Mewujudkan Pendidikan Dasar Inklusif di Indonesia: Tantangan dan Solusi dalam Era Triple Disruption

Dalam dekade terakhir, era “triple disruption” telah mengubah lanskap sosial, ekonomi, dan teknologi global secara signifikan (Yunas et al., 2023:87-97). Pendidikan di Indonesia, meskipun didukung oleh Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 70 Tahun 2009, menghadapi tantangan kompleks dalam implementasinya. Salah satu masalah utama adalah inklusivitas di tingkat pendidikan dasar. Kebijakan wajib belajar 12 tahun sudah ada, tetapi infrastruktur yang tidak merata dan distribusi sumber daya yang tidak optimal sering menghambat efektivitas pendidikan inklusif. Di daerah terpencil, akses terhadap guru berkualitas, fasilitas pembelajaran yang memadai, dan materi pendidikan yang sesuai masih terbatas (Mahabbati, 2023). Pendidikan dasar yang inklusif sangat penting untuk membentuk fondasi pembelajaran masa depan dan memastikan semua anak memiliki kesempatan pendidikan yang setara (UNESCO, 2020).

Menempatkan pendidikan sebagai prioritas, terutama di tingkat dasar, adalah strategi efektif untuk meningkatkan kinerja Environmental, Social, and Governance (ESG). Agar ESG dapat berkembang dengan baik, diperlukan metrik yang jelas dan terukur. Aspek lingkungan dan tata kelola dalam ESG telah menunjukkan kemajuan signifikan dengan adanya protokol akuntansi dan kerangka kerja yang mendukung. Namun, aspek sosial dalam ESG masih memerlukan peningkatan dalam hal ketelitian, sumber daya, dan standardisasi. Pendidikan, mulai dari kebijakan hingga program pengembangan anak usia dini dan pendidikan formal untuk kelompok marjinal, menawarkan tindakan nyata dengan metrik dampak yang dapat diukur dengan baik, sehingga dapat menjadi pondasi utama bagi pilar sosial ESG (Global Business Coalition for Education, 2022).

Kompleksitas Pendidikan Inklusif di Indonesia

Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen akan pendidikan inklusif melalui kebijakan seperti Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif, sejalan dengan tujuan Education for All yang diinisiasi oleh UNESCO (Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia, 2023). Berdasarkan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) per Desember 2022, sebanyak 40.928 sekolah telah melaksanakan pendidikan inklusi di Indonesia, dengan 135.946 peserta didik berkebutuhan khusus. Ketika dibandingkan dengan lebih dari 50 juta siswa di seluruh Indonesia, jumlah ini masih relatif kecil, sekitar 0,26% dari total populasi siswa (UNICEF Indonesia, n.d.).

Baroness Mary Warnock, pionir pendidikan inklusif di Inggris pada 1978, mengadvokasi pendidikan inklusif di sekolah umum, bukan di lembaga terpisah. Baginya, “Sebuah masyarakat inklusif adalah masyarakat di mana semua orang, dengan segala perbedaan mereka, dihargai dan diberi kesempatan untuk berkembang” (Warnock & Norwich, 2010:15).

Istilah pendidikan inklusif atau pendidikan inklusi, yang diperkenalkan oleh UNESCO, berasal dari konsep “Education for All”. Ini berarti pendidikan yang ramah untuk semua orang, dengan pendekatan yang berusaha untuk mencakup semua individu tanpa terkecuali. Pendidikan inklusif di tingkat dasar memastikan bahwa semua anak dididik untuk berinteraksi tanpa memandang kemampuan atau disabilitas, serta memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan sesuai prinsip hak asasi manusia (UNESCO, 2020). Pendidikan dasar yang inklusif berkontribusi pada peningkatan kualitas pendidikan secara keseluruhan dengan menciptakan lingkungan belajar yang dinamis dan responsif terhadap kebutuhan beragam siswa. Selain itu, pendidikan inklusif mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap siswa dengan kebutuhan khusus, sambil mengembangkan empati, toleransi, dan penghargaan terhadap perbedaan di antara siswa. Hal ini tidak hanya memperkaya pengalaman belajar mereka tetapi juga membantu menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan menghargai keberagaman, di mana setiap individu dihormati dan diterima (Ainscow, 2021:75-88). Partisipasi sosial siswa juga meningkat melalui pendidikan inklusif. Siswa yang dididik dalam lingkungan inklusif cenderung lebih mampu berpartisipasi aktif dalam kehidupan sosial dan ekonomi komunitas mereka di masa depan (UNICEF, 2020).

