 No.2: 107-121.

.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published.