Salah satu contoh implementasi kebijakan pendidikan dasar yang inklusif di Yogyakarta dapat dilihat pada beberapa sekolah dasar inklusif yang ada di kota tersebut. Sekolah-sekolah ini telah mengadopsi pendekatan pendidikan inklusif dengan menciptakan lingkungan belajar yang ramah bagi semua siswa, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Langkah-langkah yang diambil antara lain adalah memberikan pelatihan khusus kepada guru mengenai metode pengajaran inklusif, menyediakan fasilitas yang mendukung aksesibilitas seperti ramp, lift, dan toilet yang ramah disabilitas. Selain itu, teknologi adaptif seperti perangkat pembaca layar untuk siswa tunanetra dan perangkat pendengaran untuk siswa tunarungu juga telah digunakan. Kurikulum juga dirancang agar fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan setiap siswa, memastikan bahwa semua siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik (Anafiah & Andini, 2018).

Implementasi ini tidak hanya terbatas pada aspek fisik dan teknologi, tetapi juga melibatkan perubahan dalam pendekatan pedagogis dan manajemen kurikulum. Misalnya, di Sekolah Dasar Negeri Giwangan, Yogyakarta, manajemen kurikulum inklusif dilakukan dengan cara merencanakan kurikulum yang sesuai berdasarkan penilaian sekolah dan fasilitas yang ada, serta menerapkan model kelas “pull out” di mana siswa dengan kebutuhan khusus mendapatkan perhatian khusus. Evaluasi kurikulum dilakukan juga secara berkala untuk memastikan efektivitasnya (Anafiah & Andini, 2018).

Pendekatan ini menunjukkan bagaimana inklusi dalam pendidikan dapat dijalankan secara efektif dengan dukungan yang tepat. Namun, meskipun ada banyak langkah positif yang diambil, sekolah inklusi juga menghadapi beberapa tantangan signifikan. Keterbatasan dana sering kali menghambat penyediaan fasilitas lengkap dan teknologi adaptif yang memadai, terutama di daerah terpencil. Selain itu, tidak semua guru memiliki pelatihan yang memadai untuk mengajar di lingkungan inklusif, sehingga merasa kurang siap dalam menangani kebutuhan khusus siswa. Stigma sosial juga masih menjadi hambatan besar, baik di kalangan masyarakat maupun di dalam sekolah sendiri, terhadap siswa dengan kebutuhan khusus. Di banyak daerah terpencil, infrastruktur sekolah seperti bangunan dan fasilitas dasar masih sangat kurang, membuat penerapan pendidikan inklusif menjadi lebih sulit. Kurangnya materi pendidikan yang mendukung pembelajaran inklusif juga menjadi hambatan besar dalam implementasi kebijakan ini (Sari & Hendriani, 2021). Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, diperlukan peningkatan anggaran pendidikan, pelatihan berkelanjutan bagi guru, edukasi masyarakat untuk mengurangi stigma, percepatan pembangunan infrastruktur pendidikan, dan pengembangan serta distribusi materi pendidikan yang dirancang khusus untuk mendukung pembelajaran siswa dengan kebutuhan khusus (Ainscow, 2021:75-88).

Tantangan penyelenggaraan pendidikan inklusi di Indonesia dapat sedikit diatasi jika sektor perusahaan dan swasta turut terlibat memberikan dukungan melalui pilar sosial ESG (Environmental, Social, and Governance). Dengan mengadopsi prinsip-prinsip ESG, perusahaan dapat memainkan peran penting dalam memajukan pendidikan inklusif. Mereka dapat menyediakan dana untuk pelatihan guru, membangun infrastruktur sekolah yang aksesibel, dan menyumbangkan teknologi adaptif yang diperlukan. Selain itu, perusahaan dapat bermitra dengan sekolah-sekolah untuk mengembangkan kurikulum yang lebih inklusif dan relevan dengan kebutuhan siswa berkebutuhan khusus. Partisipasi aktif sektor swasta juga dapat membantu mengurangi stigma sosial terhadap siswa dengan disabilitas melalui kampanye kesadaran dan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang fokus pada inklusi (Global Business Coalition for Education, 2022). Dengan demikian, dukungan dari sektor perusahaan dan swasta tidak hanya akan meningkatkan kualitas pendidikan inklusif tetapi juga menciptakan ekosistem yang lebih mendukung dan inklusif bagi semua siswa, memastikan bahwa setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan berpartisipasi dalam masyarakat (UNESCO, 2016).

Pentingnya ESG dalam Pendidikan Inklusif

Prinsip Environment dalam ESG menekankan keberlanjutan dan pengelolaan sumber daya alam secara bijaksana, yang berpengaruh signifikan pada inklusivitas pendidikan dasar. Penerapan prinsip ini mencakup pembangunan infrastruktur sekolah yang ramah lingkungan dan aksesibel untuk semua siswa, termasuk yang memiliki disabilitas. Penggunaan bahan bangunan ramah lingkungan, sistem energi terbarukan, dan fasilitas daur ulang tidak hanya mengurangi jejak karbon dan biaya operasional sekolah, tetapi juga menciptakan lingkungan belajar yang sehat dan mendukung inklusivitas. Misalnya, fasilitas aksesibel seperti ramp, lift, dan toilet yang dirancang khusus memastikan semua siswa dapat berpartisipasi penuh dalam kegiatan sekolah. Selain itu, program CSR dari perusahaan yang mengadopsi ESG dapat mendukung proyek pendidikan inklusif dengan menyediakan dana untuk pelatihan guru, pembangunan fasilitas aksesibel, dan penyediaan teknologi adaptif. Integrasi pendidikan lingkungan dalam kurikulum sekolah juga meningkatkan kesadaran siswa tentang keberlanjutan dan tanggung jawab sosial, mengajarkan pentingnya keberagaman dan inklusivitas dalam konteks yang lebih luas. Dengan demikian, prinsip Environment dalam ESG membantu menciptakan lingkungan sekolah yang lebih sehat, berkelanjutan, dan inklusif, yang pada gilirannya meningkatkan kualitas pendidikan dasar inklusif bagi semua siswa (Green Schools Alliance, n.d.).

Prinsip sosial dalam ESG fokus pada kesejahteraan masyarakat, inklusi, dan keadilan sosial. Dalam pendidikan dasar yang inklusif, aspek sosial menekankan pada penerimaan, penghargaan, dan pengakuan terhadap keragaman siswa. Pendidikan inklusif mengajarkan siswa untuk menghargai perbedaan dan mengurangi prasangka serta diskriminasi terhadap siswa dengan kebutuhan khusus. Semua siswa, tanpa memandang kemampuan fisik atau mental, harus memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang dalam lingkungan yang mendukung. UNICEF 2020 melaporkan bahwa pendidikan inklusif yang efektif dapat meningkatkan hasil belajar bagi semua siswa, tidak hanya bagi mereka yang memiliki kebutuhan khusus (UNICEF, 2020). Selain itu, World Bank 2018 menyatakan bahwa pendidikan inklusif berkontribusi pada pengurangan ketimpangan sosial dan ekonomi di masyarakat (World Bank, 2018).

Prinsip governance dalam ESG menekankan pada transparansi, akuntabilitas, dan manajemen yang baik. Dalam pendidikan inklusif, tata kelola yang baik memastikan kebijakan pendidikan inklusif diterapkan secara efektif dan adil. Pemerintah harus menerapkan dan menegakkan regulasi yang mendukung pendidikan inklusif, seperti Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 70 Tahun 2009 di Indonesia (Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia, 2023). Pengawasan yang efektif dan evaluasi berkala terhadap implementasi pendidikan inklusif diperlukan untuk memastikan keberhasilan program dan penyesuaian yang diperlukan. OECD 2017 menyebutkan bahwa negara dengan tata kelola yang baik dalam pendidikan inklusif menunjukkan peningkatan signifikan dalam partisipasi dan prestasi akademik siswa dengan kebutuhan khusus. Selain itu, UNESCO Global Education Monitoring Report 2020 menekankan pentingnya tata kelola yang kuat dalam memastikan pendidikan inklusif yang berkualitas dan berkelanjutan (UNESCO, 2020).

Belajar dari Keberhasilan Negara Lain

Singapura, Brasil, dan India telah menunjukkan bagaimana pendidikan inklusif dapat diimplementasikan dengan sukses pada jenjang pendidikan dasar, dengan pendekatan dan inisiatif yang berbeda. Singapura telah sukses dengan program SG Enable, yang berfokus pada integrasi dan pemberdayaan penyandang disabilitas melalui dukungan teknologi adaptif, pelatihan kejuruan, dan layanan pendukung lainnya. Pemerintah Singapura memastikan kerangka kebijakan yang jelas dan dukungan anggaran yang memadai, serta kolaborasi antara berbagai lembaga pemerintah dan swasta, menciptakan ekosistem yang mendukung pendidikan inklusif (Zhuang, 2018). Brasil menunjukkan kemajuan signifikan dengan program “Programa Educação Inclusiva: Direito à Diversidade,” yang mempromosikan inklusi sosial dan pendidikan bagi anak-anak dengan disabilitas. Program ini menekankan pelatihan guru, adaptasi kurikulum, dan pengembangan infrastruktur yang mendukung aksesibilitas (Ministério da Educação, n.d.). Pemerintah Brasil juga menerapkan kebijakan untuk memastikan akses yang sama terhadap pendidikan berkualitas bagi semua anak (Mahabbati, 2023). India telah membuat kemajuan dalam pendidikan inklusif pada jenjang pendidikan dasar dan menengah melalui program “Sarva Shiksha Abhiyan” (SSA) dan “Inclusive Education for Disabled at Secondary Stage” (IEDSS). SSA adalah program pendidikan universal yang bertujuan memberikan pendidikan dasar inklusif bagi semua anak, termasuk penyandang disabilitas, sementara IEDSS fokus pada jenjang pendidikan menengah dengan dukungan khusus seperti alat bantu, pelatihan guru, dan modifikasi kurikulum (Press Information Bureau Government of India, 2018). Pemerintah India bekerja sama dengan berbagai organisasi non-pemerintah untuk memperkuat implementasi pendidikan inklusif (Sari & Hendriani, 2021).

Ketiga negara ini telah menunjukkan keberhasilan dalam meningkatkan kualitas pendidikan inklusif pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Singapura menonjol dengan program SG Enable yang komprehensif, Brasil dengan inisiatif pendidikan dasar inklusif, dan India dengan program-program universal yang mencakup dukungan luas bagi siswa dengan disabilitas. Indonesia dapat belajar dari keberhasilan ini dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip ESG ke dalam pendidikan dasar inklusif untuk memastikan keberlanjutan dan keadilan dalam sistem pendidikan, serta berkontribusi pada pembangunan sosial dan ekonomi yang lebih luas (Mahabbati, 2023).

Penutup

Pendidikan inklusif merupakan pondasi penting bagi masa depan pendidikan yang lebih adil dan setara. Meski telah banyak langkah positif diambil, sekolah inklusi masih menghadapi berbagai tantangan signifikan. Keterbatasan dana sering kali menghambat penyediaan fasilitas lengkap dan teknologi adaptif yang memadai, terutama di daerah terpencil. Guru sering kali merasa kurang siap karena tidak semua memiliki pelatihan yang memadai untuk mengajar di lingkungan inklusif. Selain itu, stigma sosial terhadap siswa dengan kebutuhan khusus masih menjadi hambatan besar baik di masyarakat maupun di dalam sekolah sendiri. Infrastruktur sekolah di daerah terpencil juga masih sangat kurang, yang membuat penerapan pendidikan inklusif menjadi lebih sulit. Kurangnya materi pendidikan yang mendukung pembelajaran inklusif turut menjadi hambatan dalam implementasi kebijakan ini.

Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, diperlukan peningkatan anggaran pendidikan, pelatihan berkelanjutan bagi guru, edukasi masyarakat untuk mengurangi stigma, percepatan pembangunan infrastruktur pendidikan, dan pengembangan serta distribusi materi pendidikan yang dirancang khusus untuk mendukung pembelajaran siswa dengan kebutuhan khusus. Dukungan dari sektor perusahaan dan swasta melalui prinsip-prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance) dapat memainkan peran penting dalam memajukan pendidikan inklusif. Dengan demikian, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat akan memastikan bahwa setiap anak, tanpa memandang kemampuan atau disabilitas, memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan berpartisipasi dalam masyarakat.

Referensi

Ainscow, M. (2021). Inclusion and Equity in Education: Responding to a Global Challenge. In A. Köpfer, J. J. W. Powell, & R. Zahnd (Eds.), Handbuch Inklusion international / International Handbook of Inclusive Education: Globale, nationale und lokale Perspektiven auf Inklusive Bildung / Global, National and Local Perspectives (1st ed., pp. 75–88). Verlag Barbara Budrich. https://doi.org/10.2307/j.ctv1f70kvj.

Anafiah, S., & Andini, D. W. (2018). Pelaksanaan pendidikan inklusi di SD Tumbuh 2 Yogyakarta [Inclusive education implementation in Tumbuh 2 Elementary School in Yogyakarta]. Wacana Akademika: Majalah Ilmiah Kependidikan, 2(1), 73. https://doi.org/10.30738/wa.v2i1.2479

Global Business Coalition for Education. (2022). Recognizing Education’s Position at the Core of ESG. Retrieved from https://gbc-education.org/wp-content/uploads/2022/03/GBC-Education-Recognizing-Educations-Position-at-the-Core-of-ESG.pdf

Global Education Monitoring Report Team. (2020) Inclusive teaching: Preparing all teachers to teach all students. UNESCO. Retrieved from https://www.unesco.org/gem-report/en/teachers-2020

Green Schools Alliance. (n.d.). Why Sustainable Schools? Retrieved from https://www.greenschoolsalliance.org/why-sustainable-schools

International Bank for Reconstruction and Development / The World Bank, UNESCO, & UNICEF. (2021). The state of the global education crisis: A path to recovery. UNESCO. ISBN: 978-92-3-100491-9.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. (2023, Maret 14). Kemendikbudristek ajak wujudkan pendidikan inklusi yang adil dan merata. Diambil dari https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2023/03/kemendikbudristek-ajak-wujudkan-pendidikan-inklusi-yang-adil-dan-merata

Mahabbati, A. (2023). School-based positive behavior support for students with emotional and behavioral problems: Implementation and teachers’ experiences. International Journal of Learning, Teaching and Educational Research, 22(1). Retrieved from https://www.ijlter.org/index.php/ijlter/article/view/7309

Ministério da Educação, Secretaria de Educação Continuada, Alfabetização, Diversidade e Inclusão (Secadi). (n.d.). Programas e Ações. Retrieved from [http://portal.mec.gov.br/secretaria-de-educacao-continuada-alfabetizacao-diversidade-e-inclusao/programas-e-acoes?id=17434]

OECD. (2017). Equity and Inclusion in Education: Finding Strength through Diversity. Retrieved from https://www.oecd.org/education/equity-and-inclusion-in-education-9789264073234-en.htm

Press Information Bureau, Government of India. (2018, January 4). Teaching and learning system for disabled students. Retrieved from [https://pib.gov.in/PressReleaseIframePage.aspx?PRID=1515453]

Sari, N. C., & Hendriani, W. (2021). Hambatan pendidikan inklusi dan bagaimana mengatasinya: Telaah kritis sistematis dari berbagai negara. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 9, 97. https://doi.org/10.22219/jipt.v9i1.14154

UNESCO. (2016). Global Education Monitoring Report 2016: Education for people and planet: Creating sustainable futures for all. Retrieved from https://unesdoc.unesco.org/ark:/48223/pf0000245752

UNESCO. (2020). Global Education Monitoring Report 2020: Inclusion and education: All means all. Retrieved from https://en.unesco.org/gem-report/report/2020/inclusion

UNICEF Indonesia. (n.d.). Anak dengan Disabilitas dan Pendidikan. Retrieved from https://www.unicef.org/indonesia/id/topics/aksesibilitas-dan-inklusivitas

UNICEF. (2020). Global Annual Results Report 2020: Goal Area 2. Retrieved from https://www.unicef.org/reports/global-annual-results-reports-goal-area-2

Warnock, M., & Norwich, B. (Eds.). (2010). Special Educational Needs: A New Look (2nd ed.). L. Terzi (Ed.), C. Winch (Contrib.). Bloomsbury Publishing.

World Bank. (2018). World Development Report 2018: Learning to Realize Education’s Promise. Retrieved from https://openknowledge.worldbank.org/handle/10986/28340

Yunas, N., Hakim, A., & Pohan, I. (2023). Triple Disruption dan Percepatan Akselerasi Transformasi Digital di Desa. Matra Pembaruan, 7, 87-97. https://doi.org/10.21787/mp.7.2.2023.87-97

Zhuang, K. (2018). Editorial – Exploring Disability Studies: Reflections on methodology by Kuansong Zhuang, Victor. s/pores journal.

 

.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published.